Serat Kancil 1

1
R.P. SASRAWIJAYA
Dialihaksarakan oleh
SRI SUHARINI
PROYEK PENERBITAN BUKU SASTRA
INDONESIA DAN DAERAH
Jakarta 1986
Proyek Penerbitan Buku Sastra
Indonesia dan Daerah
Hak pengarang dilindungi undang-undang
Naskah Serat Kancil ini aslinya berupa tulisan tangan berhuruf Jawa, berasal dari lingkungan istana Yogyakarta, akhir abad ke 19. Penulisnya bernama Raden Panji Sasrawijaya, dengan candrasangkala TATA SIRNA ESTHINING BUMI‘ yaitu tahun 1804 çaka.
Berbeda dengan cerita binatang yang lain, dalam Serat Kancil ini diselipkan banyak sekali ajaran agama Islam yang berkembang dalam masyarakat Jawa pada waktu itu. Selain Kancil, diperankan juga Siput, Musang dan Anjing, sebagai guru-guru yang pandai.
Serat Kancil terdiri dari tiga jilid. Bahasa Jawa dalam bentuk tembang Macapat cukup baik untuk bahan bacaan para remaja dan umum. Semoga penerbitan ini memberikan manfaat bagi usaha pelestarian warisan budaya nenek moyang.
Jakarta, 1986
Proyek Penerbitan Buku Sastra
Indonesia dan Daerah.
Ringkasan Cerita |
9 |
1. | Dhandhanggula |
9, 21 |
2. | Asmaradana |
10, 31 |
3. | Dhandhanggula |
10, 37 |
4. | Sinom |
10, 45 |
5. | Maskumambang |
11, 54 |
6. | Mijil |
11, 61 |
7. | Pangkur |
11, 65 |
8. | Durma |
11, 7 |
9. | Sinom |
12, 80 |
10. | Kinanthi |
12, 88 |
11. | Sinom |
12, 93 |
12. | Asmaradana |
13, 100 |
13. | Pangkur |
13, 108 |
14. | Dhandhanggula |
14, 114 |
15. | Sinom |
14, 122 |
16. | Pucung |
14, 131 |
17. | Asmaradana |
14, 138 |
18. | Dhandhanggula |
15, 145 |
19. | Sinom |
15, 156 |
20. | Maskumambang |
15, 164 |
21. | Mijil |
16, 169 |
22. | Kinanthi |
16, 175 |
23. | Pucung |
16, 182 |
24. | Asmaradana |
17, 186 |
25. | Maskumambang |
17, 192 |
Serat Kancil terdiri dari tiga jilid. Adapun cerita ringkas Serat Kancil jilid I secara singkat sebagai berikut :
1. Pupuh Dhandhanggula, 34 bait.
Pada tahun Jawa 1804, atau tahun 1873 Masehi, seorang pegawai Istana di Yogyakarta bernama Raden Panji Sasrawijaya, membuat tulisan berbentuk tembang Macapat dinamainya Serat Kancil. Cerita mengenai binatang yang dimaksudkan sebagai manusia pada waktu tulisan itu dibuat, untuk mengetengahkan beberapa fllsafat ajaran agama Islam.
Cerita bermula di Negeri Ajam (Pakistan), pada zaman yang disebut Zaman Kitrah. Ketika itu manusia belum banyak jumlahnya, akan tetapi sudah banyak jenis binatang yang pandai. Begitu pula keadaan di Pulau Jawa. Banyak binatang yang mahir bahasa
Kawi, Jawa, Arab dan ilmu-ilmu agama. Raja yang berkuasa di Ajam ketika itu bernama Kangjeng Nabi Sulaiman.
Terjadilah suatu waktu, Tuhan tidak menurunkan hujan dalam waktu lama. Rumput dan tumbuh-tumbuhan mati, hingga tampak gersang di mana-mana. Debu beterbangan dibawa angin. Taufan terjadi terus menerus, menumbangkan kayu-kayu besar, baik di
gunung maupun di hutan. Yang bisa bertahan hanyalah kayu-kayu yang tumbuh di jurang, tak bisa dijangkau oleh binatang. Demikian pula sumber-sumber dan sungai menjadi kering. Bahkan telaga dan bengawan kekeringan, menimbulkan penderitaan bagf binatang semuanya.
Tersebutlah seekor kerbau jantan, muda dan berbadan kokoh. Lama ia tidak makan dan tidak minum, hampir empat bulan tidak bersua dengan makanan. Ia terduduk lemah di bawah pohon Sempu, mohon betas kasih Hyang Kuasa. Suatu hari tibalah seekor harimau ke tempat itu tertarik oleh suara rintih binatang [ 10 ]dan ditemukannya seekor kerbau yang tubuhnya tertutup lalat hijau.
Harimau berkehendak menolong kerbau itu dan minta agar kerbau berjanji suka menjadi kawan harimau dan memberi pertolongan jika harimau mendapat musibah. Kerbau berjanji menolong harimau baik sakit maupun mati.
2. Pupuh Asmarandana, 27 bait.
Demikianlah harimau menerima janji kerbau. Ia pergi mengambil daun drenges sebanyak dua panggul. Dibenamkan dalam air lalu dibawa ke tempat kerbau. Biarpun tumbuhan hijau berada di tepi jurang namun harimau mampu mengambilnya dan ia berikan sepuas kerbau sebanyak tiga kali sehari.
Adakalanya harimau mencuri daun kacang, daun jagung atau daun ubi ke ladarig penduduk, untuk mempererat persaudaraannya dengan kerbau. Si Kerbau tubuhnya menjadi gemuk. Sementara itu hujan pun mulai turun. Rumput dan tumbuh-tumbuhan mulai semi dan berdaun kembali.
3. Pupuh Dhandanggula, 29 bait.
Diceritakan bahwa si harimau telah tujuh hari lamanya tidak memperoleh binatang buruan. Baik kijang, rusa maupun ular atau katak sekalipun. Ia teringat akan jasa baik yang telah diberikan
kepada kerbau. Ia pun pergi menemui kerbau dan menguraikan maksudnya, ialah minta daging tengkuknya separo. Kerbau tidak ingin memberikan dagingnya, tetapi ia sanggup membantu kawannya untuk menghadapi macan loreng. Sebenarnya kerbau tidak berani tetapi dengan rasa berat karena ingin hidup ia diantarkan
oleh harimau ke tepi laut.
4. Pupuh Sinom, 36 bait.
Kerbau terlanjur sanggup meskipun hatinya sangat takut menghadapi air. Ia dimaki-maki oleh harimau. Kerbaupun melompat ke air, namun tidak lama ia kembali ke darat. Mohon belas kasih harimau agar memberi kelonggaran selama empat hari kepada harimau. Harimau memaki-maki sehabis-habisnya. Perkelahian terjadi, masing-masing mengeluarkan aji dan kepandaiannya. Sampai malam hari belum ada yang kalah.
[ 11 ]
nyelesaikan perkelahian untuk dapat makan tengkuk kerbau. Sayang hari malam telah tiba. Sebaliknya kerbau diganggu oleh pikiran yang bimbang. Jika daging tengkuknya diberikan ia pasti mati, karena si harimau pasti tak puas dan ingin yang lain.
5. Pupuh Maskumambang, 55 bait.
Tengah malam si kerbau meninggalkan tempat, menuju ke utara tempat kediaman kijang. Kijang menyarankan kerbau agar minta bantuan Kuwuk. Ia tak berani menghadapi harimau sekalipun hanya beradu pandang. Si kerbau minta diri pergi ke tempat kediaman Kuwuk. Kuwuk menyarankan agar kerbau menyerahkan tengkuknya dan kerbau ingin Kuwuk menyaksikan kematiannya. Kuwuk tak sampai hati, ia menyarankan kerbau untuk menemui Kenthus. Kenthus terkenal pandai, baik ilmu-ilmu hukum maupun
ilmu-ilmu bahasa.
6. Pupuh Mijil, 23 bait.
Kenthus terkenal sebagai pokrul pandai. Kuwuk kemudian mengantarkan kerbau ke tempat kediaman Kenthus. Sementara itu harimau mencari-cari si kerbau. Semua hutan didatangi tetapi jejak kerbau tidak tampak. Akhirnya dari petunjuk kijang diperoleh petunjuk agar ke tempat Kuwuk. Ia diancam akan dibunuh karena telah membantu si kerbau. Kuwuk membenarkan bahwa kerbau datang ke tempatnya, namun telah disarankan pergi ke tempat pokrul Kenthus.
7. Pupuh Pangkur, 23 bait.
Kuwuk minta kepada harimau, agar kelak ia diberi bagian hati dan jantung dari kerbau, sebab istrinya sedang mengandung. Harimau pergi ke tempat Kenthus dan nantang kerbau untuk meneruskan perkelahian. Kenthus minta agar harimau memaparkan
perkara perselisihannya. Harimau pun bercerita sejak awal, ketika kerbau menderita kelaparan kemudian ditolongnya.
8. Pupuh Durma, 50 bait.
Kerbau membenarkan cerita harimau yang telah menolongnya, tetapi ia tidak merasa bahwa harus membayar kembali dengan daging. Harimau marah mendengar jawaban si kerbau ia ingin menyerang si kerbau. Kenthus segera melerai dan minta harimau [ 12 ]- sabar menunggu keputusan yang berwenang mengadili perkara
utang piutang dari atasan. Keputusan yang ditunggu tiba dan tidak
membenarkan utang daun-daunan dibayar kembali dengan daging.
- Melihat bahwa harimau tak dapat diredakan kemarahannya,
Kenthus pun menjadi marah. Ia mengatakan kepada harimau,
bahwa tiap-tiap hari makan seekor harimau. Sisa yang kemarin
masih ada. Kepalanya dibuang ke dalam sumur. Harimau melihat ke dalam sumur kemudian lari menjauhkan diri. Kuwuk berusaha menemui harimau yang ketakutan.
- Kuwuk kemudian mengantar harimau kembali ke tempat Kenthus. Ekornya· diikat dengan ekor harimau. Ia sendiri berada di
atas punggung harimau. Kenthus mengetahui bahwa Kuwuk yang
telah membujuk harimau kembali. Dengan lantang ia bertanya,
mengapa Kuwuk hanya menyerahkan harimau seekor, sedang
utangnya semua enam puluh ekor. Mendengar kata-kata Kenthus
harimau segera lari lintang-pukang dan Kuwuk yang berada di atas
punggungnya kesakitan setengah mati. Kulitnya terkelupas, darahnya bercucuran sepanjang jalan.
- Pupuh Sinom, 31 bait.
- Harimau mengira ditipu oleh Kuwuk. Dirinya digunakan untuk
mengangsur utang. Sebab itu Kuwuk digigitnya hingga mati, dan
ditinggalkan begitu saja. Harimau tidak lagi menaruh benci kepada
kerbau. Diceritakan ada seekor kambing betina yang bertapa, hernama Wedhus Prucul. Tapanya diterima oleh dewa dan kelak ia
akan menurunkan binatang pandai bernama Bagus Yatin alias
Kancil Amongpraja. Ia dibawa oleh kekuatan gaib ke tempat calon
suaminya yang bertempat di pertapaan Ngampelgading.
- Pupuh Kinanthi, 27 bait.
- Kedatangannya disambut dengan senang hati oleh Kenthus, yang telah lama menunggunya. Ia pun mendapat isyarat dari Dewa bahwa calon istrinya akan tiba di pertapaannya. Kenthus pandai sekali merayu dan kawinlah keduanya. Wedhus Prucul kemudian bunting.
- Pupuh Sinom, 27 bait.
- Wedhus Prucul mimpi bertemu dengan Nabi Kilir. Memberitahukan bahwa kandungannya kelak akan lahir laki-laki dan di-
hadap oleh binatang-binatang.
Setelah bayi berusia tujuh bulan Kenthus meninggal dunia. Sebelumnya ia menuturkan tanda-tanda orang yang dipanggil Tuhan.
Berupa isyarat yang dirasakan oleh anggota tubuh. Pesan ilmu itu diterima dengan baik oleh Prucul. Kelahiran bayi dibarengi dengan hujan bunga dari angkasa yang dijatuhkan para dewa. Kancil nama bayi itu, sesuai dengan pesan Kenthus, tumbuh sehat dan berotak cerdas. Konon Nabi Adam datang juga menjenguk kelahiran Bagus Yatin.
Menginjak usia enambelas tahun Kancil telah mahir berbagai ilmu:
12. Pupuh Asmarandana, 34 bait.
Kancil sering pergi ke mana-mana. Ia sangat sombong dan nakal sekali. Untuk ada kerbau yang selalu mengingatkan perbuatan
Kancil yang salah. Namun perangai Kancil tak berubah dengan segera. Suatu hari Kancil menyendiri berjalan mengikuti aliran sungai. Ia tertarik oleh rumput-rumputan yang tumbuh di tepiannya. Sampailah ia di hulu Sungai, Situbanda namanya. Ia ingin mandi dan turun ke air, tetapi tiba-tiba tertarik pandangannya oleh seekor siput yang menggantung di lumut.
Kancil menghina si siput habis-habisan. Siput menjadi marah dan mengajak si kancil untuk mengadu kecepatan lari sepanjang aliran sungai. Keduanya setuju dilaksanakan pada keesokan harinya.
13. Pupuh Pangkur, 28 bait.
Siput segera mengumpulkan teman-temannya, yang besarnya sama. Tiap-tiap empat meter sepanjang aliran sungai akan di tempati seekor siput yang menggantung pada lumut. Siput yang berada di depan Kancil harus memanggil Kancil sampait siput yang berada di ujung sawah. Begitulah tetjadi pada esok hari. Semua siput telah berada di tempat yang ditentukan.
Kancil pagi-pagi telah tiba sambil tertawa-tawa. Perlombaan dimulai segera. Mula-mula Kancil hanya betjalan lambat kemudian
berlari secepat-cepatnya. Seratus meter kemudian Kancil jatuh kehabisan napas. Tenaganya terkuras habis.
Ia minta maaf kepada Siput setelah pulih tenaganya.
14. Pupuh Dhandhanggula, 27 bait.
Siput menyampaikan bermacam-macam petuah kepada Kancil. Antara lain janganlah merasa diri paling pandai. Biarpun keturunan orang rendahan jika mau belajar dengan sungguh-sungguh pasti meningkat derajatnya. Dalam hidup orang harus mencari budi yang baik, karena orang akhirnya akan meninggal dunia, paling banyak sampai usia sembilan puluh tahun.
Usahakan agar perilaku Panca-indria sesuai di dalam dan di luar tubuh. Tekanlah budi yang jelek agar mampu berkumpul dengan Tuhan yang kuasa. Selanjutnya Siput menjawab pertanyaan Kancil tentang pati yang sesungguhnya.
15. Pupuh Sinom, 25 bait.
Siput pun memberikan pengetahuan tentang ilmu kesempurnaan pati kepada Kancil, sesuai dengan yang dimiliki oleh Siput. Untuk itu Kancil diminta agar masuk ke dalam gua-garba Siput. Kancil masuk lewat lubang hidung Siput dan tiba di suatu dunia yang luas dan sunyi. Semua jenis warna diberikan penjelasan yang berhubungan dengan hidup dan insan kamil. Dan apa yang disebut warna atau wujud yang sejati.
16. Pupuh Pucung, 32 bait.
Arti Islam menurut Siput adalah selamat di dunia. Siapa yang tidak tahu Islam yang benar ibarat binatang di hutan. Makhluk ada yang menciptakan. Ia jadi karena iradat Alloh. Dianjurkan agar Kancil belajar yang sungguh-sungguh, jangan hanya meniru-niru yang tidak tahu. Siput memberi contoh beberapa hal yang diketahui di beberapa tempat di Jawa. Tidak lupa Siput mengutip beberapa ayat yang terdapat dalam Kitab Suci AI Kur'an, untuk bahan perbandingan.
17. Pupuh Asmarandana, 31 bait.
akan pulang kembali ke tempat asal. Apa perolehan yang dibawa kembali tidak dapat diulang. Kancil belum ingin keluar dari guagarba Siput sebelum memperoleh penjelasan tentang ilmu rasa. Kancil menerima lafal Kalimah Syahadat.
18. Pupuh Dhandhanggula, 35 bait.
Siput memberikan penjelasan tentang isyarat yang dihadapi oleh makhluk apabila ajalnya hampir tiba, menurut pengalaman Siput. Sejak enam bulan sebelum terjadi. Siaplah menyerah bulat kepada Hyang Kuasa agar patinya sempurna. Selanjutnya Kancil diperintahkan untuk meneruskan pengabdiannya kepada orang banyak.
Suatu ketika Kancil mencuri ketimun di ladang milik Pak Sutatruna. Ia datang berulang-ulang ke ladang itu menghabiskan ketimun yang muda-muda. Pemiliknya mencari akal untuk menangkap binatang yang mengganggu hingga tanamannya rusak. Dibuatnya orang-orangan dari kayu supaya binatang yang mencuri takut.
Tetapi orang-orangan itu semuanya dirobohkan oleh Kancil. Sutatruna kemudian mengolesi orang-orangan itu ,dengan getah pohon yang lengket. Getah nangka, getah gundhang dan pohon
bendha.
19. Pupuh Sinom, 31 bait.
Sutatruna dibantu oleh banyak pemuda desa. Orang-orangan kayu telah dilumari getah cukup tebal dan didirikan di empat penjuru sawah. Kancil akhirnya tertangkap, biarpun berusaha sekuat tenaganya untuk menghilangkan getah yang lengket. Ia mengutarakan kesal hatinya panjang Iebar. Bahwa orang sebaiknya berpikir masak-masak sebelum melakukan sesuatu dan sebelum melaksanakannya. Karena bahaya besar tidak hilang oleh puji tanpa berusaha.
Orang yang bijaksana berpikir dulu sebelum bertindak.
20. Pupuh Maskumambang, 37 bait. Banyak orang yang tobat setelah masuk penjara. Kancil terperangkap akibat menuruti nafsu hati tanpa ditimbang oleh nalar yang tenang. Sutatruna yang terjaga melihat ke arab orang-orangan di sawah. Sebelah Baratlaut ternyata roboh. Segera ia singsingkan lengan baju dan lari ke tempat itu. Ia berteriak gembira melihat pasangan-getahnya mengena.
15
21. Pupuh Mijil, 33 bait.
Istri Sutatruna menyediakan kelapa. Kancil akan dimasak bumbu rempah, agar tetangga dapat ikut merasakan dagingnya. Kancil kemudian dikurung dalam "senik" kulit bambu. Di atasnya diletakkan batu sebagai pemberat. Tali-tali pengikat kakinya dilepaskan, agar dapat tidur dan berputar-putar. Kancil menyerahkan diri sepenuhnya menghadapi kematiannya. Tetapi agaknya mautnya belum tiba. Malam-malam masuk mendekati kurungan Kancil seekor anjing jantan. Ia kedinginan di luar, Kancil memperoleh kesempatan menipu dia, dengan berdalih ia akan dikawinkan dengan anak Sutatruna. Sehingga anjing jantan itu terpikat hatinya.
22. Pupuh Kinanthi, 39 bait.
Macam-macam cerita Kancil dalam usahanya memikat hati si anjing. Antara lain kedua anak perempuan Pak Tani akan dikawinkan sekaligus dengan dia. karena Pak Tani ingin memperoleh keturunan yang pandai seperti Kancil. Batu yang diletakkan di atas kurungan sebenarnya batu yang jauh asalnya, yang memberikan khasiat agar Kancil kuat beristeri dua.
Anjing terpancing oleh impian kosong, akhirnya menggeser batu yang diletakkan di atas kurungan Kancil.
23. Pupuh Pucung, 29 bait.
24. Pupuh Asmarandana, 29 bait.
Anjing lari menjauhkan diri, takut tuannya membunuh dia. Ia ingin mencari tempat tinggal si Kancil. Diceritakan Kancil tiba di
bekas perumahan yang belum lama ditinggalkan oleh penghuninya. Ia tertarik untuk melihat lebih dekat dan terjerumus ke dalam sumur tua.
Kancil menyesali dirinya yang kurang hati-hati dan menghibur hati dengan mengucapkan kalimah toyibah dengan keras-keras. Suaranya menarik perhatian seekor gajah yang segera datang ke dekat sumur. Kancil bercerita kepada gajah bahwa hari kiamat akan tiba, itulah sebabnya ia masuk ke sumur sesuai dengan petunjuk Nabi Sulaeman. Agar jangan kejatuhan langit.
25. Pupuh Maskumambang, 35 bait.
Kancil sangat pandai bercerita sehingga menarik hati gajah untuk ikut serta berada di dalam sumur. Kancil pura-pura menolak mengingat tahi gajah akan mengotori tempatnya. Gajah minta dengan sangat dan bersedia menempatkan Kancil di atas punggungnya. Gajah akhirnya diperbolehkan turut masuk ke dalam sumur.
Dengan hadirnya gajah di dalam sumur, maka tinggal kira-kira dua meter lagi jarak punggung gajah dengan bagian atas tepian sumur.
17
SERAT KANCIL
1
.· [ 19 ]1. Dhandhanggula
Ri Rebo Pon panitreng mamanis
tanggal kaping nem wulan Muharam
nuju Jimawal taune
candrasangkalanipun
TATA SIRNA ESTHINE BUMI
wuku kala pringkelan
uwas mangsa pitu
wanci enjing tabuh hastha
panggusthine ing tyas duhkitaning tulis
tembang tembung Macapat.Murih terang pamriksa paneling
surasane sastra ngurugita
sasambene para rare
kang meksih mudha punggung
sampurnaa dayaning pardi
pinardi keksikara
kararaning idhup
wajib ngatasing ngagesang
sastra Jawa lulurining Tanah Jawi
kang kinuksmeng utama.Utamengtyas nirmalaning tulis
kata punika tita tembang
pramasastra lagehane
tirunen manjing kalbu
lalatihen wanduning kawi
dasanamarju basa
basukining ngidhup
21
tembung Jawa Arab Buda
kangkalaku kulina prapteng mangkin
warta saben nagara.
