Kaca iki wis divalidasi
Estetika dan artistika yang diramu dengan metafisika, kira-kira akan menuju ke sini.
Vitamin puisi, akan membuat karya kita under art atau upper art. Artinya, kita telah (harus) mempertimbangkan: bibit-bebet-bobot-bebet dalam berpuisi, kan gitu. Misalkan, dari "sri gunung" tadi lalu muncul olahan kata:
gunung kang kebak sesuketan
nyebar ayat-ayat ketriwal
nyendhal iman kang saya nglamat
Apakah olahan demikian itu sudah bervitamin?
Kalau belum, kita “suntik” multi-vitamin apa, coba?
6. Menyeleksi kata
Jika kata-kata tadi, telah tersusun ke dalam bait lalu kita seleksi satu persatu. Seleksi, telah bermain dengan berbagai hal: rasa kata dan bongkar-pasang kata. Yang penting, puisi yang akan anda lahirkan: padat, kenyal, dan penuh makna. Kita jangan "boros” kata, tapi juga jangan "pelit" makna.
Seleksi kata adalah langkah renik dan unik. Kalau pun dalam jiwa penyair ada chaos, biarlah itu. Kita tak perlu berpikir "untung rugi" dalam seleksi kata. Kalau memang kurang menggigit, dibabat saja. Sebelum puisi itu "lolos" dari tangan, masuk ke orang lain (pembaca, media), masih hak kita.
Ketika seleksi, perlu memikirkan ersatz-stimuli (konsumen), lalu menambah ‘the art of literature’), dan bayangkan wishful-thingking (impian) pembaca. Seleksi kata yang jeli, akan membuat puisi lebih molek. Ingat, puisi "gemuk" seharusnya bukan karena kebanyakan lemak, tapi víta- min. Karena itu, upaya “obral kata”, menjual kata, harus terhindarkan. Andai kata, kita hanya bisa mencipta puisi: crit, cret, crot, tak apa. Jelasnya, seleksi kata akan menuju "ekonomi kata". Kalau satu kata bisa mewakili lapis-lapis makna, mengapa tidak?
******
122
Winih Semi