Kaca:Bandha Kamardikan.pdf/97

Saka Wikisumber
Kaca iki wis divalidasi

86 Seni Berpuisi


SENI BERPUISI
(Bagian Kedua)
Berlatih Mencipta Puisi


A. Kejujuran Berpuisi

Saya. secara spontan. harus membicarakan hal ini (kejujuran).

Kejujuran berpuisi penting bagi calon penyair. Mungkin, bayangan saya.

tak ada seorang penyair pun yang berani menghadapi persoalan satu ini.

jarang yang mau berterus terang. Ternyata Anda lain. Anda memiliki etiket

“suci”, mau beterus terang hahwa sebagian dari karya Anda ada yang

“tidak asli". Mungkin, sontekan. mungkin “diajari” kakak. diajari yang

klewat dosis, ya sama saja dibuatkan.


Etika berpuisi. memang tidak tertulis. Yang tertulis, etika serobot-

Menyerobot karya atau plagiat yang kebablasen. Saya katakan demikian.

kalau mau “jujur”, sebenarnya penyair-penyair kita itu juga sering

“mencuri”. entah dari aspek ide. gaya. tipografi, dan lain-lain. Hanya, terlalu

canggih atau cerdik, sampai sulit (tidak) ketuhuan. Mungkin. baru ketahuan

setelah sepuluh sampai lima belas tahunan, akhirnya ya didiamkan.


Kalau di bengkel ini, ada kejujuran seperli minggu yang lalu, saya

harus mengacungkan jempol. itu kesatria penyair. Anda pahlawan berpuisi

betul, Namun. semua itu ada konsekuensinya — ialah lalu jera, tidak ingin

mengulangi. Ini pahlawan sejati. Apa gunanya mengulangi suatu kegagalan?

Kita, dalam berpuisi, memang harus karya nyata, bukan karya “semu™,

artinya sekedar formalitas ingin mengumpulkan ke panitia (saya, misalnya).

Kalau “semu™ semacam ini, kita hidup akan sia-sia. Akun merasa tidak ada

artinya. meskipun “semu" itu suatu seni hidup itu sendiri, kalau mau mengakui.


Sekali lagi. saya tegaskan, Kita tidak akan menjadi “monster” penyair,

kalau hanya bekerja asal-asalan. Lebih baik melahirkan puisi yang

sederhana, orisinal, daripada memunculkan formalitas belaka. Nah,