Ywa pepeka ing wahyaning kawin
titenana wanda lingga basa
ki Pujangga panganggite
jejer anyilih catur
wawangsalan nyilih kang nulls
surasa lawan rasa
pangundhuhing tutur
iki jumeneng uwit pang
godhong kembang pentil tuwa den undhuhi
manjing sajroning nala.Nora kena lali salah siji
siswa manggita tembunging sastra
pamrih dhamang pamaose
krungu bangkit lumebu
sraseng tembung midraweng budi
budaya di buka karna
panetahing kawruh
annimbahi pancadriya
driya wenang wening swara kang dumeling
gancaring nuksmeng jiwa.lng Ngayogja tetesireng mangsi
Rahaden Panji Sasrawijaya
Mangun warsita tumrahe
sastra ukara kaglung
ater-ater basaning kawin
kawi jarwa myang wantah
kehing catur kudu
tumibaning tembung Jawa
kapatrapan ater-ater kewes apik
alus rurus jlagedhag.Wus kagedhug Jawa kang manguning
bausastra myang paramasastra
ywa karana pathokane
cotho kang durung gayuh
ngayah-ayah ngayawara ris
brastha pating salingkrah
dhateng kuping krungu
manna mangke sastra denta
kang lakyana rinikatan prapteng tulis
saha jejer wit kembang.
Babad Kancil kang kianrya misil
lirnya misil punika upama
tepa palupi badane
wutuh sinawung kidung
ananarik tangine budi
dadalane met' warah
padha Ian maguru
yen manjing sajroning tyas
jumenengken angen-angen ngatas kang wrin
m baboni turun tedhak.Yeku dadi piwulanging ngati
kang sampeka mardi pikirira
saben dina pangundhuhe
wowohan makripatu
dadya ngelmu panggawe ngati
santosa saka netra
rerupan kang klebu
panyakrabawa deduga
bersotaning dyatmika yun marsajani
tetep sarjana mulya.Dimulyeng tyas saka ing panglatih
musthikeng kalbu yan jana tama
bangkit wruh ala becike
ngengrengan kang kadulu
terusana sajroning ati
pinilih lumaksana ·
kang yogya tinemu
juti bubar kapalajar
sima ilang wong mawang pakaryeng sandi
tetep tyas suksmantaya.
23
Marma kancil kaiket kaanggit
mung kinarya ngasah para mudha
ing sura sakeh lupyane
tan ngamungken kang bagus
nadyan ala kang karya juti
kang kudu kinawruhan
weruha patrap dur
mamrih -tyas manyakrawala
ing deduga prayoga titi lastari
adining tama loka.Sigegen kang carita ginupit
mangsa kalaning ing jam an kitrah
nungswa Jawa santerone
kewan wana sadarum
isinira mawarni warni
meksih arang manungsa
keh kewan wana gung
bangkit tata sileng janma
wus pinasthi karsaning Sipatulrahim
akeh kewan samyana.Bausastra aparameng kawi
Jawa Arab linatih ginulang
guna di kasentikane
putus mangulah junun
agamaning Hyang maratani
ginelarken neng kewan
duk semana nuju
ing Ajam kang madeg Nata
Jeng Suleman Mulikul baladeng Mesir
juru slameting dunya.Ratu Agung sala krama niti
putus saliring basa samoha
basukya geng darajate
tentrem karyaning kratun
sakurebing ngantariksadi
saklumahing bawana
kutu-kutu sujud
wun dene jin pri manungswa
kabeh-kabeh wedyasih biraweng Gusti
marma sadaya kewan.
Areraton etraping utami
kabeh kewan meh gulung kadibyan
ing gunasti pangatase
karardining tumuwuh
nuksmeng tama ing agal alit
ngulah kridhaning jasad
swarjananing ngidhup
ing kawruh guna widagda
kasusastran basukine den kawruhi
kayata ywa karana.Bausastra den ajar tiniti
Kitab Kur'an palak palakiyah
kukum angger sasamine
pangajaraning kawruh
buku-buku ananing bumi
wus dilalah karseng Dat
kang wajibul wujud
tumitah ing jaman kitrah
kabeh kewan putus saliring pakarti
kinarya lalampahan.Yata ingkang jinejer ing kawi
samana Hyang kang murbeng bawana
nitahken kaelokane
tan anurunken truh
amung panas ing mangsa katri
tan ana kamurahan
antuk sangang tengsu
suket tarutala sirna
glagah tuwin alang-alang lir kabesmi
bebas trapas baranang.Ampak-ampak bledug awor angin
tumempuh karang kirna bimangsa
sindhung riwut tanpa leren
mandira wrekseng gunung
25
sirna larut tan ana keri
kang meksih sawetara
ing jurang myang trejung
nanging sungil trebis parang
sato datan bisa manjing ngupa bukti
wit babenduning Pangran.
Sumber sumur kali kalen belik
bangwan rawa talaga asat
tan ana banyu satetes
sagung kewan angungun
nrantang jentung puteg anangis
samya nekung munajat
lunturing sih turun
salat Istikanorasah
nanging meksa tan ana parmaning Widi
sangsaya saya hardaKabeh sato priyestri geng alit
manyrik samiya swareng karuna
nyipta kiyamat tekane
mangkana tangisipun
Subkan Alloh kang sipat basir
kadi pundi kawula
tan bukti tan nginum
yen tan pinaringan pangan
luhung Tuwan muguta ujwamba sami
urip dahat sangsara.Estu datan saget anglampahi
ngluhuraken asmaning Pangeran
bablesah jiwa ragane
kekuwataning kayun
saha kayat saking rijeki
puji dikir lan donga
saking dayanipun
pangan papancening gesang
punapa ta gusti anyidrani dalil
Kur'an kang kabyawara.
Wus kawentar midrawa ing bumi
pangandikaning Allah Tangala
makaten lapal ungele
wa'ama mindabetun
wapil arli balangalili
murat dipun kang komram
sawarnining wujut
kang gumremet mangku kayut
atas saking kodrating Hyang Maha Suci
rejeki pinaringan.Mangka sampun tita ing watawis
lami tan won ten turuning jawah
kang nyukulken ron-ronane
rejekyamba sedarum
pikuwating pujarjeng Gusti
yen makatena Tuwan
yun ngrusak karatun
inggih karatuning Tuwan
ingkang tanpa wiwitan langgeng dumadi
kang tan ngalap wusana.Duk samana durung amarengi
tibaningsih mring kang papacinta
yata kang cinritakake
pinet purwa witipun
won ten juga mahesa Bothi
jalu nem abirawa
santosa liripun
respati dedeg prakosa
lagya nandhang papa kataman ing gering
sabab tan nginum boga.Sampun catur dasa ri ngrerintih
aneng soring wit Sempu nglemprak
grana usika daging tek
swara sret usadeng luh
1ir tinuras raine ngrungih
lir sundar katyup bara t
sulap kang pandulu
mobah molah malik-molak
sasambate adhuh Jawataning Widi
pun Bothi binanjuta.
- Tan kuwawi amba ngrakit urip
sisikuning Hyang ingkang dhumawah
luhung pinecata mangke
dhuh Gustiku Kang Agung
dene amba puniki urip
sababipun punapa
tan boga tan nginum
mangka pikekahing gesang
gunung asat satetesa tanpa warih
tan kirang lalantaran.
- Kodratingwang kang bil'salatin
wus gumelar tandha kasat mata
dene makaten ing mangke
catur dasa ri sampun
ingoncatan ponang rijeki
tan kirang lalantaran
kodrating Hyang Agung
ngluhurken dikir rus'akmal
asmaning dat saha pangan kang nguwati
ing sipat kalih dasa.
- Karya puji ngeningaken budi
nyuwun kawlasan sihing Pangeran
oluliyah jro ciptane
nanging tan saget wungkul
tan tememen kecaping puji
jalaran gondhang asat
peteng suwung kemplung
makaten reh kamlaratan
yen nenuwun kacek tan saged ngantepi
kawamaa samana.
- Maesa wus pasrah marang tokit
kocapa kusumeng wanawasa
macan gembong panengrane
santosa birawa nung
meksih anom kukunya lungit
radha lir kapurancang
tutuk mangah murub
netra lir baskara kembar
lumampah neng ngalang-alang tan kaeksi
marma miris pra kewan.
Samana nuju sira dibya di
kesari wisata mireng swara
tangis ngisor Sempu nggone
tiniling saya ngruntuh
manjing kama tangi kang budi
welas mring kang udrasa
tur sima drung weruh
warnanira kang karuna
amrepeki sor sempu kagyat mangeksi
mring wujute maesa.Angalemprak tinup laler wills
wus tan pisan-pisan sipat mesa
serdula tatanya age
ririh denira muwus
paran baya kebo sireki
wus lawas watarengwang
kadulu ngalumpruk
wandanta sawang kunarpa
analangsa ngumbar swara gendeng pikir
kang nglunturken katresnan.Si Danuka sumambung ngreririntih
heh mitrengsun kang sudibyeng wana
sira takon purwakane
sun aneng ngisor Sempu
uwis kawandasa ri tampi
babenduning Hyang Suksma
kelantih ragengsun
tan boga tan ngombe ingwang
kinacek lan sapapadhaning dumadi
tinup larasing kala.Mangsa iki nadyan kurang warih
larang rejeki cagaking gesang
nanging mung awakku dhewe
kang tan antuk pitulung
siksaning Hyang ingkang ngraketi
kaluwih ngelih ngelak
sun tan bisa sung wruh
wit padha nglakoni sira
gembong welas ing nala rumangsa sami
sasamining ngagesang.
Wajib lamun mahyakaken asih
supaya blabor sameng timitah
wusana mong panabdane
dhuh maesa kalamun
ana ingkang tutulung asih
aweh lantaran gesang
srana rijekimu
banyu saha tarutala
mikuwati dadi sambunging ngaurip
punagimu punapa.
Kasmaran kebo miyarsi
dahat asreping tyasira
antuk apuraning manon
metu wasitahing sima
bothi alon manabda
krewara manuara rum
adhuh sardula sing sapa.Tetulung uripan mami
nambak pralayeng sun mangkya
kang uwis kaya mangkene
paribasane wong kuna
nganti kembanging sela
sileming perahu gabus
iku dununging ragengwang.Tegese dahat mustakim
kang kaya awak sun macan
yen nemuwa urip maneh
sabab badanku wus lesah
senacfyan ana pangan
sun kira tan bisa klebu
reh gurung asat kewala.Ewa samono manawi
rijeki kalawan toya
babarengan tekan kene
sun kira nikmat mupangat
tumameng wandaningwang
estu sun kira tan ana.Ana banyu saka ngendi
prasan atiku lor wetan
kidul kulon kali kalen
sumber belik rawa asat
paran derantuk tirta
kesari sumambung wuwus
bab iku ingsun kaduga
Mung paran kang dadi jangji
maesa alon manabda,
prakareku mung rumojong
manut miturut ing karsa
aja kang tekeng lara
nadyan remuk dadi glepung
sarambut pinara sasra.Prabata prinandayani
tumempuh mangsa mirisa
bote sinambung uripe
kang sarta nambahi nyawa
lah kaya paran sima
nglairna budi rahayu
dadya tandhaning susetya.Tuhu memitran lan mami
dunya ngakir aywa pisah
dene yen sira ing tembe
katempuh ing pringgabaya
kesari sun alangna
lakune wong tulung tinulung
mamrih basukining badan.Lahirna cipta samangkin
tumibeng sih kawelasan
prasasat malakul maot
ngijra'il angeja wantah
tumurun nyambung nyawa
sewu yuta panrimengsun
suka sukuring Hyang suksma.Sardula wus anyagahi
sigra wisata ngupaya
lata ron tilar sadrenges
tebih watawis sangang pal
wus nyantuk kinum toya
kehe watara rong panggul
ngrenggunuk ijo ngrembaka.
Tan dangu lampahnya prapti
ngisor Sempu nggone mesa
den brukken aneng ngarsane
danu kajenger duk mulat
lata drenges tilarsa
asreping tyas suka sukur
dahat suka mawantatma.Manembah sujut si Bothi
ing ron kang wus kinum toya
saha matur mring harimong
adhuh singaning Nederlan
nglengkara ta maijanta
satus kethi amba nuwun
pinten banggi dinten benjing.Kula tur wales nyameni
saking darma marta Tuwan
tan langkung amung sumendhe
atas karsaning dat mulya
kang tan klimput ing lembat
ngalimun bidatis sudur
ngawruhi krenteking dhadha.Nulya sadaya binukti
tanggap rasa getih tampa
sanalikane tyasnya jer
seger sum yah midreng jiwa
lumpuh pegel masirna
dahat nikmat sesek singkut
tan siwah janma lan kewan.Larang pangan beras pari
sega beras sepur doyan
kalane kelantih kebo
alang-alang garing doyan
kleyang kewala doyan
kang mangka mangke andanu
mangan taru kinum toya.Antara ron tilar santing
sima terang ing paningal
nulya wisata ge age
ngupaya maning rambanan
33
- kang aneng tepi jurang
sadarpa sungil gonipun
watarantuk nem bopongan.Sinunggi mring narmada glis
subadya cancut tandangnya
den brukken samadyaning we
sasampunira ingentas
binakta wisatenggal
binrukken ing ngarsanipun
bothi tambah sukeng driya.Alon matur esmu nangis
marang risang budi darma
adhuh sardula wong saleh
sewu yuta panrimamba
nangking panuwun amba
mugi kang pracayeng laku
srahna dat ingkang murweng rat.Ywa mamang tindak kang yukti
wahyaning ngamal susila
kadarmanta kang lumeber
atas sadu pari krama
nyrambahi sariramba
nga1angi pedhoting ngumur
marma sampun wancak driya.Suksma tan klimputing ga'ib
ngodrat kalam bangkit molah
saking karsaning Hyang Manon
nulisi sagung klakuan
awon sae sinerat
kang kadi paduka estu
aneng loh makpu tetela.Warah jeroning ngaka'it
ngamal sapinap tunapsa
liripun klakuan sae
dados prauning sarira
kapanggih ing sakarat
wawales tikel ping satus
atasing basuki tama.
Nuli kang suket binukti
dupi karl sawatara
trangginas Kesari gem bong
ngupaya malih rambanan
kang sampat momot toya
sadina ajeg ping telu
mangkono prawireng gra.Wusing wetara saptari
rinangsum ping tri sadina
saha solan satin godhong
sima sangsaya sihira
kongsi nyolong lung tela
lembayung rendeng ron jagung
darbeke janma padesan.Awit ketarik tresna sih
dennya met pawong sudara
lir tunggal yayah renane
tan kena benggang sarema
nir suba sutanira
rina wengi tunggal turu
samana alama lama.Danuka wus lemu gembil
rehning datan kurang pangan
waluya rawas wus pulih
tambah prapteng mangsa sitra
ngreceh lara ping wresa
cukulan ing wana tuwuh
warata satanah Jawa.Mahesa wimbuh respati
santosa lemu dagingnya
sampil punuk mendhol-mendhol
geng luhur yayah prabata
kalimis araras
karnun kupeng muka capu
netrane sumirat darah.Tracak lantas kikil trincing
kulit tipis wulu ngawat
dhasar lamus semu ijo
jangga geng pranaja jembar
buntut merit tur panjang
35
badan gilig weteng dhadhut
kuwat sakti dibyengkara.
Singa miyat pasthi giris
kagum katutaweng nendra
pantes linebokken kunggres
tentonseteling lndiya
yekti antuk ganjaran
apese mendhali prunggu
mesa kang kadya mangkana.
36 [ 35 ]3. DHANDHANGGULA
Lir sakara dennya mitran sami
sardula gembong lawan danuka
wuwusen arimong mangke
mulih ring wismanipun
dupi prapteng panti ngupadi
mamangsan yun minongsa
takdiring Hyang Agung
wektu samana tan daya
jangkfih tuna nubruk luput kongsi langib
sunya tan antuk mangsan.Lir kiniyas rejekine debi
kidang menjangan saha andhapan
kadhal kodhok luwak rase
sapta ari tan mangguh
dahat luwe koncatan bukti
macan gembong klalipan
putek peteng tambuh
kontrang-kantringan kewala
ngalor ngidul ngetan ngulon datan manggih
nulyeng nget kang wardaya.Ngunandika elo toblas lali
ingsun dene wus potang kotaman
rejeki mring kebo biyen
drenges ron tilar sagung
tarutala maneka wami
adoh panggonanira
lawas tanpa petung
wirang isin ingsun temah
saben dina nyunggeni mbrengkut lir glidhig
saking yun budyatama.
37
Tameng gesang tetuhu sasami
supayane tembe antuk palal
wawales ing sapantese
mangkya kebo wus lemu
lulur kisi punuke gajih
lantaran saka ingwang
pikuwating rangsum
lumintu ing saben dina
rehning mengko sun tuna ngupa rejeki
kendran barang mamangsan.Ingsun minta kawlasan ing Bothi
kang supaya nandhani katresnan
wajibe mimitran genten
reh sun kaputeg butuh
dahat luwe cape ingjisim
ingsun jaluke coba
punuke andanu
saparo kewala amyak
nadyan kabeh sun kira tan malarati
wit adoh dalan nyawa.Nguni dhasar wus duwe punagi
rikalane kataman sangsara
sing sapa kang marasake
yun mituhu satuduh
karsanira kang tumulung sih
tan pisan kumedhapa
saguhe rumuhun
lah coba ingsun kepanggya
macan gembong wisata tan dangu prapti
pinanggih lan mahesa.Wusing tatakramaning basuki
silaning kahanan titah gesang
tan siwah adat sabene
nulya mong nabda arum
mring danuka praptengsun iki
tan katemu wus lawas
yun wruh kahayonmu
kapindhone minta welas
marang sira gentenan wong aneng bumi
wenang palar pinalar.
lngsun uwis saptari tan bukti
mider wana ngupaya tan daya
wahyakna welasmu mangke
iki mitranta lesu
kendran pangan sira kang wajib
lamun dhangan ing karsa
punukmu puniku
wus sun tim bang kaya nora
melarati rehning punukira Bothi
adoh lan dalan nyawa.Mangka punuk ingsun kang murwani
sun rambanken ron drenges tilarsa
suket banyu ron-ronane
nemahi daging lemu
anglengguruk punukmu gajih
mangkya wus kiyat santosa
saking kadarmanku
luwar saka kasangsaran
marma aja selak pamundhutsun Bothi
benering tatakrama.Ujaring dalil kalamolahi
wong kang potang ngamal rila eklas
tikel satus wawalese
kang mangka pamitengsun
muhun trirna punuk sapalih
karya cagaking gesang
ywa selak andanu
aja madayeng ubaya
Gusti Allah kang sipat Rahman irrahim
murah dunya sih kerat.Mesa Bothi kumepyuring ati
lir glas krestal kemprang tibeng srasah
mester ingkang mawa semen
nglong cipta slira kumyus
ketes-ketes swanita mijil
tri pandurat tan nabda
jentung pungun-pungun
tuntunging nala narantang
ringa-ringa lesah lir pindah wong ngimpi
sulap pangeksinira.
39
Amarlupa nir bayunireki
cakraning wardaya cipta ilang
kadya kenganglangan tyase
wusanane panggayuh
gayuh-gayuh wangsulan ririh
mrih sami ngarah arah
man uara arum
dhuh debi aja mangkana
dudu padon sira mundhut getih daging
kang tumempel ing badan.Sewu tangeh sun ulungna debi
reh sun datan jangji lawan sira
aweh daging punuk kiye
prasetyeng sun mung tanggung
nanggulangi satru jaya sti
kang sun saguhl macan
tempuh ing pakewuh
prabata pitasik wongsa
tekeng lara nadyan tumekaning pati
tan nedya neat sakeswa.Liya iku tan darbe punagi
ingkang kadya pamintamu macan
iku nedya karya dede
yen mangkono sireku
wong tetulung temah menthungi
pati den nggo dolanan
mung siji uripku
tan duwe urip badinan
yen anaa pamerane bae gampil
reh sira mitraningwang.Lah elinga ywa tindak tan yukti
kaya paran macan karepira
landraten atirnu dhewe
tan gampil culing wuwus
kudu nganggo tinimbang dhlsik
jroning atimu ana
rembug bener luput
ajara budi kraharjan
potang pangan estune anagih bukti
karya anyaur karya.
Rajabrana tuwin guru dadi
bayar arta sapira ing rega
mirit sapira bobote
bobot utawa traju
karya nimbang amrih satiti
yeku lakuning potang
mangka sira jaluk
punuk sira arsa mangsa
ingkang ora wicaramu wani-wani
manut pikir tan harja.Lah trajuneng kecapireng lathi
ywa kawahya yen durung tetela
timbangen bener lupute
saking prasan atiku
lihmu nganggo cangkem wus lami
de cule kongsi salah
temah murang laku
ngrusak pranataning gesang
kay a priye wicara lehmu mbaleni
kagyat debi swardana.Pasrangkara aja kumawasis
lungiting sabda mung amrih murka
iku dudu sabenere
ngatokaken tyas palsu
macihnani budi pranatis
kumetmu nurut empyak
pajatine punggung
elo kujur raganingwang
ngong tetulung temahan pinenthung linggis
awit alaning sanak.Lah ta mara ling-elingen Bothi
durung klingganata daluwarsa
maksih katara tilase
nguni ngarah satuduh
ing wong ingkang gelem nulungi
ilanga cintrakanta
mangke mukir mungkur
mara age katogena
dudu geni sagara wae wis
danuka gebyurana.
41
Kebo nulya sumambung wlas asih
dhuh sardula aja kleru tampa
nora mangkono patrape
nanggulang satru mungsuh
sun pamekken samodra agni
remuk kasawuma
srah jiwa ragaku
wruhanira ora-ora
madayakni prabatapi mung upami
dhasar yen mula ana.Padha kardi yun nempuh sireki
ywa sandeya sun dhisik pralaya
lah endi macan rupane
jamurapi kang magut
dene nganggo melehken jangji
san atiku wus tuwa
mung akeh yuswamu
deneta tan wruh pralambi
lah ngajiya macan pasemon kang lungit
supaya wruh upama.Macan gem bong alon nambung angling
iya bener mesa wuwusira
sagara geni pasemone
tegese kang puniku
bab babaya pakewuh sami
sira kang wani malang
mring sun atetulung
sewu sukur nedha nrima
nora sida sun minta punukmu Bothi
yen mula tuhu setya.Kabeneran banget anujoni
uwis tigang dasa ri punika
sun pancakara katiteh
lan wong lorek dibya nung
tan kawawa sun mungsuh jurit
wit sura sakti guna
wikrama di mredu
sasat Hyang Bathara Kala
ngapurancang rodha catu ngilat thathit
ingsun murut ngendrasa.
