SENI BERPUISI 89
Persoalan lain, boleh saja digambarkan melalui manuk. Lalu, sekedar contoh, akan lahir puisi ini:
manuk-manuk iku pijer cucuk-cucukan
manuk tunggal sak susah saya kelangan suh
tansah tetarungan
mung mburu wah-wohan mawa wisa
Puisi itu bisa dianggap belum selesai. Kira-kira, puisi itu menggarap persoalan apa? Tebaklah! Tema apa yang muncul dari puisi itu. Kalau saya sediakan judul ini cocok atau tidak: (1) Cucuk-cucukan. (2) Tetarungan. (3) Kelangan Suh. (4) Manuk-manuk Mabur. dan seterusnya. Kalau kurang cocok, silahkan buat judul lain.
Calon judul: (1), (2), dan (3) ada semua dalam bagian puisi. Sekedar kata yang diambil dari kata-kata dalam puisi. Jika ini disetujui, sah-sah saja. Hanya saja, judul harus mewakili kedalaman makna semua (total) puisi. Bagaimana?
Apakah judul itu tepat? Kalau belum pas, bagaimana dengan judul (4) yang hanya kata manuk saja yang diambil dari kata-kata dalam puisi. Memang judul (4) ini terkesan lebih bernuansa puistis, mungkin juga simbolik. Namun, cocokkah dengan makna puisinya? Ini persoalan. Kalau belum, mungkin puisinya yang harus diubah atau ditambah-dikurangi.
Maksudnya, saya hanya ingin mengatakan: (1) tentukan dulu puisi tadi akan menuju kemana, akan menyindir, atau apa. (2) diperjelas dulu tema pokoknya. (3) dan menjuduli puisi adalah penting karena merupakan wajah puisi. Namun, bukan hal yang terpenting.
C. Memberi Nuansa dan Bobot Puisi
Nuansa sebuah puisi perlu dipikirkan juga. Agar Anda tidak terjebak pada puisi yang hambar. Puisi yang hambar biasanya tak jelas, meskipun bening seperti air aqua, namun rasanya kurang enak.
Dengan nuansa yang tajam, kita akan dapat mencipakan puisi itu menjadi lebih menggigit. Anda dapat membangun nuansa puisi: romantis,