Kaca:Winih Semi.pdf/137

Saka Wikisumber
Kaca iki wis divalidasi

Penghayatan atau Penjiwaan

  Dalam masalah penghayatan ini yang dituntut dari seorang pembaca puisi adalah menangkap suasana suatu puisi secara utuh dan tidak terpenggal-penggal. Selain itu, pembaca puisi mutlak memiliki kerelaan berbagi rasa dengan penyair yang menulis puisi yang dibacakannya. Artinya, membaca puisi bukanlah kegiatan memperalat suatu puisi untuk melampiaskan emosi-emosi pembaca puisi sendiri.

  Dengan demikian, jelas bahwa membaca puisi bukanlah pertama-tama adu keras suara, adu ngotot, atau adu gaya aneh-aneh. Menyuarakan dan memanggungkan puisi sebenarnya adalah kerja menggunakan kecerdasan, kerja mengolah kepekaan batin, dan kerja pengakraban terhadap pengalaman kemanusiaan kita sendiri yang diimbaukan oleh karya sastra khususnya puisi. Setelah ada ‘isi’ yaitu tafsir dan penghayatan, setelah kita berhasil ‘menciptakan puisi’ kita sendiri berdasarkan dan dalam puisi yang hendak kita bawakan, barulah kita berhadapan dengan tugas penyampaian tafsir dan penghayatan itu kepada publik. Di sini barulah kita hadapi soal-soal yang menyangkut teknik penyampaian.


Teknik Penyampaian

  Teman-teman pernah mendengar nama WS. Rendra atau Taufik Ismail? Pernah melihat mereka membaca puisi? Masing-masing orang mempunyai gaya atau teknik penyampaian sendiri-sendiri. Teknik penyampaian ini sendiri sebenarnya membutuhkan latihan dan kerja keras atau kemauan yang tinggi untuk terus belajar. Latihan teknik penyampaian meliputi: latihan vokal, latihan pernafasan, dan latihan konsentrasi atau meditasi.

  Latihan vokal adalah latihan untuk mempertajam atau memperjelas artikulasi. Bisa dimulai dengan latihan pengucapan huruf-huruf vokal, misalnya: aaaaa, iiiii, uuuuu, eeeee, 00000, eeee. Selain pengucapan panjang,

128

Winih Semi