Minta tulung marang sira Bothi
sun karya srana leliru lambang
campuh ing bandawala ge
nanging pangiraningsun
tan ku wa wa sira ngalangi
marma sun panggya sira
datan minta tulung
amung klantihe rageng wang
ambebana punukmu ingkang sapalih
iku daging mirungga.Kaya nora tumekane pati
rehning adoh lan dalaning napas
sira mopo wusanane
saguh dadya tutunggul
lamun baya pakewuh prapti
kapaseng yogya bagya
untunging ragengsun
sanadyan mati tan mangan
ujer nora pinatenan lorek debi
kang mangkono tyas tama.Sira saguh angalang-alangi
lahta payo sun tuduhken sira
panggonane macan lorek
kang karya dudu mring sun
kebo dupi miyarsa angling
gembong ingkang mangkana
wucat netra murub
keju ndharedheg kumesar
nar enaran bunaring tyas titis atis
sima dayaning gesang.Gedheg-gedhegjudheg ing pamikir
ing wusana nyanggemi jangjinya
manjing marang samodra we
mangkono wong kasusu
dhasar bodho kaburu ngisin
kesira sabdanira
heh ta kebo bagus
nanging sun pastheken sira
nora klakon ewa samono sun irit
mlakuwa wurining wang.
Wisata lon arimba neng ngarsi
maesa tut wuri pancakdriya
satus yuta bingung tyase
rehning mong ambeg punggung
cipteng kebo tan wurung mati
rinuda rinupaksa
yata puluh-puluh
mati mringkus lan bergagah
yogya panggah saguh tumempuh ing jurit
yata ajang-angajang.Abote wong nedya luru urip
datan dangu karweka tumeka
tirah ing samodra jejer
sima nulih ana nu
saha nebda payo den aglis
gebyura mring samodra
ngetokna panggahmu
tan susah sagara wongwa
banyu bae yen nyata wani ngantepi
mirit punaginira.
Rehning tyas mudha sru kewran
kebo saking dahat miris
sumelang dhengkuning gesang
mele beng tirta smu isin
sedhih kaworan ajrih
kebutuh nglakoni saguh
gugup agedandapan
kaweleh welehing jangji
nalarira kasor sawuwuse salah.Mangkono yen wus kajibah
kasaguhan kang kawijil
tanpa duga lan watara
yeku siratal mustakim
kepleset tibeng terbis
yeku wiyosireng tutuk
wuwus kang tanpa duga
dene kartine mustakim
bener lempeng lunyune kagila-gila.Iku caturing manungsa
ingkang nora den ijabi
lir talang song tadhah udan
gumrojog wutahing warih
weweka wadi-wadi
tan pinikir wetunipun
nanging iku wus lumrah
wong kang susah anenangis
jaluk tulung ngesrahake pejah gesang.Kusung-kusung minta welas
welas asih ngasih-asih
tangise mangarah-arah
heh sagung swaJjana murti
terangna kang satiti
mungguh suraseng pituduh
tepa lupya maesa
sugih miskina kang nganggit
umanjing pu'ating sanubarinta.
Arimba pasrangkaranya
ngesi-esi saha wengis
heh durcala melebuwa
sun tonton antepmu Bothi
miriba bae mangkin
kasaguhanta ing dangu
tandange tuhu setya
ngantepi kedaling lathi
sun pasthekken sira mangsa ngungkirana.Jamake ingsun arimba
satriya tameng dumadi
sarambut tan nyuda satya
aja kang wus den beciki
lagya temu bae wis
wani toh jiwa ragaku
apa sirarsa dadama
maesa sumaur becik
sigra-sigra umahas gebyur sagara.Lumembak ngelangi nglangak
nempuh trunaning udadi
anjagedhag noleh wuntat
sumelangan nyawa gingsir
yen oncat saking jisim
cipteng kebo aduh-adhuh
iki babaya apa
dede dahat meres budi
yen mangkono prayoga mentas kewala.Yen sun cacaka kang toya
mangidule tanpa tepi
nem cengkal kewala sida
wareg banyu anemahi
pati datan patitis
ginawa Jeng Ratu Kidul
kalap ing panasaran
mati ping pindho kaping tri
utamane sun bali nanggulang sami.
Yen pralaya ingsun asap
nulya bali marang gisik
maregi unggyaning sima
muka konjeming pratiwi
pasang welas minta sih
kebo mangkana kang wuwus
dhuh sang maha widagda
ma'ap sambutan ku lesthi
nyuwun inah sakdaleming kawandina.Yen sampun prapteng semaya
kawula ngaturi uning
katranganing kang sambutan
sadasa lah kadi pundi
sardula nabda wengis
kebo sira murang laku
dhustha kartining gesang
kelasrengat glahing bumi
nora becik anglebur silaning krama.Utang pangan sambung nyawa
wirang isin sun labuhi
kalakon nyunggi ron-ronan
mung iku sejaku urip
ing mengko tan temah dadi
rubeda wit kacidramu
ladalah apa ora
saiki saguhmu enting
wus tetela sireku ngrusak planggeran.Kebo mangke kawruhanira
sun rudapaksa sun bestik
punukmu separo iya
wus keri untuku ngeksi
ginoreng pasthi gurih
yen panggah togna budimu
manawa arsa terang
mring dibyeng sunjareng jurit
sejatine sun Ngijra'il ngejawantah.
Nagih potang marang sira
ingukiran temah dadi
padudon atasing dunya
sira wong utang rejeki
panas prih sun 1akoni
wekasan mung nyaur wuwus
tan ana entekira
tembung ngonggrong murih aris
nora daya iku dudu benerira.Rijeki padhane arta
tan kena den mamanisi
tansah saking nga1embana
yeku jatine prana tis
swara ngregeti bumi
yen sirarsa nyaur wuwus
yaktine kena uga
nanging kang condhong 1an pikir
nadyan awon leksana tan dadi ngapa.Sireku dosa rong wama
kang dhingin marang Hyang Widi
kapindho 1an kang potang
yen sirarsa ngadu sakti
sun pesthekken nemahi
kuwandamu nora ngukup
uripa rip-uripan
mung bakal sun cupet Bothi
aja kongsi a1amu kadawa-dawa.Marma srahna patinira
mupung durakanta tipis
dhustha kartining silarja
1e1ethek sarining juti
bumi banyu anjerit
gumeter den ambah ing dur
dursila sa1ah ing rat
sirnaa kewa1a becik
mesa asru kagyat myarsa sabdeng wagra.Heh becik temen arimba
siya tan kena den aji
aja nglakokaken sota
nindakna budi lestari
aji-ajine urip
sesami keh wedi sayuk
trisna lahir batin
sirarsa madhep mring mami
tangeh lamun sun eringa marang sira.
Wong kalah siniya-siya
wus mlayu binuru wani
mogok reh kajibah sayah
nekat toh lara Ian pati
apa tan wruh kumpeni
kaulah marta mring satru
kang wus kalah sinarah
mungsuhe dipun beciki
wekasane ala wedyasih sutrisna.Iku kupiye klakuan
titenana jroning ati
tega pati rila dunya
subagya yuwana murti
ywa maksih kuthung pikirmu
yen swanyana kretarta
miriba Kangjeng Gupermin
cipta ngantariksa sinuwun sasana.lngkang sinuwun tegesnya
punika sinunggi-sunggi
susuh hananing buwaha
sipat kodrat kang pinuji
kumpuling rasa jati
neng Sunan panggenanipun
tunggal lan Sastra Jendra
ayuning buwana debi
aja ngrusak alam jroning jisimira.Duga lawan kira-kira
yudanagaraning ati
yen tan linakon karweka
sastra jendra tanpa dadi
kalah ciptane ngeblis
jim setan mangka wujudmu
macaa surat Kul'a
ngudu birabin inasi
Kesari sira ywa merang
isin mamet warah mami
dadiya candra kraharjan
ora mung sungkan tinagih
dhasare ora abti
ketlanjur wetune wuwus
uga bener sorahnya
uwot siratal mustakim
aneng tutuk musamane kang sanyata.
Dene kalamun wong Buda
ingaran wot ugal-agil
tan pae panggonanira
mung beda tembungireki
wong Ngarab lan wong Jawi
nanging rasanira gathuk
paran sardula sira
sinungan beda ing budi
lahirena budimu welas maring wang.
Kama wantah jajallanat
racuten buwangen tebih
kalbu mukmin baitullah
sireku omahing Widi
tegese mukmin debi
sira dhewe wruhanamu
kapareng tur kapurba
purbaning Hyang nyarah kapti
reh wus paring gumelaring kautaman.
Lantaran rasuling Suksma
iya iku Kangjeng Nabi
murti mulkuning buwana
kutu-kutu kang kumelip
Sleman baladeng Mesir
Ibnu Dawut sudibya nung
wus winenangken warta
kang wus katimba prayogi
mangke sira murang harjaning bawana.
Wetune kang pancadriya
murungken cipta lestari
saha solan-salining tyas
lanat kang tanpa upami
cegah paworing Gusti
punika budi kelurung
larangane sujana
kang ahli klakuan ngakir
lah elinga yen sira bakal pralaya.
Mamriha tama sampurna
urip mati kang nyukupi
pangudining sangkan paran
ungseten Kitab lan tapsir
ywa sira gedhag-gedhig
gumunggung sarta kumlungkung
uripmu mung sapisan
yogyane ngupa utami
laku karya mangka sangune pralaya.Busanane mukmin kang kas
kang kanggo ing ngrika ngriki
aja nglakokken dajal
lahir batine ljajil
pragalba sru angerik
gora reh mageter magut
horeg pratiwi jinjang
nulya mesa pasang liring
buntut jenthar lir wangkawane mandrawa.Arimba nubruk saksana
katampan murdaning Bothi
tumameng sungu gumebrag
rebut jaja sura sekti
dangun ungkih-ingungkih
kakalih timbul teguh tus
wal kuntal ting cakekal
kebo mahyakken guna sti
bijik sela dadya amun-amun awra.Kumedhut dikdeng ngawiyat
ngampak-ampak mawa agni
mayuta-yuta dahana
lir wreksa singa wiyati
bayak nempuh Arimbi
arimong kewran ing kalbu
kamayan dahanarda
daruna cidraning mundhi
macan gembong mamres budi tiwikrama.
Mekar kang guna widagda
dayeng kamayan mawerdi
tinarimeng janaloka
sakala jawah nekani
pancawora wor riris
gumrujug nyirep kang latu
wus nir dayaning wongwa
campuh malih danu debi
kadibyane karo pisan tanpa guna.
Danukana mresing nala
mahyakaken aji Bothi
lenga rasatala wrata
saking punuk sudirengsti
saciptanira dadi
bandung bandawasanipun
dahat sudibyengkara
sakala sarira wesi
macan gembong nulya mahyakken danunya.Asidhakep suku tunggal
nutupi warana wadi
nyumpet kanang pancadriya
ngeksi tiksyeng grana lungit
mantheng kang puja jati
kajating katrimeng sujut
sakala malih warna
wujud waja purasani
iya iku wesi ibrani nagara.Ngendhih kasektene mesa
saknalika dadya glali
ndledek wus tanpa budaya
nulya kasaput ing ratri
samya undurnya kakalih
sima tansah ngunggut unggut
ketang hardaning driya
dennya sru kepenging daging
saya sengkut reh benering tata praja.
Ucapen sira maesa
sawusnya ngaso pribadi
ngunandika jroning nala
kaya paran awak mami
nirbudayaning urip
sun timbang-timbang ragengsun
kaya tan bisa wudhar
kasangsaya ruwet mangkin
nora ana wekasane kang prakara.Sun saraha karseng wagra
sun wenehi punuk sapalih
adate wong mangan enak
tan trima yen mung sapalih
begja keri sathithik
cilakane nyawel gulu
kadhang durung narima
malah ulur lidhah kisi
yen mangkono nyawangingsun kalambrangan.Manawa ingsun panggaha
pira boboting panggaha
ngadu guna dibyeng rana
kepeksa sun gumingsir
wangsul watake debi
culika dursileng laku
wengwengane pragalba
nyimpe dursileng pakarti
nubruk gurung gulu rantas ngebus darah.
Kumambanging nala danuk arda miris
sun gagas tan enak
yogya miruda ing wengi
ngupaya sambunging gesang.Marang ngendi pangungsine nyawa mami
tiwas yen tan ngendra
istiyar wajibing ngurip
sun ngalor kene kewala.Mring wismane menjangan kang tunggal jinis
padha bangsa kalal
menawa bisa ngayomi
patiku kang isya-siya.Nadyan ringkih paribasan giri lungsi
mokal ing tunitah
sigra wanci ratri anis
dhemitan tan dangu prapta.Wismeng randhi ingacaran tata lingguh
sinungan kramarja
bagya binagya ing wuri
kebo nulya pasrangkara.Heh ta yayi menjangan praptengsun iki
harsa minta welas
pancasen susahing ngati
tan ana maneh mung sira.Bothi nulya jarwa purwa amekasi
menjangan sru njola
- rumangsa yen tunggal jinis
kalaling kukum agama.
- Nambung sabda manjangan dhateng pun Bothi
mundhi kadya paran
sae kang prayembak sura.
rangkah kumpreng tuwin randhi
- Tan kuwawa aja kang tempuh ing jurit
pinandeng kewala
weruh bae klenger tuwa.
kancaningsung anggelali
- Reh wus kumuk kasebut kabar kesari
prawira digdaya
kalana jaya dimurti
putus munah gung ing kewan. - Heh danuka pratikel sun sira aglis
coba mangalora
ana sujanambeg niti
kuwuk paparab Sugriwa. - Aneng kendhal growong dennya mangun teki
dhasar tunggal bangsa
Ian macan pangane sami
manawa bisa sung mu1ya. - Banjur srahna pati uripira Bothi
sun kira kaduga
si Kuwuk sanadyan cilik
nanging putus ngelmu byakta. - Saha bangkit mirasat iman sapingi
kebo glis pamitan
ngalor wisatanya prapti
sangisoring kayu kendhal. - Kebo ngungak micareng kuwuk kepanggih
sru kagyat wilpuksa
ngacarani tata linggih
kuwuk nabda nyakrabawa.
Sarwi mesem janur gunung sira Bothi
kadingaren mangkya
prapteng kene netya lutih
lah apa nemu prakara.Ingsun kira prakarama banget sungil
turidaning muka
kusem ngelob-belob Bothi
apa ta darunarira.Kebo maturing purwa madya mekasi
denira wawarta
mring Sugriwa esmu tangis
mukane konjem pratala.Dhuh Sang Wiku mugi paparinga ing sih
pegating uswamba
paduka ulun watawis
saget ngendhih dibyengma.Ulun dherek ing dunya tumekeng akhir
kuwuk nambung sabda
ingkang sarta kirig-kirig
o, o , yen mangkono sira.Barang peteng sing sapa kanggonan wadi
angge apyuh gelap
mangke kenceng pra pulisi
kagledhah tan wus katara.Tibeng dhendha keneng punukmu sapalih
terkadhang rinampas
bab jangjimu kurang resik
pratikelku wenehena.Nadyan mati sapisan slawase urip
nrimaa kewala
ing benjang antuk swargi
langgeng nikmat tur mupangat.Kang mangka wis mupakat benering kakim
sing sapa wong utang
iku kudu nyaur pasthi
mangka utang seje bangsa.
Apa meneh dudu sapadhane Bothi
sanadyan benera
nanging sira tan ngundhili
sasat timun mungsuh duryan.Si Arimba mungsuh Ian sira samenit
tan nggandra sepira
warga sura Itisubadyi
dhasar singane Nederlan.Santerone Tanah Jawa tan mirip
prapbawa goraya
yen gero bumi sru gunjing
gumeter singa miyarsa.Mesa dupi krungu dennya ngling
tanduk ngerang-ngerang
nutuh lalakon kanangwis
sanalika nidayanya.Gagas-gagas tan antuk wenganing pikir
samana maesa
maksih noraga mintasih
danuka matur ngrerepa.Dhuh sang Brewa kawula srah pati urip
tan saged matura
manuara mrih mamanis
mung uswamba kaatura.Dene mangke lamun pun arimba prapti
ulun tan suminggah
reh kajibah soroh pati
mung paduka seksenana.Kawularsa nanggulang ngekahi urip
kuwuk dupi myarsa
sabdane kebo mlas asih
luntur welase sakala.
Pasrangkara marang sira mesa Bothi
heh kebo kang sabar
ywa nglalu mangkono Bothi
sun golek wenganing driya.Nengna gantya kocapa kang kinawi
sajuganing kewan
kenthus kasub ing pawarti
endhek cilik trincing keras.Semu bunder abang nom gigire dalir
sungute tan panjang
lir lombok abang alungit
wulu lemes alus raras.Kulit tipis pandhes prabane mathithit
wenes prabeng netra
sumeh sabare respati
polatane lembah manah.Cakep cukup basa bangsane kumelip
putus kasusastran
pangolahe niti sruti
bangkit tembung Landa Arab.Kehing Kitab Kur'an Tapsir kaelani
supi kawruh palak
mukarang jumiyah bahwi
usul wus dene maknukat.Tasrip nahwuunaul Anwar Bajuir
daka bayanofah
kitap samsarah tajuwit
palanggaraning wawacan.Mat kang wajib it ambilagonah pra'il
wus ngentek sadaya
apa maneh sastra Jawi
pramasastra ywa karana.Dasanama bausastra Buda Kawi
saha layang Babat
Astha Brata Rama keling
Teka wardi Ramayana.
Myang Ambiya pustaka raja prituwin
Layang Anglingdarma
Nawawi Iman bukari
Makutharaja Ian Menak.Mannanira pethangkus ahliing budi
wit dhemen piwulang
buku saananing bumi
saka Nederlan lndiya.Kawruh ukur algebrah myang regelpandri
keh ukuran anyar
elo meter den kawruhi
oobot liter kilo myang gram.Tetimbangan sekal ukuran kalanji
katipu Nederlan
pal emil ukuran bumi
marma kenthus swaijaneng rat.Planggeraning nagara krama sitruksi
wet tuwin setat siblat
angger pranatan pulisi
buku kandhungan datar sah.Myang nawala pradata lan angger redi
aru biru miwah
regelman sadaya ngenting
cukup praboting ngagesang.Kang sidibya nuncep cukup liring ngelmi
pangulahing perang
pangrusakireng duijati
kang mangudi karahaijan.Legawengtyas cipta budi amumpuni
sadu parikrama
tan kendho olah lulungit
tanggap graitaning pasang.
Tan kaweken agal alus sungil rumpil
sarta ahli brata
mudyastuti mring Hyang Widi
susilarja nrang wikana.Guna srana kretarta murti satiti
sabar sarta budya
asih ing dat maha suci
putus ubenging bawana.Pangadilan kukum lawan yuda nagri
kenceng sinantosan
mara sayuk para kumplip
reh wasis mranata basa.Basa,basa basukine den kawruhi
mrih rata raharja
agama nembah Hyang Widi
saya kasub kasumbaga.Panengrane kumenthus met masa nami
pangreka dayanya
katya kagumira tuwin
Pathangkus saha kenthorang.Mangkyandaka kenthula punika sami
Ken thus jarwanira
kalokeng serat pawarti
tembung Landa Mlayu Jawa.
Wijiling tyas padhang nrawang mingis
memetya mut kamot
widagda ing budi wus rejaseng
guna sakti samaning dumadi
marmane kang warti
Kenthus dadi pukrul.Akeh lamun rinupakken tulis
ucapen si kebo
dennya minta kuwuk kawlasane
tansah aneng ngarsa sru mangudi
wuwuse ngrerintih
manuara arum.Samana wilpuksa duk myarsi
temah anebda lon
heh danuka mituruta mangke
ing sapangreh pratikel sun Bothi
sirarsa sun irit
ring omahe pukrulKang subrata dhepok Ngampelgadhing
Kenthus prawira nom
baut munah ing prakara gedhe
nalar ingkang dahat ribet sungil
kang sundhitan klempit
malang-malang putung.Rawe-rawe rantas rina gusis
undhagi ing kewoh
wignya laku goroh sarta ares
sigra budhal kuwuk lawan Bothi
wisatanya prapti
dhepokireng Kenthus.
Ingacaran wus atata linggih
Kenthorang nebda lon
paran baya karo prapteng kene
kang sawiji anandhang prihatin
kuwuk matur inggih
dhuh sang Maha Wiku.Reh paminta sraya sumitra di
punika pun kebo
purwa madya tutura kang bares
aja goroh barang laku kang wis
Bothi matur aris
purwa wusana wus.Ing mangkyamba asrah jiwa ragi
dhumateng Sang Kaot
nyumanggakken paduka sapangreh
uger dede bangsa kulit daging
nyuwun aling-aling
pesatireng ngumur.Datan saget matur kadipundi
mulung jireng lakon
nanging dinten wingking amba darbe
punagi sun reh harjeng ngurip
yen mrukwita nyantrik
dadya uluguntung.Saha makmum puja taki-taki
ngatas kareng manon
Kenthus dupi terang pamyarsane
marang kebo dennya gung prihatin
temahan tresna sih
wruh nalar ingkang wus.Alon nabda mring mesa heh Bothi
bab nalar mangkono
datan ewah mungguh pratikele
kang kasebut angger tanah suci
kang laku neng Jawi
bab selang myang sambut.
