Kaca:Bandha Kamardikan.pdf/98

Saka Wikisumber
Kaca iki wis divalidasi

SENI BERPUISI 87


sudahlah, hal itu kita tinggalkan. sekarang mari kita hangkit lagi untuk membaca karya-karya kita.

B. Mengolah Kata
Secara sederhana, mencipta puisi hanya menumpuk-numpuk kata. Hanya menumpuk batu bata, seperti orang membuat taman, perlu artistik. Unsur yang paling harus diperhatikan adalah masalah estetika, yakni, bagaimana kecermatan dan kelihaian mencari, memilih, dan menyusun kata indah adalah poros penciptaan puisi.

Berpuisi, mencipta, memang tidak salah kalau dikatakan “bermain kata“. Karena itu, dalam berpuisi, misalkan kita akan mencipta: kumpulkan dahulu kata-kata yang berhubungan dengan manuk. Kalau sudah, baru diseleksi, mana kata yang bernilai rasa. mana kata yang ada taste-nya, dan mana yang sekedar kata-kata biasa. Yang digunakan dalam puisi, kata yang bernilai rasa itu. Misalkan. Kita jajarkan kata-kata yang terkait dengan (ciri-ciri) manuk di bawah ini:

duwe cucuk
duwe cakar
duwe swiwi
yen mabur sok mencok ing pang
asring nucuk woh-wohan
asring cucuk-cucukan karo kancane
ana sing dikurung
anake jeneng cindhil
anak manuk beo, ababil, cangak awu, prenjak, garuda

Kat-kata tersebut masih sangat dangkal. Belum memiliki daya dan kekuatan. Kata itu masih telanjang, berdiri sendiri, dan belum tertata. Bahkan, juga belum bernilai rasa. Untuk lebih menajamkan lagi, di bawah ini disajikan kata-kata yang bersentuhan dengan manuk:

Nucuk ngiberake
kaya gagak reraton
susah manuk kurungan manuk
golek tapake kontul nglayang