Kaca iki wis divalidasi
proses membingkai dan membungkus sebuah ilham menjadi "kado" (puisi).
Karena ilham merupakan semburan suara hati yang memantul secara orisinal, tak dibuat-buat-pengolahannya juga menggunakan hati. Ilham yang baik tentu sangat suci dan belum terkotori oleh apa pun. Ia akan menjadi "bayi” atau sekurang-kurangnya "embrio" puisi, tergantung "pra-kreatif penyair.
Pengolahan ilham adalah proses, tak mengenal lelah, mungkin juga perlu trial and error. Ilham itu sebuah mutiara "kecil" tapi bernilai "besar". Mengolah, berarti seperti upaya memperhalus dan mempertajam kata agar semakin menyengat. Resep olahan, masing-masing penyair boleh sama, tapi dalam memberi aroma dan meramu akan beda. Mengolah kata adalah menumpuk, menjajarkan, menggunting, dan melipat kata. Dan, atau menyusun kata ke dalam bait dengan "lem" perekat manis. Mengolah, bukan seperti "melempar batu kali dari dalam truk, tapi seperti tukang batu yang menata batu menjadi sebuah "tembok indah". Masih sulit, sublimasi-kan ilham tadi.
Coba, kalau di sini ada ilham "sri gunung", lalu ada material kata: pegunungan Menoreh, gunung jugrug segara asat, gunung kucir, gunungan, gunung Jamur Dwipa, gununge ati, gunung kembar, dsb. - silahkan diolah, mungkin akan menjadi lebih dari 3-4 judul puisi, silakan.
5. Memberi Vitamin
Untuk mensuplai vitamin: A-B-C- dst.-Z, harus lihai "mencipta” kata. Kata-kata produk utopia (impian), mungkin akan menyumbangkan vitamin jos. Kata-kata produk obsesi (kesurupan) pun penting sekali.
Istilah lain, kita akan meniupkan "ruh" puisi agar "dia" hidup. Tiupan itu, tak lain hanya "bermain-main” kata yang "bermakna". Maaf, bukan "kata" yang tepat "bahasa", mungkin. Di sini, retorika penyair akan dimanfaatkan.
Winih Semi
121