Iya iku ran prakara sipil
nora dadi ewoh
wusnya terang Sugriwa lumengser
arsa mulih rinilan lestari
gantya kang winarni
sima kang angluruMarang kebo ngubres ing wanadri
pereng jurang jero
tan kapanggya anglarah tapake
mangkana usiking nala debi
mring ngendi si Bothi
arine ing dalu.Rehning sima taruna dibya di
teguh prawira tos
angungkuli sasami samine
pilih tandhing boboting kumelip
tan ana kang miris
kasantikanipun.Marma dahat mangancaming Bothi
la1u me1ok-me1ok
katon bae sapari po1ahe
wus linali-1ali datan 1ali
1e1akon ngalami
tannedya rahayu.Pantes 1amun pinugut kang urip
alosameng sato
ingsun posing ing ngendi parane
tan atara wus antuk pawarti
kebo mangkya ndhelik
aneng wismeng pukrul.
Manjangan kang nyukani pawarti
katrangane kebo
mong wisata mangalor parane
prapta wismane kuwuk pinanggih
aneng growongan wit
kendhal tata lungguh.Wusnya samyandum harjaning wuri
gembong tanya alon
heh ta kuwuk tekaningsun kene
angupaya buroningsun mundhing
pawarta kang yakin
neng kene andanu.Sira ingkang ngumpetaken mangkin
yen nyata mangkono
sun prajaya wandanya ywa kaget
rehning sira sabyantu ing juti
patut dipateni
ngubungi laku dur.Kuwuk kagyat tyasira gung miris
marasnya dharodhog
sru wel-welan nir budidayane
temahane kuwuk dahat wedi
wandane pribadi
alon dennya muwus.Bener sira panyakramu debi
sun kanggonan kebo
nanging ora mung mampir nyatane
ing mengko neng kulon kene Bothi
wismane undhagi
Kenthus karan pukrul.
Kapungkur kuwuk welasnya
marang kebo sareh ati drengki
nglairken krenah kang dudu
nir tresnaning sasania
tanpa tilas kawelasaning mring danu
pasrangkara heh arimba
sira mangkata den aglis.Ananging ingsun meminta
jangji marang sira yen kebo benjing
ingsun mujur wit bakyumu
lagya nyidham kaworan
saha rina wengi ngrerintih njejaluk
gatih daging jantung manah
yen si kebo tekeng pati.Sun pasthekken keprabeyan
kebo lawan sira angadu sakti
wus tamtu yen nora ngukup
nanging sumelanging tyas
kang ngayomi si kebo kenthus dibya nung
reh atpokat Widisana
baut ngreka daya sandi.Sigra arim ba pamitan
lumaksana ngulon telenging ati
ucapen kebo lan kethus
kang lagyeca guneman
yata wau katungka ing praptanipun
mongsinga kramaning gesang
nguwuh-uwuh minta tandhing.
Heh danuka prastawakna
kadibyengsun singa Nederlan Indi
kang putus pratameng kewuh
munah durtaning karta
anata sih sukertaning jagat rampung
wong mara pranata harja
si Cemer satruning urip.Kebo dhasaring jahanam
kekel langgeng sajroning nraka api
durakamu tanpa petung
leksan kethen mayutan
wus tetela wong dama tinuntun bagus
sinung bukti tekeng lema
dadi papalanging pati.Sasat sinambungan yuswa
emeh bae ragamu tekeng pati
kalantih tan bukti nginum
nglemprak yayah gusthika
wus rinubung ing laler maewu-ewu
nulya no wong saleh prapta
asung rijeki amintir.Jangjimu srah jiwa raga
tekaning don mukir cidra ing jangji.
kodhok dahat murang patut
namanira midengrat
alingana bumi gunung pitung ewu
yen ala pasti ketara
reh gelah-gelahing bumi.Kenthus dupi myarsa swara
sru sesumbar angesi-esi Bothi
nir tatakrameng tumuwuh
dugi sajroning nala
pasrangkara heh pragalba ywa kumlungkung
weruha tataning gesang
sabar pitukuning swargi.
Neng dunya ngupa utama
wajibe wong mengku trapsila yukti
lah ana prakaranipun
inggal sira tutura
rehning kebo ana kang kuwasa mengku
tegese wengku pikuwat
ingkang tanggung ala becik.Ingsung kang wenang masesa
saisining jroning kukupan mami
lamun ana nalaripun
prayoga pratelakna
wus lakune prakara kudu den atur
kamot aneng gugat jawab
saha paturaning saksi.Proses perbaling papriksan
pra kumingsi kang wajib ngudaneni
dakwa myang panangkisipun
endi kang bener menang
marma jroning angger Nederlan kasebut
bab kaping nenem mangkana
wenang wajibing prakawis.Heh Macan age tutura
purwa madya wusanane prajangji
wanci dina sasi tahun
sun pacake neng layang
sarta asli kalairanmu kasbut
lan maneh panggaotanta
yeku lakuning prakawis.Lamun nora mangkonoa
tan tumindak lakuning gugat mangkin
wit angger Nederlan sung wruh
bab ping nem likur munya
nora kena wong keserek dening kukum
yen tan terang nalarira
marma dina tangga1 sasi.Kudu kasebut neng dakwa
bokmenawa nalar kadalu warsi
bab tri dasa juga nutur
prakara klengga nata
mung rong werna siji kang digugat lampus
kapindo kadalu warsa
wus kasep kaliwat lami.
Yen sira wus atur gugat
si danuka uga sun priksa nuli
ngaku mukir jawabipun
uga kamot ing Jayang
yen wus gathuk gugat jawab ingsun putus
watone angger lndiya
marma sun mangkono debi.Miturut dhawuhing Nata
Kangjeng Nabi Suleman prajeng Mesir
kang ngratoni kutu-kutu
dharatan Ian samodra
wektu iki paring bebeneran amung
cacahing ngadil nem warna
siji bebeneran dhistrik.Pindho bebeneran bupatya
ping tri lanrat kaping pat rat kuliling
lima rat yustisi iku
bebeneraning Jawa
kang kaping nem aran pangadilan luhur
iki unine pranatan
jroning bab sapisan debi.Lan maneh ana pranatan
kang winenang padha bekel pulisi
uga nenem cacahipun
sawiji lurah desa
pindho lurah dhistrik ingkang kaping telu
hup jaksa Ian para jaksa
kaping pat para bupati.Para residen ping lima
kaping neme sarupane priyayi
lan para uwong wus tamtu
kang pinarcaya jaga
dene ingsun iki dhawuhe Sang Mulku
kinawasa ngreh kang tata
ingkang kasebut neng beslit.
Dadya dhestrik ngrangkep jaksa
marma kudu wruh bab pranatan kaping
satus patang puluh telu
tekan bab satus hastha
sarta bab ping telung puluh nem kudu wruh
tekane bab seket papat
iku wajibireng dhestrik.Marma macan proyogeng wang
sun pacaka neng tulis supaya ling
ciptaning mong bener kenthus
sakehing gugat jawab
luwih titi ingatur pratelanipun
heh pethangkus rungokena
juti culikane Bothi.Dakjarwa purwa wusana
sanyatane tan suda tan muwuhi
tinulisan dening kenthus
satiti terus terang
Kenthus nulya nadba mring maesa danu
sarehne wus antuk wulang
ature danuka mukir.
Durmaning tyas danuka matur tan ngrasa
utang arupa daging
dhumateng sardula
yekti nguni kasrakat
kelantih tan minum bukti
tandya pragalba
tutulung lata warih.Ron katela rendeng drengesing tilarsa
amba bukti nyekapi
angsal slapan dina
sadinten kaping tiga
sampatan kirang punapi
praptamba lema
estu mong kang ngingoni.Dene mangke mong nagih kula sandika
badhe kula bayari
sapinten kang gugat
darenges ron tilarsa
kinum warih kadya nguni
ujar wus terang
pangadilan dhawuhi.Macan dupi krungu jawabing danuka
ngukiri kang prajangji
madeg suraning tyas
ngerik gora-gora
sru minta lawan ing tandhing
lir yun nguntala
Kumenthus nabda ririh.
Heh sardula ywa ge mahyakken disura
kumlungkung kumawani
yeku salah tampa
dudu caraning a tata
mungguh tataning prakawis
kudu katimbang
mupakat lan para lit.Yen wus kumpul siji panimbanging nalar
nuli dhawuhing ponis
tegese prampungan
uga kamot ing layang
nanging ares kudu mawi
den sahken marang
huk nagara Batawi.Terus marang Mesir kunjuk Nabi Sleman
ratune para kumlip
mengko yen wus teka
mangka sira tan trima
kena rekes badal ponis
de gugatira
iki prakara sipil.Sarehena bae sawetara dina
kang sabar kang aririh
aja murang tata
pragalba wus darana
dupyantara rikeng pinis
satekanira
bab prakarane debi.Dennya dredah rebut bener Ian danuka
prakara potang silih
adiling pradata
wewaton wet lndiya
saha panimbanging pra lit
kesari menang
bener tanpa rijeki.Rupa suket taru lata ron tilarsa
lung rendheng tuwin warih
anetepi gugat
bab gugate mong minta
daging sacuwil tan keni
dene maesa
iku kudu numpuki.
Bab ping satus sawidak pitu uninya
pranatan tanah lndi
kang dadya gegaran
mungguh apsahing tandha
sajroning prakara sipil
marma danuka
kepeksa ambayari.Yen bab punuk macan pisan nora kena
a wit tan darbe saksi
dhasar kebo singlar
ngaku mung utang pangan
gegodhongan miwah warih
iki putusan
dhumawuh mong lan Bothi.Sima dupi myarsa ponang rampungan
buteng riwut netrandik
anggero lir gelap
liwungan pancadriya
kang basmaranging tyas wani
nyat ngadeg malang
megung anguwuh tandhing.Anggurnita sayuta jagat kebekan
prabawane weh miris
giris singa myarsa
tandange singarudra
netra lir danu mayadi
denira sumbar
rebutan den ngajurit.Iya iki leyo Singaning Nedelan
kenthus dulunen mami
yen sirarsa sima
lebur luluh wor kisma
barenga maju lan Bothi
kang dussutarta
lelethek satru juti.
Kenthus dupi myarsa sabdaning arimba
nambung sabda sung peling
heh mong ywa mangkana
wruha tataning praja
bageyanireng prakawis
den silah-silah
mung kinarya rong warni.Kang sawiji sipil araning prakara
roro aran kriminil
de sipil punika
kayata apyun gelap
myang lakuning potang silih
saha yen ana
na1ar kang cilik-cilik.Yen kriminil iki mring bab kadurjanan
kayata wong ngapusi
mating culeng kampak
ngimpes wong tuwin begal
ngobong omah gawe dhuwit
yeku sadaya
munggah landrad wus pasthi.Mangka macan prakaranipun punika
klebu bageyan sipil
pamancasing nalar
tan trima kena munggah
badai ponis iya keni
kasebut neng bab
satus sangang dasa dwi.Tekaning bab satus sangang dasa hastha
kena rekes manginggil
anjireng lampahan
sarta nampik putusan
papriksan sadaya bali
yen wus neng kana
yekti katimbang malih.
Macan meksa tan darana ambeg harda
keras mawinga wengis
ngisis siyungira
tinon lir kapurancang
kuku megar ngilat thathit
pasang weweka
rehning sura dimurti.Saraweyan susumbar aminta lawan
Kenthus wikruma wredi
mekar jaja jembar
wadana mijil gelap
sru tumanggap heh kesari
tan kulak warta
anom rungoning kuping.Yen si Kenthus prawira murti widibya
putus kridhaningjurit
hiyeki kwandaka
sring gadho daging macan
kapasang yogya sireki
sun katagiyanRehning saben dina wus nadhah satunggal
yen tan pracaya debi
lah ta tilikana
sumur ing wurinira
luwihan endhas mong siji
kang kaya sira
nora entek sun bukti.Kebeneran arimba mundur angungak
jeroning sumur keksi
ana sirah macan
gengnya kagila-gila
mong tandya lumayu gendring
tan wruh yen sirah
layangane pribadi.
Grahitaning nala si Kenthus sanyata
digdaya sura sekti
guna wira tama
sun sakethi tan nyana
yen bisa munah kesari
mong nunjang-nunjang
lumayu sipat kuping.Sarwi gero goraya geter kumetar
ngetan yata winarni
kuwuk krungu swara
ning macan kami gilan
wusing kapanggya
wilpusa tanya aris.Paran baya sira mlayu sarwi mahyang
gugup dennya mangsuli
kuwuk bener sira
Kenthus tuhu widagda
ubeting nalar mangenting
prakataning wang
kalah sarta meh mati.Ing samengko si durcala kinukuhan
sun jaluk nora olih
nganggo gugat jawab
laras lakuning nalar
prampungane sun katitih
nedya sun paksa
temahan sun sinung wrin.Jeron sumur ana endhas mung sajuga
ika sisaning bukti
Kenthus saben dina
siji tadhahe macan
nuju norantek sunmeksi
sru kamigilan
lumayu yen binukti.
Katujune kakang sun nora den untal
buru daging sacuwil
meh kelangan nyawa
yen mangkono Sugriwa
sun rilakake bae wis
kebo satunggal
ngupaya dina buri.Lamun maksih urip kaya nora nguyang
dilalah wus pinasthi
dawa usweng macan
ing wana ora kurang
mung nyingkiri kebo siji
kuwuk tumanggap
wuwuse ngesi-esi.O, o, bodho temen sireku macan
kena dipun apusi
adating kenthorang
mbubujuk ngumandaka
baut jalak angalentik
saking blilunta
tan wruh dugi prayogi.Sayektine kang neng jeron sumur ika
layanganmu pribadi
dudu leluwihan
enggone mangan macan
jane sirahmu pribadi
yen tan pracaya
ngombeya marang belik.Mesthi ana sirah macan kaya sira
gedhene nora slingsir
mong sigra ingajak
mring belik gegancangan
wusnya prapta nginguk nuli
meruh ing rupa
nira neng jroning belik.
Dahat ngunguning driya keneng paeka
arimba muwus aris
kaya paran brewa
rnungguh pratikelira
sun manut sarehireki
supaya gampang
si kebo sun pateni.Sira kuwuk sumarnbung sabda heh rnacan
prayogane sarnangkin
baliya kewala
kang teteg ywa surnelang
cature ywa winiyarsi
rak banjur lunga
si kenthus kebo keri.Nadyan wani panggah si Kenthus tan gondra
ingsun wani prang tandhing
ngaduwa kadibyan
sira prang lan maesa
aku muhung njaluk dhidhih
bakyumu nyidham
iku kang dadi ati.Dene sira yen sumlang payo lan ingwang
kang ngaterake bali
buntutmu cinancang
kalawan buntut ingwang
tandha yen saeka kapti
wus linaksanan
buntut cinancang nuli.Tali pati murih kenceng kukuh kuwat
kuwuk nemplok neng gigir
sigra mong wisata
mring Ngampel-gadhing prapta
pathangkus kagyat rnangeksi
kalong suranya
mangkana cipteng ati.Lah ta sapa kang ngojok-ojoki macan
dene ta wani bali
mokal yen oraa
ana ingkang ngegusah
Kenthus nulya trang mangeksi
gigiring macan
kuwuk ingkang mathangkring.
Asru manabda pathangkus marang Sugriwa
sira ngobong prakawis
pakarya Atpokat
kasebut angger Indiya
bah ping satus tigang desi
lan sajroning bah
rong atus kawandesi.Uga kena wong tetulung ing prakara
kudu nganggo notaris
nyekellayang kwasa
saha kang darbe nalar
balik palilahe endi
kang wus tinandhan
dening tuwan notaris.Yen mangkono tekamu mung nyaur utang
macan sawiji iki
minangka anakan
lah ta sun datan arsa
lakuning ing jaman iki
akeh wong utang
kudu kendel ngrenteni.Mangka insun kuwuk selak katagihan
kongsi lungse kang wanci
sira padha uga
kasep manggarah limpa
ning macan tansah nagihi
dene ta sira
mung nggawa macan siji.Gawe apa malah anggegarak racak
78
Nora gawer binukti
yen Sugriwa sira
tan bisa sung entresan
saben dina macan kalih
sun wehi mayar
nicila saben ari.
Telu-telu ananging utangmu dadya
macan sawidak siji
babone tri dasa
yen tan dadya pejahan
saben dina anganaki
nora sah-esah
sun welas mring sireki.Sima dupi mireng sabdaning kwandaka
yen mung karya ngrenteni
dahat kamigilan
dheg-dhegan tarataban
kasudiranira enting
nggemprong anggiwar
sigra lumayu nggendring.Nyerang alang-alang glagah padhas parang
buntut keseret muntir
Sugriwa gandhulan
nanging tansah linarak
kala maju macan wani
ngadeg buntutnya
yen kalah ngawet silit.Kuwuk babak bunyak bodhal-badhil bundhas
kulit lir den seseti
akuthah ludira
tetes samagra-marga
nulya mandheg macan nolih
lah rasakena
wong arsa gawe nicil.
Mudhaning budi serakah
sandhangen wawales mami
sandining cipta wilpusa
memagang ngloropke pati
utang-utang pribadi
sun nedya kanggo panyaur
malah dudu sahuran
muhung kinarya ngrenteni
tanpaseh yen nora nyaur tridasa.Kehe samono utangnya
sengadine wani ngirit
sun tan uning den pitnah
tan wruh lamun satru budi
lan kenthus mangan debi
saiki sun wruh yen palsu
kuwuk wus kapidhara
nir kabudayaning ngurip
megap-megap gya ginugut brewa pejah.Patine kuwuk tetinggal
swami nyidham telung sasi
dahat sungkawaning nala
garbini tinilar nglaki
wau ta sira debi
sonya pangungguting kalbu
ming maesa wus rila
nadyan kapethuk ing margi
wus tan pisan darbea pangancam-ancam.
Sigegen wahyaning gita
ing nagari Ngatas angin
ugi maksih wanawasa
kewan wignya tata janmi
tan pae tanah Jawi
wus karsaning Hyang Mahagung
waktu ing jam an kitrah
kaelokaning Hyang Widi
tanah Ngatasangin wonten trahing wirya.Ken Wedhus prucul arannya
maksih kenya mati ragi
mider-mider wana pringga
saben guwa den leboni
ngambah jurang kang sungil
wus nirbaya gentur laku
nelas saliring tapa
kang pininta mring Hyang Widi
ngungkulana sasaminireng ataga.Ngungset pamusenging cipta
lali nendra minum bukti
kyating sedya murti tama
tumaninah mamet ja 'is
sima kang jabar lalis
lalu nuksmeng labda makbud
budi nuksmeng susila
silarja jananing ngakir
karahatjan mandhep cukuling kamukswan.Swatama yun daniswara
puwareng wredha kapusthi
dayong angga suksmantaya
mrih tumrah mratani warti
murcita dayeng budi
adining wanudya punjul
ngeningken mantra sedya
sabaskara lamun anis
sebak suranggana dwistheng cakra kembang.Bagyarja jawata mulya
mawantah keksi budyadi
diwangkara sor prabanya
wimbuh liwering thathit
kusut rebut pangeksi
tetela nugraha tuhu
Rabana sipat rhman
Rahim kayitma semadi
nir deyestu setya-setya taga brangtha.
Tan kadheg pamintanira
manah driya mardi budi
lir madubrata manindra
darana museng manganti
diwereng ati mati
pinendhem sakaning ngidhup
ngadhepaken sarjana
laksiteng kawangsul kamsi
tanpa pamwit jahet samanuljanat.Tinutug sedyaning puja
wong temen Allah nemahi
nemu ing atma pramana
maninjaya kang kaputhi
pinasthi antuk jais
kabukti narimeng sujud
mujut idayatolah
ana kaki-kaki prapti
jog tumurun saking wiyat mawa praba.Rinubung thathit liweran
teja wangkawa ngengeksi
mancur sudhul ngakasa
saputen miris kang ngeksi
satengah kadi ngimpi
satemene nora turu
sang Werda pasrangkara
mring dyah kang mudya semedi
heh ta nini munajatira katrima.Sinarsah karseng iswara
kinacek sameng dumadi
biraten subratanira
wus takdirnya Hyang Kang luwih
nanging lantaran nini
nambut tataning tumuwuh
sira sinungan praja
satriya tama linuwih
gentur laku subrata amatiraga.
Asrama ing Ngampel denta
anggraning Sundara ardi
wus lami antuk nugraha
dene kasubing wawangi
Pokrul Kenthus undhagi
dwija kang susila punjul
madhangi ing wana ardi
sira nini ing tembe darbe atmaja.Jalu nur nuksmeng sasangka
paparab dyan Bagus Yatin
karan Kancil Among praja
lirnya dyan iku wiradi
basa wiradi nagri
lah sira wus pana
dhawuhing Hyang Mahasuci
anyipa padhemen pancadriyanta.Mangkya sun untapken sira
sakedhap prapta ing jawi
wruhanira nini ingwang
Suleman dutaning Widhi
sang retna wus nampeni
sujuting tyas suka-sukur
ana malih sasmita
pratima lit mawa thathit
saking wiyat manjing sajerone grana.Nulya sang kusumaning dyah
cahyanya padhang ne1ahi
narawang sumilak terang
mathem ing budi katawis
asrep kulunging galih
kaki-kaki kang tumurun
maksih imbal wacana
heh payo kejepa nini
Gancare lalakonira
paparengan tungga1 ratri
kang mardikengrat supena
lir wedhus prucul sang dewi
ananging datan guling
jumbuhing wirayatipun
samana ken maenda
nariswara wus tinarik
kadyathathit jog tumekeng tanah Jawa.Prathestha anggeng sudara
sang sukesi tumrun ririh
lir suranggana kasasar
midruwa angganing wukir
sajeg durung tau wrin
sanadyan pawarta durung
sang nariswara mu1at
patapan ngebat ebati
arsa nginte sapa kang darbe suyasa.Ucapen kang nungku puja
eca pitekur pribadi
kagyat ing nala dupyana
aturing wuta weh margi
ganda marbuk mrik wangi
nggadag ngungkuli minyak rum
pacolira sata1a
kasoran aruming putri
tanpa sangkan gatjitaning tyas mangkana.Baya iki ana apa
ganda marbuk amrik wangi
apa dewa ngeja wantah
tumurun ngudanken wangi
sajeg sun durung uning
sari rum kadya punika
lenganing ngari loka
jroning jagar sonya ruri
teja maya kratone Bathara Maya.
Pathining Jayakusuma
lalangening Hyang Pramesthi
nilakantha Jonggringloka
bayeku padmaning kuldi
kang neng janatun angim
sasengkeraning Hyang Guru
tumanggal ngejawantah
apa baya ingkang kadi
kadi apa ganda mangkene punika.Samana munthikaning dyah
wus nyipta suyaseng Resi
katara ingkang wangunan
botrawi mubeng respati
tirtanya biru wening
kembang jembangan tinatur
nulya Ken menda wikan
sanggar pamelengan keksi
ing jerone ana Harya Setamulya.Cinakra maharsi tapa
dyan marpeki lunggyeng ngarsi
kagyat sang Iswaratam
wruh wangkawa angawengi
turnijengkara wenang
wenesing cahya sumunu
wingit prabaning netra
tuhu siwayaning ngestri
tri pandurat pathangkus angunjal uswa.Pungun-pungun lir supena
lah apa iki apsari
dyan mangarsa lenggah tata
tempuhing netra kakalih
gumensar anganyut sir
dwi ingkang sami gegetun
Hyang Hyang murciteng kantha
kakalih semune isin
Ken menda prucul tansah angingcang imba.
Kang Weni agung ingusap
sengadi ngupaya itik
ngurut iling saka priksa
yekstine tan kedah-kedih
wus jamake pawestri
ingangkat birahi kakung
tenaga solah bawa
bangkit anggegendeng ati
maweh branta ing para priya taruna.Dupi mawas wus tanpa was
Ken maenda matur aris
dhuh sang Dwija ingsun tanya
sajara ingkang sayekti
pukulun nunuwun sih
pituduhing maha wiku
ing pundi kang ingaran
patapan ing Ngampelgadhing
reh kawula atas dhawuhing Hyang Sukma.Prapteng ngriki srana cipta
dening Hyang Kang Maha luwih
nglampahi ingkang pitedah
kapasthen tan owah gingsir
sinungan woting ati
jatukramaning tumuwuh
pa thangkus widisana
undhagining tanah Jawi
amba weca mokal paduka yen dora.lngsun sidhep wiku tama
tan wonten pandhita kidhip
lah ing pundi prenahira
widikan ing Ngampelgadhing
Kenthus graiteng ati
baya iki kang tinuduh
hidayating Pangeran
kaki-kaki ingkang prapti
alon nabda heh teja kang sulaksana.
Dene dahat gennya ngupa
dhawuhing Hyang mahasuci
ihg ngedi sang dyah pinangka
yen wus a warah sun sajari
sun ndherekken kapanggih
wikwadi Bambang Kumenthus
asrep musthikaning dyah
umatur marang sang Resi
kawulestu wanudya trah daniswara.Wana ing Ngatas maruta
menda prucul kang kadharbi
prapteng ngriki lir supena
jog agreng Sundara wukir
mesi suyaseng resi
ngatas yun minta pituduh
pathangkus nambung sabda
kapasang yogja retnadi
iya ika yayi dhukuh Ampeldenta.Pituduhe kaki wreda
iyengsun ingkang mandhiri
wiku ingkang mahabrata
muja mangeningken budi
wus antuk sasmitadi
sun janma wreda tumurun
ngaku Nabi Suleman
ngemban timbalaning Widi
duk saman karweka cocok sajarnya.
Kinanthi kang wus winuwus
Kenthus alon marepeki
sinambut retna maenda
nyengkah mutung jangga nolih
sesambat sarwi karuna
adhuh mati aku mangkin.Dene wong nganggo dianu
apa arep dianoni
kaniaya temen sira
adoh-adoh sun goleki
tibane amulasara
sumangkean wong ambenthing.Aku durung tau-tau
salami tumitah urip
Kenthurang nambungi sadbda
sun uga durung nglakoni
coba padha disekolah
aku kang saguh mesteri.Aku iki mantri guru
kang putus pamardyeng resmi
adhuh barleyaning tilam
manuta sun sarawedi
aja mulah lir wong rucah
mundhak wangkal ingkang siwi.Pathangkus manuara rum
dhuh gusti retnaning ngestri
mandragani nusa Jawa
ratuning pra widadari
kasor Supraba bawana
dening wamanira gusti.
Tuhu presidhening Ian rum
Dhirekturing tepas wangi
Jendrale jroning pasutan
kang wajib masesang ngurip
ratuning teja wangkawa
wangkawa kang ngelun budi.Adhuh dewataning ngayu
sampumeng wamanireki
tri bawana tanpa pama
apsari tan ana mirip
heh amral sun leganana
karya sarate ngaurip.Sun kekudang sun kekidung
ratuning surangganadi
kang mulet cakraning nala
lestariya among krami
krama wajibing ngagesang
mrih tumurun tumrah wuri.Ingsun trima dadya indhung
magangi sabin salupit
kajepiting wentis jenah
ijo maya-maya jait
manjait wardayeng driya
katarik saking maskwari.Puluh-puluh wus sapuluh
kapulet budi Ijajil
jajag kangma jajan ujar
ujer sun ngundhuh woh kuldi
bagya tibeng naraka
wus jamak jangjining laki.Nadyan tibeng nraka jakum
kapleset wot ugal-ugil
ka1amun dhencang-dhencengan
lawan kusumaning pani
pratima retna kumala
manik mananoning ngurip.
Iki ratuning rah sagung
bendara gusti suwawi
denayu den nganten inggal
mas ajeng mas rara nyahi
nonah nuli sirnakena
jajakaningsun puniki.Sapayogya birat kakung
kungkungen madyeng jinemrik
bantingen madyaning jaja
sabetna parang kakalih
kaluluh wahyaning rasa
kang rasane legi gurih.Adhuh sang retna diningrum
sangganen jemparing mami
arane ki Sarutama
tinggalane Arjuna di
kang mandi kagila-gila
upase asring ngabuhi.Tanpa upameng tumuwuh
yen konok usadeng murti
dadi tamba rara brongta
bisa weh kumareng jisim
metokake kringet ala
lah cobanen masku ari.Kalamun sira tan gugu
sun wehi pralambang lungit
wangsalane wong sarjana
kenur jiwa saupami
prajurit kang setrip renda
rasane medhotken urip.Ancur kaca dhuh riningsun
gudhe rambat den lanjari
mor rasa katara tresna
Ken wedhus prucul tanposik
sinrenggaran lir bremara
ngosweng padma ngisep sari.
Pinjung luntur dening ngungrum
ngresing tyas kakenan ingsih
ngasih-asih malat driya
antya cape ati budi
kagiwang ruming wacana
dhasare Kenthus undhagi.Ngelmu pangasihanipun
semar mesem jaran mandhi
arjuna celor kang mantra
winateg sawi ngesemi
jatine goroh punika
mung saka kewese angling.Lambene prataweng kewuh
bangkit gingsiraken ati
aywa ingkang sapapadha
sanadyan nyonyah gupenir
yen kagunturan srenggara
kang miluta mulet budi.Pasthi keguh kumayuyun
marma wong kang ahli angling
wijile wus kanthi timbang
sangkeping dugi prayogi
sasat darbe pangasihan
sinihan singa miyarsi.Tanpa bosen kang karungu
iku caturing undhagi
marma ken maenda dahat
pongah pangihan kang awit
karoban tembung srenggara
sakala bayu nira nir.Jiwa raga tan kaetung
rehning winengkang karna dwi
dwistha kara nampek kama
sasat mati jroning urip
dangu dangune pamurba
purbeng priya andayani.
Wit wus mangsa kalihipun
anambut tata ngakrami
nandyan durung nglakonana
estri priya bab puniki
yaktine tan nganggo ajar
ora susah den wuruki.Samana kalih wus kasub
sandhing ngandhang yen wong ceki
bedhah nagri Majalengka
kaprawasa pothar-pathir
wahya sanyatane rasa
sampyuh kang jurit kekalih.Marmaweng supta wus tutug
reroncene kang kinawi
sinamun pawaka rasa
kang maca Ian kang miyarsi
dupi wus luwar karweka
dahat gegetune ngati.Wus antara laminipun
tan ana winancak galih
sampat atasing ngagesang
widada saha kirabi
teteseng nutpahtin dadya
maenda prucul garbini.
Sinome ngompro kang imba
kadi wangkawa ngawengi
tandha ing guwa garba na
nayakeng jagat yun lahir
wirayat wus mratani
ing janaloka misuwur
samana sang dyah nendra
ngimpi panggya Nabi Kilir
ngandikane wus garbini nini sira.Ing tembe umahya priya
iku aranana benjing
Raden Kancil wicaksana
wus pasthi karseng dat suci
putranira sayekti
pingul dibyambeg rahayu
murwani danisthara
ingadhep kewan sabumi
lah ta nini ingkang ngati-ati sira.Nulya nglilir Ken maenda
dyan marek ngarseng sang resi
ngaturaken kang sumpenan
nyuwun dipun wahanani
Kumenthus muwus aris
sira menenga mung sukur
mring Hyang kang Mahamulya
jwa kongsi kawedhar nglathi
yen karungu ing liyan kurang prayoga.
Wus dungkap ing kawan wulan
maenda nora sah ngimpi
para Nabi sung wawarah
lamun jabang bayi lahir
sinungan nama Kancil
dupi prapta pitung tengsu
Kenthus tampi sasmita
ngalamat ga'ib kaeksi
maweh tandha yun tumekeng tepet mulya.Nabda marang swaminira
yayi sira sun jarwani
sun tan menangi sutanta
marga wus prapta ing takdir
panengeran wus kaeksi
kang pinter sira mong sunu
dene prapta sun mangsa
yayi sira sun jateni
lan sunteni playaran sagara rahmat.Praptaningsun puput uswa
amung kurang pitung ari
nurmukhamat wus tan ana
iku muksising prajangji
marma yen sira benjing
wus parek datan kadulu
yeka ran johar awal
lamun kurang tigang ari
palenggahan Rasul yayi tan karasa.Ing tutik panggenanira
dene yen kurang sahari
napas metu mlebu kurang
asrep kawala sayekti
sumpek rasaning ngati
wit Hyang pramana ginulung
angen-angen kuwasa
gulung napas saking sikil
ingjempolan kang kiwa manjing supana.
Nulya mring betal mukaram
ing jantung angukut getih
ginulung dadi samrica
wusing getih nis manginggil
kumeplas yayah thathit
mring sajroning betal makmur
lire betal iku omah
makmur prameyaning urip
aneng kono ngukut kehe pancadriya.Pangucap ambu pamyarsa
paningal riningkus maring
sajeroning betal munya
ingaran tamajul tarki
uteg tegese yayi
nulya ingsun nyipta mlebu
marang pancering netra
aran Mukamat hakiki
sajatine angen-angen badan suksma.Tegese abadan napas
kena den asmani gusti
wus casam tunggal kawula
ya ingsun iya sireki
sajatine mung mami
lenggeng wujut awang awung
suwunge mengku ana
jumeneng ngaenal yakin
nemu ngalam jembar tan kena cinengkal.Ngliyep nglangut tan pantara,
sarwa sarwendah menuhi,
tan krasa sawiji apa,
mung nikmat mupangat yayi,
ingsun lan sira panggih,
jodho neng akhir ketemu,
yeku nugrahaning Hyang,
kiyamusipatul kadim,
kanjan mahpyan nora angalap wasana.
Lah yayi kang eling sira,
kawruhing kewan wanadri,
wus putus matakayijan,
iku yen sato ngelmu writ,
luhur tan ana nyami,
sasamining kutu-kutu,
nanging janma utama,
kawruh mangkono tan apti,
wit manungsa tinitah sipat mukarab.Lire mukarab kacedhak,
dene Hyang kang Mahasuci,
marma ywa kapengin sira
nora luwih wekas mami,
makhluk tataning ngurip,
sampurnakna pangawruhmu,
weruha sastra jendra
ayuning jagat sakalir,
kang mutamat mungguh esthine pandhita.Terangna rupaning sastra,
myang swara unining tulis,
mungguh sipating kang nyata,
pecahe lambe kang nginggil,
unine manut angin,
napasmu kang manjing kalbu,
iku mungguh sipat kodrat,
kumpule rasa sajati,
aneng ngutek kang mancorong lir barleyan.Wedhus prucul wusing tampa,
banget pamejange ngelmi,
tumancep kulunging nala,
yata tan antara prapti,
malakul maut nuli,
saking jro kodrat tumurun,
munpakun kayun kayat,
tan ana barang kang keksi.
wus sampurna ken thus jatlning tataga.
Kuwandha ingupakara,
lir adate kewan kang wis ,
maenda denira wawrat,
samanantuk wolung sasi,
mangke tinilar nglaki,
karanta-ranta ing kalbu ,
leleng ling lunging nala
dyan ana swara kapyarsi,
saking wiyat heh nini aywa udrasa.Welasa kang neng wetengan,
yun dadi suryaning bumi,
pangaubarireng kewan,
kutu walang tataga sih,
nrimaa bae nini,
wus pasthi karseng Hyang Agung,
lakimu nuksmeng swarga,
jinaga ing widadari,
nora wurung ing tembe panggya Ian sira.Wus cinetha sadurungnya,
neng lokil makpul ing nguni
marigkya munajada sira,
kang neng guwa garba iki,
jabang bayi kang sigit,
yen lahir arane besok,
Kancil minangka duta,
ingkang susila reh niti,
wedhus prucul umatur nuwun sandika.Wus sirna ponang suwara,
maenda getun tan sipi,
suka sukuring wardaya,
parmaning Hyang Mahasuci,
tan kendhat saben ratri,
para ambiya sung tutur,
riwusnya lama-lama,
sampun dungkap sangang sasi,
dera wawrat mbabar jalu nuksmeng harya.
Akeh Malaekat prapta,
saha para widadari,
sasanti ngundanken kembang,
gunasti jaya basuki,
nanging tan ana keksi,
marmane Kancil sempulur,
adoh kang sambekala,
gara-gara andhatengi,
lidhah kilat thathit wangkawa liweran.Wawang lir sutejengkara,
tanpa kara-kara yakti,
nulya na swara kapyarsa,
heh nini sutanta iki,
lestarekna kang nami,
Kancil paparabe patut,
arane kang sanyata,
den bagus Yatin prayogi
wruhanira ingsun iki Nabi Adam.Kancil nuli rinesikan,
wenensing cahya respati,
sumeh pasuryan ngatirah
prabaning waktra nelahi,
surem soroting sasi,
merang kasoran kang semu,
lahire ri Salasa,
Kliwon mangsa Palgunadi,
tahun lwa ingetang Surya sangkala.Suwara matenggeng kama,
Ken prucul ascaryeng ati,
dahat suka sukurira,
dene cundhuk lawan gaib
wirayat kang dumeling,
timbuling pawarta gathuk,
muhung kuciwanira,
pathangkus datan menangi,
among suta puwara Prucul nalangsa.
Tujune jinageng mesa,
setya tuhune lestari,
anjaga satru durjaya,
kang sarta minangka dadi,
emban pangatas pardi,
mardi budi anenuntun,
sakadaring kagunan,
winahya temen nastiti,
ing kadunyan terus prapteng ing delahan.Ngarsa sinambung umurnya,
dening kenthurang ing nguni,
samana alama-lama,
tan kurang siji punapi,
lir kagege si Kancil,
tan siwah lawan pethangkus
endhek cilik adawa,
abang nom gigire dalir,
kulit tipis kenceng apandhes tur gilap.Kocapa antara lama,
kancil meh balinul ngaki,
yen jalmaa lagi yuswa,
nembelas tahun lumaris,
mempening ulah tulis,
kawruh titinggalanipun,
Kenthus sudarmanira,
buku Ianda layang Jawi,
kitab Arah rontal miwah tembung Buda.Sadaya kawruh ginulang
wong sinau kang taberi,
lawas lawas iya bisa,
nadyan tanpa guru kancil,
rehning trahing linuwih,
tajeming tyas yayah punglu,
pesate saking tingal,
marma Jawa Rab patitis,
Mlayu Landa moncoling rat pramudita.
Dera subrataning kancil,
wusnya putusing kagunan,
kerep pepara lungijen,
malbeng wana sunya pringga
jurang trebis gunthaka,
jajah ingkang singit singup,
munggah wukir malbeng guwa.Dhugal nakale kepati,
drengki baut ngreka daya,
panas baran panastenan
ngrusak silarjaning dunya,
reh maksih kirang yuswa,
dene maesa andanu
datan sah mestuti karsa.Kancil yen nerak tyas sipil
maesa matur ngrerepa,
manyegah karsane rade
ananging datanpa guna,
wus mangkono klakuwannya,
wong ala tan bisa kawus,
yen durung keneng rubeda.Ciptaning kebo ngantepi,
tekade tan nedya ginggang,
ngawula ing selawase,
makathik makanan kewan,
dunya prapta delahan,
ngemhani harang reh nurut
minangka walesing setya.
Warnanen samana kancil,
nyingit prihadi leledhang,
marang sapinggiring kalen,
Kancil kacaryan duk mulat,
ananing cecukulan,
palguna sedyaning kalhu
yun wruh uluning susukan.Wisata sarwi menyanyi
rengeng-rengeng ngura gita,
tembangan kang sarta lagon.
suluk kawin Sangsekreta,
slawatan pepujian,
gagas-gagas agallembut,
ulah liding kara kara.Tan dangu lampahnya prapti,
ulu kalen Situbanda,
arsadus Kancil karsane,
wus meh umanjing ing toya,
Kancil kagyat duk wikan,
kewan satunggal puniku,
gandhulan lumut dendungan.Gremet ngarah-arah ririh,
darana dwistha ing karya,
kancil meksi gedheg-gedheg,
rurupan ananing jagad,
hangsane huron toya,
Kancil grahitaning kalbu,
lah iku huron punapa.Mokaling titah dumadi.
asnapun kodrating Pangran,
dahat ala saru aneh,
kayat kayun kang cengkrama,
dumunung ananira,
palguna tatanya gupuh,
heh teja kang sulaksana.
Tigas makyengsun mangeksi,
mujut sipating kahanan
ngendi pinangkamu kowe,
mring ngendi paraning karsa,
nembe bae sun wikan,
heh saru sapa aranmu,
asalan jinising apa.Dene banget saru nisthip,
nistha karupanira
nauri sun iki keyong,
jinisku bangsane toya,
akeh tunggal manira,
ing bangawan miwah laut,
rupa-rupa kuwasengwang.Kayata pongpongan kijing
yodi kima kroco bakang,
tirem kerang sasamine,
ingsun kira nora beda,
titah kang neng dharatan,
sipat ingkang saru-saru,
mratani gumlaring dunya.Balik sireku pribadi,
jinis apa ranmu sapa,
tuwin ngendi pinangkane,
kang tinakon mengsem nabda,
sun Kancil ranku ingrat,
swajana kang sarwa putus,
gunadi myang kasusastran.Nanging salawas sun urip,
kerep cengkrama wanarga,
samodra kali myang kalen,
durung tau weruh sira,
buron we dahat nistha,
sudine kang ngaku sunu,
darbyatmaja sipat sira.
Luhung cupeta bae wis,
urip ndedawa cilaka,
wujut sipatira asor,
saha tyasmu punggung mudha,
tan kaprah makluking Hyang,
mobah molah wisa katut,
ngreribeti barang karya.Cacat banget nggonmu urip,
ora sampurna ing rupa,
bok matiya bae keyong,
njaluk urip kang utama,
aywa cemer tan misra,
sudine kang asung susu,
nusoni wujudmu ala.Mokal darbeya sireki,
kagunan ingkang mulyarja
pantese atimu bodho,
klelar-kleler mak emakan
tur tan darbe agama,
Kitab Kur'an nora weruh,
apa maneh tatakrama.Seje lan ingsun puniki
musthikeng jagad wiryawan,
turasing dwija kinaot,
ibu trahing daniswara,
pantes lamun caksana,
sabarang kawignyan putus,
tembung ngoko krama limpat.Luwih maneh tern bung kawi,
nadyan Kur'an katib palak,
Landa Inggris Prasman ngentek,
bab etung wutuh pecahan,
teler nomer sun bisa,
ukur elometer putus,
bobot liter kilo myang gram.
Sarengat tarekat ngelmi
kakekat trus makripat,
asnapu samaning manon
nora kaya keyong sira,
gendheng saha cilaka,
sepi kawignyaning makhluk,
keyong pinggir adoh praja.Mara coba sun takoni,
rupa lan dununging Allah,
pasthi nora weruh kowe,
nadyan bisa ngaranana,
aneng luhur ngakasa,
yeku ciptaning wong gemblung,
trima luwung angger gesang.Tan pisan nuksrneng utarni,
sarua iku tarima,
tandha yen budine rerneh,
romot rucah tan kacacah,
cacat dunya ngakerat,
puniku tedhaking pikun,
karem turu doyan rnangan.Beda lan sarjana murti,
Kancil susilarja tama,
angur mati lamun bodho,
rehe ing trahing kusurna
rembesing madukara,
rina wengi mamrih baut,
kautamaning ngagesang,Ywa lir sira tanggung urip,
cemer ratuning kanisthan,
tan ana sudi mring kowe,
caturan kewala sungkan,
ingsun iki kabetah,
kajibah awawan wuwus,
tan wurung yen katularan.
Lan ngedohaken rijeki,
marakken ati kiyamat
wong cubluk lir kowe keyong,
apan ora darbe wirang,
wruh sasamining gesang,
asor pribadi badanmu,
klelar-kleler tanpa guna.Kapethuk bae niwasi,
sabab nyudakake nyawa,
beja ilang rijekine,
jroning patang puluh dina,
nir jangkah gayuh tuna,
sangisoring tahi besu,
seranduning badanira.Padha-padha buron warih,
luwih bodho luwih nistha,
nora maedahi kowe,
mandhak nulari ing kathah,
pengungira tinelat,
luwih gampang ngaji blilu,
kathelan nyonto caksana.Kayata upami janmi,
sakolah mring tuwan Rudhah,
slawe tahun durung ngentek,
balik ngaji marang sira,
sadina bae pana,
rehning kawruhmu terwilun,
blilu kumprung datan pakra.
Coba matiya bae wis,
jaluka urip kang bregas,
lamun kapengin kinaot,
ingkang sadu parikrama,
dibya niti sasmita,
ingsun nguntapaken saguh,
tumekeng jaman kamuksan.Keyong katgada miyarsi,
sabdeng Kancil ngerang-erang,
tumulya mijil budine,
wangsulane ngasor raga,
ywa tanggung budi dama,
darmambeg asoring laku,
heh kancil aja mangkana.Sanajan ingsun nglamimir,
gremetan kether neng tirta,
nanging tan wegah yen playon,
ngadu dibya kasentikan,
rikat rikatan balap,
utawa bantering playu,
lan sira ingsun kaduga.Lamun pinuju ing karsi,
ngadu guna kaprawiran,
ngatokken kautamane,
sira malayu neng dharat,
ingsun ana ing tirta,
sira lumajar sun mlayu,
cacate sun kapambengan.Tan bisa yen dina iki,
Kancil sru gumuyu latah,
toblas-toblas kowe keyong,
sireku apa supena,
nglindur melek-melekan,
de wani playon lan ingsun,
saya edan temen sira.
Pramanakna keyong dhisik,
lurua kaca benggala,
kang gedhe terang padhange,
dene ta wani balapan,
mlayu angadu yasa,
sacengkal kewala embuh,
mangsa bisa nututana.
Keyong mungkur nabda sugal,
bab palayon durung karuwan kancil
nanging sun samaya sesuk,
emben esuk baliya,
marga mengko sore sun ewuh nenuwun,
memuji muji raharja,
ing Dat kang murweng dumadi.Kancil tyasira sru girang,
marwatatma myarsa ponang prajangji,
sigra nabda amit mantuk,
wusing adoh lampahnya,
kawarnaa keyong nalarira cukup,
ngumpulaken para wreda,
kulawarga yun pergadring.Pepak sagung nawung kridha,
para niti surti sasmita lungit,
sinung wruh kawit witipun,
denira pasulayan,
lawan kancil daruna puwaranipun,
sadaya kul keyong rembag,
dene timbuling pamikir.Mangkana pamuwusira,
heh kang guyub kabeh ana ing pinggir,
suk-sukan gandhulan lumut,
let patang meter padha,
yen si kancil wus lumayu nguwuh-uwuh,
kang neng ngarep sumaura,
heh kancil ingsun wus dhingin.
Dena kang cedhak andhegnya,
ywa sumaur yen ngetarani sandi,
kabeh sanak-sanak ingsun,
inggal padha mapana,
ngeli bae supaya rikating laku,
kang kongsi tekaning sawah,
kang mulat playuning kancil.Wus abipraya samoa,
nalar ingkang wus kasebut ing ngarsi,
nulya budhalan sagung kul,
lir inpantri komandhah,
nadyan rindhik nanging rikat kentir ranu,
saben patang meter juga,
keyong kang jaga neng pinggir.Suksukan angum ing toya,
gumandhul ing lumut nyamar tan keksi,
racak samya agengipun,
bangsane kasusastran,
ing sasmita tuwin sampuma ing kawruh,
sangkan paraning ngagesang,
caksana mangulah dini.Budi wus saekapraya
bisa nanggung barang pakewuh prapti,
dadya tatangkising kewuh,
yeku dayaning nalar,
gecul kumpul bandhol ngrompol bangsanipun,
luwih maneh para janma,
lamun guyub anguwati.Upamane sapu sada,
sajroning suh pinutung nora kenging,
wit dayaning ngakeh kumpul,
yen kang sathithik gampang,
pinutungan wus mangkono adatipun,
gemah harjaning ing Jawa,
saking kuinpeni ka sathithik.
Sawuse keyong sumebar,
kacarita praptanireng prajangji,
Kancul wayah jam nem esuk,
prapta ing Situbanda,
sru gambira ing nala dahat kumlungkung,
marma anetepi setya,
neng kene uwis pinanggih.Gumuyu alatah-latah,
sarwi nabda heh keyong prapta mami,
kene maksih umun-umun,
yun nyatani ubaya,
pratiknyanta rikat-rikatan lumayu,
amung tutuhu mring sira,
yen kalah poma ywa isin.Mumpung durung linampahan,
prayogane wurung kewala mangkin,
aja gela tyasireku,
sun pasthekken sun timbang,
nora pisan-pisan bisaa mlayu kul,
lumaku bae katara,
repot angleler tur rindhik.Marmane wurung kewala,
lir sarjana kang durung wus pinikir,
pupuran sadurung benjut,
keyong nambungi sabda,
kasinggiyan nanging ingsun uwis rembug,
tan ngamungken sira ingkang,
kanggonan budi patitis.Kancil muwus keyong sira,
nora kena sun eman manggya yakti,
kumawani isin mundur,
ngantepi culing basa,
lah ta age tututana sun malayu,
karo engklek pepincangan,
sirig-sirig ngguyu nggigik.
Playune mung api ora,
ciptanira keyong datan nututi,
mendhak mungkur dennya mlayu,
antuk nem meter nulya,
Kancil mandheg celuk-celuk sarwi ngguyu,
heh keyong sun tututana,
burunen iki Sang Kancil.Kul ingkang ngarsa tumanggap,
wuwusira reh wus saeka kapti,
kadi kang sampun kasebut,
heh kancil tututana,
payo ngadu kabanteraning lumayu,
Kancil kagyat dupi myarsa,
swarane keyong neng ngarsi.Sigra-sigra pinaranan
panggya keyong munggeng tepining warih,
pratistha gandhulan lumut,
dhasar rupane padha,
nora ngira yen puniku akal palsu,
Kancil ngunadikeng nala,
e, e, teka nggegumuni.Keyong nulya sru wacana,
kaya paran endi playumu malih,
Kancil sigra dennya mlayu,
nyirig ancecongklang,
watarra wus telung puluh meter antuk,
tandya mandheg undang-undang,
keyong tututana mami.Nauri kang dipun undang,
endi kancil kang ngaku linuwih,
tututana playuningsun,
Kancil marpeki wikan,
wus tetela kul keksi gandhulan lumut,
palguna nir kang weweka
reh sipating keyong sami.
Kancil trangginas malajar,
ngantep ngentingaken ingkang subadi,
paribasan sipat buntut,
watara satus cengkal,
nuli leren mempis-mempis manguwuh kul,
saiki sun tututana,
kang ngarep mangsuli wengis.Iki keyong wicaksana,
lah entekna karosanira kancil,
iya sun kul sudibya nung,
murtining buron tirta,
kang mumpuni kawruh samining makhluk.
anaa sewu lir sira,
bareng mlayu sun tandhingi.Lah wetokna kadibyanta,
lan raupa raimu kang resik,
kumawani ngadu playu,
lan keyong dibya tama,
Kancil dahat merang dupi nyarsa wuwus,
plas lumayu yayah kilat,
antuk satus meter nuli.Ambruk ngalemprak sakala,
gereng-gereng ngirintih waspa dres mijil,
napase angangsur-angsur,
aneng pinggir susukan,
getuning tyas nora ngira satus ewu,
mustahilireng lampahan,
paribasan giri lusi.Yeku rupane glah-gelah,
ora nganggo wigih lan gedhag-gedhig,
tuwin ingkang ambeg dirgung,
paksa unggul priyangga,
ngungkat krama wahyeng basa tanpa koguk
lah ta mara tutugena
entekna budimu kancil.
Palguna terang miyarsa,
pamuwusing keyong mangesi-esi,
dahat merangireng kalbu,
nanging njenger kewala,
narimeng tyas alon maju klunan-klunun,
kawula samangke tobat,
dhumateng paduka kyahi.Mugi paringa ngapura,
sakathahing lepat kawula kyahi,
sampun kang mlajar pukulun,
njunjung kuping kewala,
datan bangkit telas krosan amba sampun,
bunar lingling ciptarasa,
menggah menggeh kempas kempis.Kul gumuyu sarwi nabda,
dena amung samene togmu kancil,
tan timbang lan culing wuwus,
lir ngrubuhna akasa,
iya iku rupane wong kumalungkung,
marang harjaning ngagesang,
kumingsun anggugung dhiri.Prasan atimu kul nistha,
dumeh kuru keri karo sasami,
den piyagah ina tan wruh,
wekasan nawung kridha,
gunadika sujana putusing kawruh,
satus yuta kaya sira,
tangeh bisa animbangi.
Lir sintaka sumbare mring kancil,
palguna gung dennya mangap-mangap,
gumeter ngarepken kalen
muka nor ngusweng lebu,
sru mabungkuh mariklu nangis,
bab kasoran kagunan,
dening prawireng kul,
nulya matur tembung krama,
krameng titah tataning wong madyeng bumi,
darmambeg silatama.Dhuh sang keyong kang swarjana murti,
hesthining tyas kularsa mruwita,
ngatas warsita mrih bolong
keyong wangsulanipun
heh palguna sira wus uning,
mubaling pancadriya,
ingkang kleru getun,
dadya piwulang sanyata,
kehe wuruk ala becik saka ati,
atinira priyangga.Nadyan para Nabi wali-wali,
wus anglunturaken jarwatama,
nanging arang kang cumathel,
reh budi nora mathuk,
rina wengi asolan-salin,
akeh kang datan yogya,
tur ati wus weruh,
nandhing ala becikira,
parandene kang ala dipun lakoni,
reh durung tau wirang.
Wirang iku kasangga pribadi
yen wus nyangga lagy eling kluputan,
iku weruha sababe,
uripe wong sawegung,
jroning ati ana papali,
amumulang klakuan,
ala becik weruh,
reh kuwat rindhuning hawa,
estu budi kelu panggawe kang juti,
padha saben wong gesang.Lah pikiren wasitengsun kancil,
aja merang wet warah wong nistha,
nadyan sipatingsun asor,
nanging warsitanya yu,
anenarik tyas niti surti,
kalawan malih sira,
ungas ambeg baut,
saha ngalirken pangerang,
anenacat nguman-uman tan pakering,
tembe elinga sira.Sakabehe kewan kutu kumlip,
ingkang sipat kayun-kayuning Hyang,
pasthi gedhe paedahe,
nadyan barang kang cukul,
wujud gumlar isining bumi,
kabeh dadya piwulang,
ngluhurken Hyang Agung,
kang bodho myang kang sarjana,
karo dene nguni ciptamu mring mami,
mokal kalah lan ingwang.Lawan sira tikel sewu kethi,
saking gedhe dhuwur kuwat sira,
parandene kasor kowe,
yeka tandhane kayun,
nora kena den wewatoni,
kadama sor nistharda,
jodhone kang punjul,
yen dama nistha tan ana,
wus tertamtu tama luhur tan pinanggih,
becik jodhone ala.
Gehe cilik sugih lawan miskin,
lanang wadon bodho lawan limpat,
elor kidul wetan kilen,
ing ngisor lawan dhuwur,
surya candra sagara ardi,
sakehe kadadeyan,
kodrating Hyang Agung,
kang gumelar bumi kasa,
tetimbangan dunya ngakir nraka swargi,
iku pikiren poma.Aja sira ngendelake kancil,
ing kagunan tuwin kasantikan,
Nitisastra lukiteng ngreh,
santero aran punjul,
pasthi ana ingkang ngungkuli,
sarehning pancadriya,
pangambu pangrungu,
pamuwus saha pamriksa,
cukul saka ing liya marmane kancil,
sira ngati-atiya.Lamun arsa swarjana murtyadi,
den owaha wahyaning wicara,
ywa kaya duk wingenane,
marma ingsun tan gumun,
umyat solah bawamu kancil,
kacihna arda dama,
tyas kuthung triwilun,
pangucapmu wus meh wikan,
yen kang blilu pintere amung sacuwil,
sirenggep dirgeng guna.
Waspadakna umiyat wong bangkit,
wus tan tampik sabarang kawignyan,
tan tampik takoning ngakeh,
kang sawataranipun,
seje kaya sireku kancil,
pintermu mung samendhang
pangrasamu putus,
umuk trahing daniswara,
trah pandhita ngaku satriya utami,
o gampang temen sira.Nora kurang satriya trah gusti,
dadi kompra nrutus adol kandha,
ngalor ngidul golek-golek.
yen kojah katon cubluk,
awit nome tan olah budi,
turun pindho ping tiga.
nuli dadi bau,
radene bae wus sirna,
keri mas-mas nganten kadhang amung si,
yeku wong tanpa guna.Ingkang kadya sariranta kancil,
marma racuten budimu rucah,
lir kang wus kwetu wingine,
saha pikiren kulup,
akeh para pidak wong cilik,
trah kuli oleh bagya,
kombul drajatipun,
ing mancapraja tan kurang,
anak bau sinembah sembah sesami,
iku sababe apa.Upayanen yen sirarsa luwih,
iku dadi wuruk trah satriya
kusuma kang kaya kowe,
antepana wuwusmu,
ngaku-aku satriya tami,
yen wus panggih sababnya,
wruh jejodhon mau,
jodhone gesang pra lena,
jroning urip kudu ngupadayeng budi,
reh urip nora lama.
Urip iku pacangane pati,
mangsa sira umur sewu warsa,
sangang puluh bae layon,
arang kang umur satus,
urip ngakir tanpa winilis,
swarga nraka cinadhang,
lah miyata usul,
apal maknane pahamna,
walmayitu pi ngalamil kubriyajit,
kalibau tegesnya.Pati iku ngalam kubur manggih,
badan kadi neng dunya tan siwah,
oleh swarga nraka gedhe,
marma salawasipun
urip aneng dunya ngupadi,
budya yu utamarja,
mumpung sira kulup,
maksih ngraket pancadriya,
ikut ingkang bangkit ngrowangi pamuji,
sakumrenteging dhadha.Lah ajaren nalamu pribadi,
rehning pancadriya manut manah,
mrih jaba jero rujuke,
tunggal sawiji bagus,
bagus solah tingkah myang karsi,
karsa kang murang sarak,
binuwang linebur,
ngraket kang yogyarja tama,
temen-temen pangekering patrap silip,
tetep wong sarjanengrat.Sing sapa bangkit angampah juti,
nyirnakaken napsu tri prakara,
sida ing kono pawore,
kawula gusti kumpul,
nora pisah nora sawiji,
jarwengsun rasakena,
kang umancing kalbu,
wajibing kawula pana,
kang premanem tindak ala tindak becik,
iku budi sujana.
Bangsa Ngajam ingaran prang sabil
sabilolah dadalan ring Allah,
wong kang nyegah kanepsone,
kang ngubungi reh dudu,
tetap dadi regeting buini,
dadya kapir sanyata,
datil Kur'an sung wruh,
wal kapir sipatul kadas,
pardikane rereget sipating kapir,
iku ingkang prastawa.Pepeteng geng tumempuh ing pati,
tan patitis raketing kamuksan
bab saka reged budine,
luput nuksmeng pamurut,
marma sira mirib bathar thik,
marang sudarmanira,
sang dwija pathangkus,
undhagi murti widagda,
pangajaran reh susila kramaniti
dunya mukseng kasidan.Kancil njenger leleng jroning ati,
pungun njentung kalahir anjarwa,
sarwi tarja sakathahe,
wus kajaja dhinaku,
awit cundhuk lawan pamikir,
luluh lumeketing tyas,
atas betal makmur,
matheming kawruh murtyarja,
Kancil saya ngangseg neseg minta malih,
blabaring kanugrahan.
Nulya matur dhuh bapak manawi,
parenging panggalih suci ekhlas,
amba nyuwun wijang maleh,
bab sajatining layu,
murut saking iradat tihi,
keyong marwateng nala,
insa Allah sukur,
sira bisa tampa jarwa,
pasang cipta karni sopana dumeling,
titis tampa wasita.Nabda malih keyong marang kancil,
poma thole aywa nglirken wekas,
babing urip klakuane,
asiya saineng makhluk.
urip iki sasmiteng bumi,
dadya saksinireng dat
kang kajibul wujud,
pacengkraman kodratolah,
kayat kayun punika sipating gusti,
dat ingkang suci mutlak.Marma kitab tapsir wus wawarti,
kayun bil tokit tegesnya,
Allah tanpa roh uripe,
balbikayati iku,
balik urip lawan pribadi,
tan tengaluk sabarang,
nora ngelak lesu,
nora susah tuwin bungah,
mutamate logat kang mangkono kaki,
dadya jatining Islam.Dadi tali pikukuh imani,
yen tan jumeneng kayun punika,
ragamu lebur yektine,
amor lemah tan wujud,
bumi langit danu maya nir,
kabeh gumlaring dunya,
yeku kayat kayun,
kang mangka sirarsa tampa,
ngelmu rasa rasane ing ngrika ngriki
ungseden den prayitna.
Ana rupa kulup kang sajati,
sebak tawon gumana manuksma,
lah endi dumuken thole,
wujud kang padha ratu,
kinawasa kaluwih sakti,
panjing pinanjing karsa,
yeku sipat alus
aliru liniru suksma,
ingkang dadya mukaning sipat sakalir,
lah mara aranana.Kancil matur adhuh bapak kyahi,
kawula estu dereng uninga,
muhung saweg wruh asmane,
menggah musamanipun,
dereng saged kawula kyahi,
tan liyan mung sumangga,
srah blilu truwilun,
nyuwun ngatas kareng tedah,
asma miwah musamane kang kakiki,
ambestu yun prastawa.
Sageda muksis ing sedya,
puja puji siyang ratri,
aywa muja tawang towang
suwung wangwung tanpa saksi,
kang cocok sajroning sir,
Gusti myang kawula jumbuh,
ngenal yakining cipta,
amba esthi kang tan slisir,
laksitamba tembe reh maksih taruna.Sajatine kul wus wikan,
yen kancil titah linuwih,
tembe yun kasumbageng rat,
mardu mardika ing bumi,
susila krama niti,
budya yu maharja tulus,
lulus panjenengannya,
tata titi yuda nagri,
ambeg tama putus mranata agama.Ngluhurken datul makola,
wedi asih amemuji,
Kancil sinihaning para,
nabi mukmin ulya wali,
ahli yukti kang budi,
kadarman tyas santa sadu,
sutrisna ing sasama,
kahananireng dumadi,
pratignyeng reh ngelmu rasa sasmitarja.
Saha tembe mengku drajat,
nurbuwat midraweng bumi,
kajibah ruwet rentengnya,
sukertining rat tinapis,
sato kutu kumelip,
wedyasih sumembah sayuk,
tuhu yen wiratama,
nanging mangke maksih nganti,
reh tinutup sinengker dening Hyang Suksma.Cipteng keyong wus tan samar,
satiti meksi mring kancil,
sabab dyan ambeke mangkya
nylunat kiyanat adrengki,
awit durung nekani,
jangji tarbukaning wahyu,
maksih sinungan lampah,
durung kawistareng bumi,
wahyeng drajat nganti loh makpuling kodrat.Marma mramana pamriksa,
tandha kasat mateng gaib,
sumela antareng ngimba,
kadya wangkawa ngawengi,
prabawane ngilat thathit,
pasuryanira nyutengsu,
keyong nulya mamejang,
mring kancil sampun den cupi,
kawruh murti sampurna ing sangkan paran.Muksaning ngangga waspada,
yayah brangta ulah ngelmi,
Kancil matur angrerepa,
bapak kulesthi yun muksis
ywa bawur samar miring,
kyahi kususe kajentus,
gesang trus pejah nulya,
mulyeng ngakir kadospundi,
nyatanipun kang tetela kasat mata.
Kapriksa netra kepala,
supados matheming galih,
ngesthi nganggep ingkang muhtas,
sakir kabir den ngengeri,
pinungseng jroning ngurip,
tunggal rasa cipta jumbuh,
paworing gusti kula,
paran dennya nglaksanani,
laksitanya tembe ingkang amba sedya.Keyong mesem nambung sabda,
Kancil wuwusmu patitis,
muweh tandha cipta rasa,
klahir pejah sileng budi,
yen mangkono sireku,
temen-temen pangungsetmu,
estu datan suminggah,
ingsun darma wasita di,
pami wiji cukul ora wit sasana.Sireku pami panggonan,
ngelmu luwih dadi winih,
yen loh saha rabuk kathah,
wijine luwih andadi,
woh mentes maratani,
mawur sumebar misuwur,
kang mangkono sedyanta,
payo umanjinga aglis,
marang kana sajerone guwa garba.Garbaningsun lebonana,
Kancil kagyat matur aris,
ing pundi margi kawula,
reh amba ageng tur inggil,
tinimbang Ian kiyahi,
buntut kawula kang pucuk,
yakti mangsa sedhenga,
keyong mesem nabsa aris,
gedhe endi sira lan gumlaring dunya.
Sakurepe dirga loka,
kang isi surya sitengsi,
salumah isining dunya,
tan sesak ring garba mami,
yen manjing lobok pasthi,
Kancil saya dahat sengkut,
mesem danurjeng nala,
matur sandika ing tuding,
mastu tiksweng suta gya karsa tan taha.Kakyage sira pareka,
iki grananingsun kering,
dwara adoh tanpantara,
Kancil nawang sigra manjing,
cocok wasita uning,
pintu sajuga anglangut,
tan dangu laksitanya,
prapteng jro garba byar meksi,
tanpa tirah awang-uwung nglangut nglanat.Tan weruh kulon Ian wetan,
lor kidul myang ngandhap nginggil,
ngarsa wuri kering kanan,
dudu rina dudu wengi,
Kancil sedhih kang ati,
Keyong nebda heh ta kulup,
ywa maras atinira,
sanalika kancil ngeksi,
ing kul Darmawasita asrep tyasira.Nulya wruh padhanging jagad
lor kidul wetan kulon wrin,
ngisor dhuwur tetela trang,
weruh surya candra tuwin,
tetuwuhaning bumi,
kadulu pepak sadarum,
lawan keyong pinanggya,
neng sajroning ngalam Sahir,
saha sami saged awawanan sabda.
Kul sabda dhateng palguna,
heh kancil kang awas eling,
nuli dudu wasira,
apa kang katon ing wami,
kang kinon matur inggih,
wonten kang kawula dulu,
kantha catur prakara,
abrit cemeng kuning putih,
adhuh kyahi punika jinis punapa.Mangsuli ingkang tinanya,
heh thole sira mangeksi,
durung weruh asmanira,
iku sajatine kaki,
pancabayaning pati,
kang nenuntun mareng dudu,
iyeku sipat mokal,
dadi manggalaning ati,
luwih kuwat gegendheng sipat kang mulya.Yeka paningaling cipta,
tengerana kang sajati,
ing ngendi panggonanira,
dene ireng abang kuning,
iku durtaning budi,
ngebeki jagad jisimu,
dayaning tigang warnaa,
dadi pamurung utami,
ambutoni marang cipta kautaman.Marma sapa bangkit nulak,
ing wama bang ireng kuning,
katri kumunahing tapa,
guna dikane kang yukti,
ngadhangi tyas kang suci,
nyirnakken sakehing ngayu,
harda ngrusak kamulyan,
mahyeng kara murkeng bumi,
sapa ingkang bangkit nulak sabilolah.
Bisa wor gusti kawula,
yen sirna bang ireng kuning,
lestari wor sajugarsa,
dene jerenge napsu tri,
dayane datan sami,
ingkang ireng luwih kukuh,
mahyakken duka cipta,
narik dur panguring-uring,
ngambra-ambra brangasan tanpa wasana.Nutupi pangudi wirya,
dene napsu ingkang kuning,
nggegendheng mring panasaran,
cegah nembah mring Hyang Widi,
sabarang karsa yukti,
pinambengan kuwat kukuh,
kudu karem musibat,
deneng kang abang karem ring,
sandhang pangan turu tanpa nganggo duga.Cipta ngangsa-angsa kurang,
drengki srei kang ingathik,
dene kang putih punika,
anteng ora ika-iki,
prawirarja basuki,
susila kramambeg alus,
ngelmu sasmita rasa,
sarjana murtining budi,
santadarma ayu sabar ing klakuwan.Yeku putih tanpa daya,
tansah kasoran pribadi,
dening kuning ireng abang,
genti karsa tan watawis,
yeku paminireki,
marma yen ngasorken telu,
dadi musthikeng titah,
mutyadi nyanjana murti,
kanugrahing Hyang kang murweng buwana.
Tandya nir kang kantha papat,
nulya ana malih keksi,
manther murup mung sajuga,
nanging wewolu kang warni,
palguna matur aris,
dhuh punapa wastanipun,.
pundi ingkang sanyata,
kang yogya dipun ulati,
wonten kadi retna muncar mawa praba.Saha wenes maya-maya,
istha pradapaning jering,
kang wilis abra markata,
biru wenes angebati,
weneh lir golek gadhing,
prabanya adi umancur,
dhuh punika punapa,
Keyong amangsuli aris,
wruhanira iku cipta lan pangrasa.Mungguh sakabehing warna,
ana ing sira pribadi,
samoa gumlaring dunya,
ginambar sajroning jisim,
ngalam sahir lan kabir,
nora siwah ananipun,
waspadakna kang nyata,
muksis pamriksaning sahir,
iya iku ing tembe panggonanira.Mungguh uripe bawana,
datan kakung tan pawestri
nora rupa nora warna,
datan kasat mata keksi,
mung hawa midreng bumi,
iku kahananing wujut,
dat kang mulyeng bawana,
musamanira Hyang Widi,
kang ngebeki dununge panggonan sunya.
Dene kang cengkrama nuksma,
aran datul insan kamil,
dadi sahadat kang nyata,
ingaranan salat Da'im,
puji kang tanpa tuding,
sahadat kang tanpa sadu,
komram dadi pralambang,
pasemone pra undhagi,
randu alas mrambat witing kasembukan.Sipate langgeng tan owah,
nora melu ngelak ngelih,
suka bungah lara lapa,
datan pisan den raketi,
de kang kanggonan kaki,
Mukamad kang mengku Rasul,
Rasuling suksmatanya,
ingkang yogya amumpuni,
tur waskitha pramana reh karsaning Hyang.Dene kang cengkrameng jiwa,
Hyang Permana den wastani,
iku tembunging wong Buda,
kalamun basa Arabi,
napas arane kaki,
mutamating para guru,
ing Jawa kang wus pana,
napas itu tali urip,
angen-angen panggonane kang sanyata.Yen pisah tirip priyangga,
jumeneng sukma sajati,
nuksma mratani buwana,
palguna umatur inggih,
yen makatena kyahi,
inggih punika saestu,
pathining rasa mulya,
kang sayogya den ulati,
wujut tunggal-tunggale yen sampun pisah.
Keyong alan wuwusira,
lah pisahe kadi pundi,
myang kurnple kaya paran,
upayanen kang pinanggih,
yen wus katemu mangkin,
kasebut jatining wujut,
rangka manjing curiga,
tetepe sira lan mami,
iya ingsun iya sira tunggal karsa.
Marma lamun sira tinakonan kulup,
apa aran Islam,
wangsulana kang patitis ,
basa Islam tegese slamet neng dunya.Liring slamet panjing wetunireng kayun,
kaki dadya sembah,
puja-puji rinawengi,
bakin langgeng salami tumitah gesang.Sapa tan wruh islame ingkang saestu,
tumiba ing sasar,
slusuran jenenging urip ,
tanpa kasil prasasat kewan alasan.Kapir-kupur kapiran agamanipun,
kaya paran sira,
tan ngulah tandhaning ngurip ,
kapriyayang mubeng tan darbe pencokan.Jeneng makluk kadadeyaning tumuwuh,
lire kadadiyan,
pasthi ana ingkang kardi,
ananira thole saking kodratolah.Nora nemu pangeran loro tetelu,
de jatining rupa,
iya Mukamat kakiki,
wujutira mula jamah sipatolah.
Luwih ewuh gegulang muksising kawruh,
kang weruh sat mata,
ewuh rungsit den kawruhi,
nora wikan yen cedhak tanpa gepokan.Sira kulup aneng jroning garbaningsun,
yektine tan beda,
neng jro garbanta pribadi,
iya sira wujud tan siwah lan suksma.Dene sun wus sung wruh sanyataning kawruh,
tilik marang paran,
ngalam sahir ngalam kabir,
nora beda jaba jero warna juga.Saksenipun yen sira dulu dinulu,
apa jroning kaca,
sawujut ngalam sakalir,
nora siwah cocok lan daliling Kur'an.Wal ngalamu kabirdakala sahiru,
jarwane mangkana,
jagad gedhe manjing cilik,
wruhanira sira hyun manjing ngakerat.Warnanipun iya iki kang tertemtu,
nikmat lan mupangat,
nora ngrasa ngelak ngelih,
kang mangkono aran jaman ulu iyah.Kancil matur Kyahi kula nyuwun tuduh,
kadadosan amba,
saking punapa ing nguni,
wonten ngriki dipun wastani punapa.Mungguh ulun dumunung sajroning kalbu,
pundi sasananya,
mugi kajarwakna kyahi,
keyong Darmawasita asru narbuka.
Wruhanamu maskaki dadining makluk,
wit iradatolah,
ingaranan Roh Ilahi,
tunggal wujud den arani Johar Awal.Asal catur bumi geni angin banyu,
kumpule satunggal
iya gusti iya abdi,
sayektine gusti kawula sliranta.Lamun puput uswamu bali mring usul,
aran wujud tunggal,
tanana kawula gusti,
badan suksma langgeng ing salawasira.Kang kadyeku mati mulih ilang nglangut,
kang mati roh kadas,
kang mulih wujud mukadim,
nanging thole nora katon kasat mata.Panggonanmu iya kang diarani Nur,
nuring Mukamatan,
pardikane cahya Nabi,
kakekate enur cahyanta priyangga.Rupa jumbuh istha cahyaning jaba jud,
kuning maya-maya,
iku kang sira leboni,
lah puniki rasane karasakena.Kancil matur yen makaten kyahi ulun,
sampun datan nedya,
wangsul saking ngriki mangkin,
sam pun kraos judheg nikmat lan mupangat.Keyong muwus, o o kaki iku dudu,
yakti durung kena,
lamun tan kelawan pati,
aywa sira gege mangsa kodratolah.
Balik amung ngeningna musthikeng kawruh,
ngungseta ing cipta,
mumpung gesang ywa salingsir
barang pikir kabeh idayating suksma.Saksinipun jroning tapsir sung pituduh,
muni inahuda,
hudayah jarwanireki,
karsanira saha pituduh dat mulya.Ing jro kalbu rumangsaa sira makluk,
sakrenteging cipta,
ngraa dat ingkang suci
nanging aja wani angaku Pangeran.Rehning wujud kidam baka mukalapu,
sinandhang ing sira,
ing ananira pribadi,
an insanu siriwa anasirolah.Tegesipun rasanira rasaning Hu,
tan liya dat mutlak
marma tan pisan sireki,
kagadhuhan kuwasa kalawan karsa.Mobah muwus kumrenteg arahing kalbu,
purbeng kodratolah,
tan miwiti tan mekasi,
tan timbangan datan nganggo lalawanan.Marma jromu sayaktine iku dudu,
rehning maha mulya,
nora pakrana lan dasih
lah budinen manawarsa danurjengrat.Hyang Mahagung nora weneh aranipun
kartining buwana,
gedhe cilik amenuhi,
pandulune pamyarsane aneng sira.
Ing parimwus Gusti datan mawa tutuk,
karsa tanpa mangsa,
budinen pasthi pinanggih,
awit nora adoh saking ananira.Tan lyan nemu urip kang nemu pakewuh,
rasaning ngagesang,
wus jamak jenenging ngurip,
lir kalpika emban kalawan soca.Yayah alun Ian sagara tunggal banyu,
myang kalak-kenanga,
Wisnu Kresna dadi siji,
wujud roro wawayangan jroning kaca.Paminipun sira yen dulu dinulu,
anyar sipat padha,
jaba paesan jro carmin,
sapa ika sajati-jatine sira.Ingkang maksud gegulang lakuning wujud,
wong kang ahli tekad,
darajatun dunya ngakir,
kang tan mikir yakti pekir budi dama.Kudu maksud lumiyat rupa satuhu
lamun wus waskitha,
titi kasat mata muksis,
nora lami bangkit jumbuh angga suksma.Yen wus mathuk gusti Ian kawulajumbuh,
ywa den go rerasan,
sungkan kasoran pamanggih,
sasabana mangkono trahing kusuma.Lamun muwus parah-parah aja kaduk,
awit sasengkeran,
larangane dwija wali,
yen kongsi kawakya medhotken jangga.
Mung wekas sun ingkang emut pisah kumpul,
yen tunggallir paran,
lamun pisah kadi pundi,
saben dina kudu weruh kasat mata.Aja manut santri kang kranjingan kalbu,
Allah saben dina,
den onggrong-onggrong ing dikir,
nanging paksa nruthuk mamak tuli wuta.Arang weruh wandane ngalor angidul,
kinandhut ginawa,
nyunggi anggendhong anyangking,
marma akhe santri kang gawe kiyanat.Kitab usul Kur'an Tapsir kang gi.nilut,
prandene kasasar,
engetane narik silip,
ngambra-ambra kehing dalil manjing jiwa.Nanging bawur saya gasruh mawut-mawur,mirang-miring merang,
kendho nora na ngantepi,
moh mangeran wujud moh mangeran swara.Emoh dhaku asma moh mangeran suwung,
sajatine sonya.
mung aran kang den gandhuli,
sasat Cina neng klentheng mendem carita.Durung weruh neng dunya.panggonanipun,
ngakir maneh wruha,
ngantepi unining tulis,
pan karane sampurna jeneng manungsa.Tiru-tiru rukuning Islam dhinaku,
sadat salat jakat,
puwasa myang munggah kaji,
akeh bae santri ingkang kasangsaran.
Nadyan cukup bareng teka kaji jlebut,
awit arta telas,
dhasar dhuwite sathithik,
ithik-ithik neng laut kandhekan utang.lngsun weruh contone kerep kang pangguh
Yogya Surakarta,
Kedhu Begelen Kadhiri,
Ing Batawi Semarang lan Surabaya.Wruh saestu kaji kandheg luru butuh,
aneng Singapura,
mlaku pulo Penang tuwin,
Garut Ngacih kaji macul nandur kenthang.Iya iku wong Jawa kang kapiluyu
kelu ciptanira,
Mekah Madinah kaesthi,
yun sampuma den lakoni utang-utang.Ingkang putus kudu awas saha emut,
ningireng sarira,
nadyan kaji ping sekethi,
yen nora wruh wandane pribadi wuta,Kur'an sung wruh,
waman ngara panap sahu,
pakat ngarapalah,
tegese wong wruh ing jisim,
ing wandane temen-temen wruh Hyang Suksma.
Branta nadyan nora kaji,
yen patitis budi cipta,
tan darbe polah kang awon,
sanadyan budyambek durta,
yen badan tan lumaksana,
yekti nora nemu dudu,
ing sarak yuda nagara.Marma kang bangkit prang sabil,
suci dedalan kamukswan,
dunya ngakir bagya gedhe,
ambek santa budi darma,
tamarja nyinggah durta,
muksising ngakir kajurung,
jinurung tutug sedyanya.Wekasingsun wanti-wanti,
ambudi rasaning suksma,
aywa rumangsa sirangger,
ngaku sipating Pangeran
mung narimaa sira,
mobah molah mosik muwus,
atas karsaneng dat mulya.Terang yen sireku abdi,
pamine wayang walulang,
mring ki Dhalang mung cumadhong,
yeku angeh-angenira,
kumpule tanpa arah,
yen pisah kanthaning wujud,
padha rupa kaya sira.
Lire wayang kewan urip,
blenconge Hyang Danumaya,
debog bumi upamane,
kelire jagat puniku,
lor kidul kulon wetan,
temu gelang kongsi kemput,
nurut pakone ki Dhalang.Wit ing ngurip mengku kalih,
sira dhalange myang wayang,
aywa nuksma ing tyas awon,
reh badan enggal lumaksa,
dhalange tanpa bahya,
puniku upamanipun,
pasthi lamun tibeng sasar.Palguna umatur inggih,
kasinggihan panabdanta,
nanging kula kinten dereng,
saged rumaket susila,
ambek santa budyarja,
yaktine klakuwan bagus,
angel menggah ing sarjana.Gampil ingkang tanpa budi,
ngantep ulah agama,
kang mangka kinten-kintene,
awon awoning manungswa,
boten sanes kang limpat,
kang duraka kehing dudu,
dununge inggih saijana.Amba yakti dereng manggih,
undhagi kang lembah manah,
kang susanta budi kaot,
kang kathah durta murkarya,
makaten sumerep kula
pundi ingkang lampah dudu,
estu janma wicaksana.
Keyong pasrangkara malih,
Kancil bener wuwusira,
marma mau sun asung sroh,
sing sapa kang sabilolah,
yakti kramat geng prapta,
lirnya sabil bisa ngeluk,
ati ingkang durtengkara.Sapa kapuleting katri,
kuning ireng tuwin abang,
sida ing kono wurunge,
tan bisa wor gusti kwula,
sasar tanpa wusana,
ing dunya ngakir kalantur,
sira dhewe tampa siksa.Kanut tinuntun ing juti
kagendeng ing pancadriya,
pantoging reh patakone,
dunya ngakir tibeng nistha,
remeh tan yun sujana,
kalanggengan nora ngrembug,
mung wedharing karsa ala.Kang mangka urip puniki,
neng dunya upama sanja,
umur sapira 1awase,
tetahunan wewindunan,
maksih nganggo petungan,
yen ngakerat tanpa petung,
langgeng kang tanpa wasana.Palguna umatur inggih,
kasinggihan bab punika,
nanging esthi kula mangke,
reh amba trahing kusuma,
rembesing madukara,
kawruh wusananing ngidup,
amba pusthi tan kawahya.
Nanging batin kula budi,
kang tan pahingan pamawas,
kang kongsi waskitha mangke,
luluh pangudining laya,
prandene sinasaban,
ywa kongsi kawiyos wuwus,
maka ten trahing kusuma.Keyong pasrangkara aris,
ikut bener tekadira,
ingsun nayogyani angger,
nanging sasab kang utama,
saringating ambiya,
wus wrata ing jagat agung,
kuning sarak sanyata.nelar winurukken mrih,
rata tataning agama,
yogya nembah ing Hyang Manon,
dhasar laku wus byawara,
narik reh susilarja,
muksis kinarya kekudhung,
mestu para nabi kuna.Ngalimu kamil-mukamil,
pangulah laksaneng dunya,
pinusthi ngakerat kanggo,
upama sira lelungan,
ing tembe bakal pulang,
apa kinaryantuk antuk,
kang kanggo ing kene kana.Yeka sarengating bumi,
kang gumelar kasat mata,
kena kapriksa ing akeh,
mungguh srengating ambiya,
Kancil matur krepana,
leres bapak kula nyuwun,
ngelmu jero kawijangna.
Mumpung wonten ngalam sahir,
tan medal yen dereng terang,
menggah ing badan lenggahe,
ingkang dados ngelmu rasa,
Keyong mesem wacana,
Kancil majuwa sun peluk,
kang dinuh ngangseg manguswa.Murdanya tansah tumiling,
pasanging kama sopana,
mangkana wijanging keyong,
angger iki tampanana,
laillah ha'illolah,
mukamaddun Rasulolah
mangkana ta jarwanira.Tanana Pangran sajati,
kang sinembah dalem dunya,
anging Allah sajatine,
Mukamaddun Rasulollah,
Kangjeng Nabi Mukamad,
utusanira Hyang Agung,
juru wartaning manungswa.De Rasul rasanireki,
Mukamudun wujudira,
min awal sirahmu dhewe,
ake dununge ing dhadha,
mim akhir puserira,
sastra dal tegese suku,
dene Allah iku napas.Nanging napas kang sayekti,
dudu sipating Pangeran,
kemladheyan nunut bae,
kayun arane kang nyata,
tandhane maksih muja,
lebune napas muni Hu,
lamun metu muni Allah.
Yeku aran salat Da'im,
mau ingsun wus sung warah,
dudu iku sajatine,
wong Buda ran Hyang Pramana,
mungguh wujuding Allah,
kang ngebeki buwana gung,
dudu angin dudu nyawa.Wekasingsun maneh kaki,
mungguh kanthaning ngagesang,
waspadakna tyas rasane,
bab jroning wujudmu ana,
musik meneng dat mulya,
angen-angenira kulup,
wirinastan kayatu dunya.Ingkang cebol nggayuh langit,
lumpuh angideri jagat,
luwih mokal budayane,
miyarsa tan mawa kama,
nupiksa tanpa netra,
ngandika tan mawi tutuk,
punika dating manungswa.Mungguh lungguhing kang pasthi,
neng utek sasananira,
ing benjang yen prapten layon,
iku ingkang ngikal nyawa,
den gulung kadi bolah,
wusing nis nyawa kinelun,
angen-angen badan suksma.Sigra manjing ngalam sahir,
kang tanpa kinira-kira,
roh llapi panengrane,
cahya lir nuksmeng cancala,
danumayani kantha
lungsir kuning lungsir biru,
wungu wamane jabar jad,
Yeku sasana kang suci,
aran jaman uluiyah,
sireku jumeneng dhewe,
sima gusti lah kawula,
sira pribadi iya,
tunggal wujut atetemu,
papasiyan ananira.Kancil pungun-pungun tampi,
andhadha suraseng jarwa,
nulya matur melas asor,
milunta lunturing jarwa,
Kyahi amba yun wikan,
panengeraning tumuwuh,
lamun meh prapteng antaka.
Madukara kul pasrangkara ris,
sira takon babing panengeran,
yen arsa tekeng jangjine,
lamun kurang satahun,
kudu mulat ing wayah enjing,
soroting bunumahya
cahyaning umancur,
rupa pitu monca warna,
endi ingkang kaya kaca angebati,
sajroning kono ana.Jala nidhi nglangut tanpa tepi,
thole nulya netramu kejepna,
tamtu gya pareg enggone,
kasat mata satuhu,
kongsi kanggo ing telung sasi,
nuli salin kang tandha,
dulunen wujudmu,
wayangan kang warna rekta
pasthi katon lir sira rupane putih,
solah tingkah tan siwah.Dene lamun mung kurang nem sasi,
wujud seta mau tan kapriksa,
antuk triwulan lamine,
bebarengan pandulu
ana warih kumilah wening,
keksi ing ngarsanira,
saha malih kudu,
plenggahan ragul tan krasa,
yen wus kurang pitung dina cahya nabi,
Nur Mukamat tan ana.
Yen kurang tri dina kulit daging,
tan kumrisik myang swareng talingan,
gumerbeg ilang swarane,
yen kurang sadina wus,
Hyang Premana asrep kepati,
lebu wetune kurang,
mahya kantha catur,
ireng abang kuning seta,
anyiptaa ana rupa kang sajati,
tan slisir Ian rupanta.Nanging nggawa tandha caplang yakin,
sastra alip manther ing wadana,
yeku panengeran gedhe,
alip mutakalimun,
sastra jendra ayuning bumi,
tumuli sira pasrah,
nalaring Hyang Agung,
munpakun pecat kang uswa,
wusing puput angen-angen gulung angin,
nuksmeng sahiru ngalam.Iya iku sampurnaning ngurip
manjing kanjan mahpiyan tegesnya,
gedhong samar panggonane,
ngahen musamanipun,
ngalam langgeng tanpa winilis,
jumeneng wujud tunggal,
ngahenal yakinun,
nugraha mupangat nikmat,
nora nana ing dunya kang ngupamani,
karaton ing ngakerat.Tanpa arah nglangut angresepi
rata jembar tan kena kacengkal,
kasilir samiranane,
ganda kasturi mredu,
Bangawan Nil nurut batrawi,
woh anggur tinaratag,
mas pinatik jamrut,
paset barleyan sumebar,
neng plataran marma datan rina wengi,
kamulyaning suwarga.
Akeh bae kang uwis nastiti,
tandhaning wong yun murut kamukswan,
miwah swarga kamulyane,
sira lan sun katemu,
garwa suta bapa myang bibi,
sanak sadulur panggya,
rehning jagad agung,
jagad jilik nora beda,
bangkit panjing-pinanjing jangjining tapsir,
kang tan kliru paningal.Ngelmu iki yen kewan wus inggil,
bobote sato buron wanarga,
judheg mulya panggonane,
seje lan janma ulung
kang wus muksis pangulah ngelmi,
sayekti nora arsa,
kabeh mau palsu,
kang sarjana musthikengrat,
wus pramana dudu iki kang den esthi,
maksih sasar satus grat.Ora ana janma kang linuwih,
nganggo ngelmu lir wejanganingwang,
kang wus kotampani kabeh,
ananging mungguh ingsun,
atasing kul iku wus muksis,
cukup dunya ngakerat,
tandhane wus weruh
kanthi mantep ciptarasa,
rasweng suksma manuksma ing sahir kabir
tamat warsitaningwang.
Lah ta uwis kancil sira bali,
marang jaman rame tutugena,
ngawula uripmu dhewe,
mring dunya ywa kaliru ,
ywa kasuwen sira neng ngriki,
kejepna netranira,
Kancil amituhu,
kejep kang dwi aksa nulya,
byar katingal ara-ara pinggir kali,
kalen kalane mlajar.Pinanggih kul aneng pinggir warih,
gegandhulan lumut kancil terang,
dahat jentung gumun tyase,
tapak tilase mlayu,
maksih anyar mangka si Kancil,
ciptaning tyas wus lama,
pirang-pirang tahun,
elok mokaling lampahan,
sira Kancil gyenget pratapaning bibi
Neng alas Ampeldenta.Nulya pamit kalilan wus mulih,
tan antara prapteng Ngampeldenta,
atur uninga ibune,
purwa wusananipun,
amaguru kang ibu amin,
tyas suka marwatatma,
awit ngelmunipun,
cocok lan suwarganira,
langkung malih mahesa suka ing ati,
titi panjaganira.Wus tetela wau sira kancil,
putusing kawruh sampurneng gesang,
terusing kamuksweng tetes,
nanging cacade amung,
kurang yuswa wus oleh ngelmi
sampurnaning kasidan,
temah kurang laku,
wateking sato taruna,
kaduk wani ananging kurang dedugi
dupi alama-lama.
Nuju siji ari sira kancil,
papara pribadi murang marga,
mring wana gung jurang pereng,
anjajah nggon kang ewuh,
guwa-guwa kang sungil werit,
nulya mring pategalan,
kang cedhak lan dhukuh,
ing janma bebara babat,
wus raharja akeh wonge sawatawis
samya dhedhukuh tangga.Ana tuwa tuwaning wong tani,
dhukuh kono wasta Sutatruna,
katelah anak pak Gedel,
wayahe tengah tuwuh,
keh sutanyajalu myang estri,
ana kang wus diwasa,
ananging ta durung,
nambut tataning akrama,
rehning mlarat Sutatruna mengku singgih,
kamituwane desa.Upajiwanira amung tani,
nandur palawija rupa-rupa,
waktu semana pak Gedel,
darbe tanduran timun,
salor ngomah wayah sumerit,
siji loro kang tuwa,
karan timun wuku,
kang mangka mbeneri mangsa,
larang timun ambaning papan salupit,
rongatus seket cengkal.
Luwih dadi akeh wong kang prapti,
para bakul nganyang seket rupyah,
Ki Sutatruna tan aweh,
kudune pitugpuluh,
lunga teka bakul kang prapti,
nganyang timun punika,
Pak Gedel tyas sengkut,
timune tansah jinaga,
pinageran rapet saubenging tegil,
sato mlebu tan bisa.Kawuwusa malih wau Kancil,
miling-miling jabaning talunan,
wayahe jam papat sore,
kagyating tyas dupi wruh
pager dhendheng rapet tur inggil,
ngunandikeng wardaya,
lah apa ta iku,
atertib nganggo kajaga,
nulya nginjen palguna waskitha ngeksi,
e e dene sarapan.Ana timun sedheng renyah legi,
tuwa anom nandhing milih bisa,
saiba sumrah segere,
samana ingkang tunggu,
lagi mulih ngupaya warih,
Kancil tuwuh budinya,
barobos malebu,
neng jero sukeng wardaya,
dupi wikan timun lagya keh sumerit,
agahan ngangsa-angsa.Nandhing milih ingkang tan proyogi,
binuwangan nadyan kang prayoga,
amung cinakot pucuke,
sinesep-sesep muhung,
oyot godhong winalik-walik
ron timune ting slengkrah,
kembang pentil runtuh
pelik-pelik karusakan,
ciptanira nutugi ciptaning ati,
wantu kewan taruna.
Watawis wus tigangjam tumuli,
sampun surup sang Hyang Danupraba,
Kancil barobos metune,
pangunandikanipun,
sesuk-esuk bae sun bali,
nutugken sukaning tyas,
amangani timun,
tan dangu wus prapteng wisma,
kancil dennya turu tansah merem melik,
eling timun sategal.Byar rahina kancil nulya bali,
marang tegal timunan anasak,
keh bosok gogrog pentile
yen wus bigarken kalbu,
mlayu-mlayu anuli mulih,
tan dangu aneng wisma,
cangkelak gya wangsul,
malbeng pager patimunan,
esuk sore gulungan koming sisirik,
nahen kang kawuwusa.Sutatruna angendhangi tegil,
yun mangeksi timun nom tuwanya,
dupi wruh tyase jengkel,
bab rusakireng timun,
akeh gogrog bosok kang pentil,
godhong wit pating slengkrah,
woh keh krowak pucuk,
ngungun jetung jroning nala,
elokojur dene ta sun nora ngimpi,
harda bilahi prapta.
Kewan apa iki gawe rugi,
kapitunan luwih slawe reyal,
wasana sru wuwus thole,
mreneya wruhanamu
suta prapta nulya mangeksi,
gedheg-gedheg anggresah,
adhuh bapak kojur,
buron punapa punika,
kang ngresahi salami kula urip,
teka dereng uninga.Kados kidang tapakipun alit,
labetipun amberobos bapak
punika bolong margine,
wit saking alitipun,
wonten ngriki agulung koming,
ta bete lusah lusuh,
kados dereng dangu,
ee sepahe angembrah,
kadya kalong pamangane den sesepi,
ananging buron alas.Marma kula tan nglegewa Kyahi,
saking alitipun tan katingal,
tibane wus rusak kabeh,
Ki Sutatruna muwus,
narimaa thole wus pasthi,
rehning manungswa wenang,
ihtiyaring laku,
gaweya uwong-uwongan,
pojok papat lima tengah nyekel gitik,
kayu randhu kewala.Nganggo sirah tangan tuwin sikil,
yen dinulu katona lir janma,
lah age njukuka pethel,
nulya atmaja mantuk,
sigra bali pethel cinangking,
sinungken ing sudarma,
sigra negor randhu,
enggaling crita wus dadya,
limang iji istha janma nyekel gitik,
ponang sikil bregagah.
Sirah ageng tangan malangkerik,
mandhe gantar sinampiran gombal,
tumuli pinasangake,
pojok papat tengah wus,
bapa lawan anake mulih,
prapteng ngomah wawarta,
bab rusaking timun,
getun ngungun wong saomah,
kawuwusa palguna kang dahat ngincih,
timun wuku ing tegil.Lampahira duk neng pager ngeksi,
pojok papat lima tengah ana,
sujanma njejer adege,
mrethentheng nyekel gebug,
kancil muwus lah apa iki,
mbregagah mandhe watang,
bandera ing pucuk,
apa ta pandhel Nederlan,
wus pramana terang manawa memedi,
oo dene wong-wongan.Nulya manjing ing pager sesirig,
mlayu-mlayu akoming gulungan,
saha mareki mameden
sru muwus tern bung mlayu
apa kao ini memedi,
penakut jarigan saya,
masuk makan timun,
tapinin kita tiadha,
ambil takut ada sribu saya brani,
kayu binijig sigra.Wusnya ngglimpang rubuh kancil nuli,
marang pojok papat nggon wong-wongan,
binijigan ambruk kabeh,
nulya mangani timun,
sarwi rengeng-rengeng menyanyi,
ngguyu alatah-latah,
ngunandikanipun
iki sewu kethi beja,
mung cacade ora ana cokak Landi,
anaa gawe acar.
Nahen kancil ucapen kiyahi,
Sutatruna kang darbe tanduran,
sabrayat mring tegal kabeh,
prapteng kono samya wruh,
memedine wus rubuh sami,
tumuli pinaranan,
Kancil alon metu,
nanging tan ana kang wikan,
dupi padha wruh wong-wongan tibeng siti,
tilase binijigan.Kanan kering roning thnun malik,
sepah mblayah banget dadi cihna,
yen lungane durung suwe,
weng-wongan lima rubuh,
tinupiksa ing kanan kiri,
trang rubuh saking kewan
kang durta silayu,
tuwuh tyase Sutatruna,
alon muwus mring sutane thole yakin,
kang rusuh iki kewan.Ingsun kira rubuhing memedi,
iya saka panggawening kewan,
katara kiwa tengene,
bosah-basihing timun,
sepah tlethong anget katawis,
heh thole prayogyanya,
ngupayaa pulut,
pulut bendha pulut gundhang,
dadekena siji uleten kang murni,
pasangna ing wong-wongan.
Ingkang kandel kang alus manawi,
gelem bali mbijigi wong wongan,
pasthi pulut pliket kelet,
wit cilik kiraningsun,
kewan ingkang ngrusuhi iki,
sembranane andadra,
gawe krugehanku,
kang sinungan ling lumampah,
ana ingkang nggawa wedhung arit kudhi,
cuwo kinarya wadhah.
18. SINOM
Para mudha kang ngupaya,
pulut marang wana sami,
antuk wit gundhang lan bendha,
cuwone dipun kebaki,
tekeng ngomah tumuli,
winuwuhan malih sampun,
pulut nangka lor wetan,
wus winehken kang sudarmi
tinampanan pinasangken ing wong-wongan.Lima pisan kandel rata,
winatara nyatengah dim,
memedi den degken sigra,
sadayatma kinen mulih,
Sutatruna pribadi,
kang tunggu ana ing gubug,
dangu angantya-antya
dupi wayah asar inggil,
samana pak Gedel leyeh-leyeh nendra.Kepati wong tani yuta,
sadina dheg ngengkat kardi,
wuwusen kancil wus teka,
nginte-inte pager srisik,
weruh ponang memedi,
wus ngadeg maneh lir ngenu,
sigra malbeng timunan,
njujug sandhing memedi,
tan uninga yen tinambahan wisaya.
Kancil mesem sarwi nabda,
heh sira iki memedi,
adha sribu saya tidak,
takut jangan ambil pusing,
apa lu mau jadi,
kendati terbang tak takut,
lah mau main apa,
sekadru sekerem dagi,
apa suka marilah kita sagotrah.Kenapa tak cari kabar,
ini kancil memang cerdik,
antero bukit dan hutan,
tak brani lawan sedikit,
dari sayini sakti,
paling janganlah mukaklu,
randu yang purak-purak,
rupa orang saya brani,
tradhak heran kau mau kejadian,Tinabok ponang wong-wongan,
tinepang suku kang ngarsi ,
katampan pulut wus makan,
sukll kanan den gandhuli,
dinuduk nora kungkih
wali-wali pulut nggandhul
pa1guna durung wikan,
mandhak ascarya ing ati,
malih nabda heh becik memedi sira.Sembrana apari kena,
dene angganduli sikil,
ingsun dudu mitranira,
kojak tabik cara Wlandi,
salaman kaya kaji,
prasan atinira patut,
yaktinira kurang tata,
tan weruh dugi prayogi
tetep sira murang silaning ngakrama.
Dene teka sumantana,
nganggo nggendeng-nggendeng sikil,
weruh yen warnamu papa,
amung mandhe gombal jarik,
ciptamu lir angampil,
pandel mas Nederlan umuk
jatine rontek nistha,
gombal amoh jarik lurik
jaran kepang kramaleya samarata.Ponang pulut saya gupak,
Kancil tambah sukeng ngati,
gumuyu alatah-latah,
suku kang ngering nempiling,
themel pulut nggandhuli,
sigra murdeng kancil numbuk,
ganul pitrang wus mangsah,
marang cangkem irung kuping,
suku ingkang wingking mancal wus katampan.Pulut mulet gupak wrata,
nutupi dalaning angin,
gebas-gebes sru subadya
nora daya malah mipit,
mepeti dalan angin,
kagyating tyas wruh yen pulut,
paekaning manuswa,
sakala kancil anangis,
hardaning kang sangsara nempuh sarira.Ngantep budi tiwikrama,
ngapalaken mantra sekti,
kemat Bandung Bandawasa
kemayan lan donga sepi,
giling kre giling wesi
tracah besmah bala sewu
nurbuat donga kasah
ayat-ayat sinuksmeng sir,
welut putih penglemunan donga sleman.
Pulut maksih pliket kuwat
keket lengket buntut kuping,
dadya sakepel pangrasa,
Kancil rumangsa tan bangkit,
heh para mitra sami,
kang maca saha kang krungu,
sapambeg kasusastran,
myang ngelmu kang luwih-luwih
lamun nora weweka temah sangsara.Kancil lesu-lesah ing tyas.
pulut lengket midreng jisim,
dupi wus nir dayanira,
mangkana osiking ati,
o o dene ta dadi,
rubeda sewu miliyun,
tan wurung puput jiwa,
tinjo marang jaman akir,
saking pitrang bendha ingkang istha janma.Ingsun sesuwun ing suksma,
manuswa kang masang sandi,
muga-muga ngungkulana,
satus sangsaraku iki,
tetep janma tan yukti,
mitenah sameng tumuwuh,
waleseng dat wasesa,
tan lawas pasthi nemahi,
adat kuna wong siya nemu cilaka.Dhuh Allah kang murbeng jagad,
welasa satriya tami,
kang manggih benduning suksma,
lantaran janma tyas drengki,
tan wun badhe ndhatengi,
kayat-kayun yun ginulung,
dayaning pulut gundhang,
nangka bendha paksa srehi,
wus katekem pangwasanireng sujanma.Reh sampun tita diwasa
kawula molah tan bangkit,
mupus karsaning dat mulya,
kang kajibul maujudi,
manna mamalat budi,
muhung neges karseng ulun,
lunturing trisna tuwan,
kang mayuta-yuta margi;
datan kirang kodrat iradating tuwan.
Kehing kewan wanawasa,
estu tan saged nulungi,
bab pulut akaling janma,
manna liyaning Hyang Widi,
kang paring sih ing dasih,
wajibing sipat kadirun,
hila alatin limya,
kawasaning Mahasuci,
datan mamet lelantaran gaibing Hyang.Kadita tan kekirangan
matrapken siksa mring kancil,
lah bok sampun srana pitrang,
mindhak dados kidung benjing,
Kancil gelahing bumi,
temah kasasar ing laku
kajlungup ing sangsara,
datan sah lakuning ngelmi,
dadya kundhang lir undha margi prapatan.Pejah amba dados koren,
Lokomotip Bramartani
Bintang timur Slompret mlajar,
Yapa Bodhe ing Betawi,
kabagyaning redhaksi,
pra korespondhen manjurung,
Yen Kancil kenging saya,
malbeng babad jaman akir,
sinawunging tembang dadya uran-uran.Saiba wirang kawula,
dados geguyon ing benjing,
dene Kancil nawung krida,
ulah dini dibyeng bumi,
susilarja mumpuni,
sadu parikrama ayu,
tyas dirga samahita,
teka katameng prana tis,
adhuh rabil ngalamina tobat amba.
Ing dinten wingking tan nendya,
ngrusak tanduraning tani,
kang tanpa duga watara,
wana tan kurang rejeki,
gumelar ing sebumi,
ingkang seger legi kecut,
dadya panganing kewan,
kang mangka kulambeg srei,
ngrusak palawija panganing sujanma.Sabab kasupen kawula,
amila nyuwun aksami,
heh surya candra tranggana,
bumi geni angin warih,
rewangana mintasih
ring dat kang wajibul wujut,
suwuna luwar ingwang,
saking sangsaya puniki,
tan wun mati tan pakantuk keneng siksa.Heh kutu wong alang taga,
mujiya hayuning kancil,
sokur salah siji wignya,
aweh lantaraning ngurip,
ngluwari kang piranti,
rupa janma crema pulut,
kang lumeket rageng wang,
kang yun ngelun nyawa mami,
lah welasa ring kusuma kawi redya.Adhuh ibu sori amba,
lah punapa datan ngimpi,
pun kusnun kenging rubeda
bapa kebo paran mami
tulungana den aglis,
dhuh Nabiku satus ewu,
saha wali sanga,
myang yogiswara mahmuni,
ngulama agung musanep para pukaha.
Pintanen luwar kawula,
abot siksa nempuh jisim,
dahat susah saya lesah,
tan wun kulit daging gusis,
lamun kang masang prapti,
kawulestu winayungyung,
saha karya mainan,
wateke manusa jail,
pinilara tan wande yen pinejahan.Kang mangka wong tani desa.
yayah buta doyan daging,
rase luwak kuwuk doyan,
sampun ingkang daging kancil,
reh sujanma datan wrin,
yen kancil putus ing kawruh,
caksana nawung kridha
ing kasustran mumpuni
datan wurung kinayah lir kewan rucah.Yen wruha guna dikeng wang,
wirama ulah lelungit,
putus munah kang tiharda,
murtyambek susatyeng wukir,
kadhang sun den guroni,
wruha wicarengsun ngelmu,
saking bodhoning ingkang,
pasang pulut mikat kancil,
mung miyagah ingsun kewan bodho mamak.E e dene tan ana wlas,
wus ratuning pasthi mati,
yen tan wis sesangat engkas,
tinarik talining urip,
urip sawiji aming,
yun mati kabeh ragengsun
ngen ting panlangsanira.
kongsi luhe dadi getih,
tandya kancil nekung ing puji mantyarja.
Jinumbuh ing puji puja,
tyas wening paningal wening,
meneng ngeksi tiksweng grana,
jumbuh kawula lan gusti,
napi isbat pinusthi,
maksa tan wal saking pulut,
nulya nebut istipar,
kalimah tayibah ndrindhil,
maksa tita dyan kancil judheg tan daya.Angapalaken kidungan,
ayat limalas kang pamrih,
enggala luwar sing pitrang,
nanging pulut angranuhi,
yeku lepiya dadi,
tepa larasing pituduh,
cocok daliling Kur'an,
kang kajarwa neng ngakait,
layukbilu lipikdi intisal lirnya.Nora tinarima sira,
reh sepi tan ngalap warti,
terange kang sapa manggya,
rubeda kang nggegirisi,
tan sirna saking puji,
awit sadurunge nempuh,
tan pinikir dadinya
marma janma kang tyas murti,
wus pinikir sadurunge mas kinambang.
19. MASKUMAMBANG
Wus mangkono atining wang ngaku luwih,
wruhing kasampurnan,
ambeg jumbuh kwula gusti,
prasan atine wus pana.Dupi nemu pakewuh Allah tan bangkit
tetulung weh luwar,
padha lan kang wus wruh ngelmi,
den andelken nora kena.Dumeh putus ing kawruh kang dakik-dakik,
yen katempuh lara,
ngelmu entek sirna gusis,
marma padha rasakena.Rikalane kancil murang sila yukti,
tan tinimbang nalar,
angeh-angene tan mikir,
mung nguja wedhare durta.Apa maneh manungsa jaman saiki,
dahat muji-muji,
nganging yen wus aneng buwi,
utawa yen lagi susah.Kawuwusa Kyahi Sutatruna nglilir,
dennya leleyehan,
gregah tangi yun mangeksi,
wong-wongan kang mawa pitrang.
Kagyating tyas kang lor kulon datan keksi,
wus anyakrabawa
rinubuhken kewan drengki,
kang dahat gawe pituna.Sigra cancut trangginas anglinting klambi,
marani nggonira,
kagyat pak Gedel mangeksi,
kewan kang nakal wus kena.Nulya surak-surak amarwata siwi,
mataya tayungan,
uning ngunong jenthik manis,
tibaning gong pasrangkara.Padha maneh padhaa sira an mami,
untap-untapana,
kewala prasasat mirip
bilahi antakanira.Rasakena si dhustha kang laku juti,
maling palawija,
memangan tindak prana tis,
panasten gawe pituna.Ana timun wayehe lagi sumerit,
dene sira dustha,
bisa temen karya rugi,
luwih yen rong puluh reyal.Dyan cinandhak kancil maksih kempis-kempis
Sutatruna nabda,
e e sukur maksih urip,
cilik temen teka ngglathak.Wus srinimpung sikil papat dadi siji,
nuli tinalenan,
pulut binuwangan resik,
marang gubug ginosongan.Den brukaken kantep palguna anjerit,
dyan tinuthuk sangkal-,
ling pethel enggon pok kuping,
pet sumaput kunang buyar.
Huh rasakna endhasmu saiki posing,
nora wurung mangkya,
prapteng wisma dadi tahi,
balunge kang enom renyah.Mung cacade cilik temen tan mratani,
tangga tangganingwang,
mung banget leganing ati,
sima werinireng tegal.Lah kepriye iki wus sore kang wand,
jam setengah lima,
punjule patbelas menit,
bocah ora ana teka.Prayogane nuli sun gawane mulih,
yen kawengen mangkya,
pangolahe kewan iki,
enggal-enggal Sutatruna.Sikil kancil taline wus den kencengi,
cinocol pikulan,
kasisihan kayu garing,
kancil gumandul ing ngarsa.Sumantara laksitanira wus prapti,
sapinggiring dhadhah,
pak Gedel nguwuh mring siwi,
heh thole kewane kena.Samya ngrungu swami suta priya estri,
methukken gancangan,
gumrubyuk sabrayat sami,
bungahe marwata suta.Suka sukur para tangga akeh prapti,
samya takon warta.
tuwa anom gedhe cilik,
lanang wadon elur prapta.
Sadaya kang nonton durung ana kang wrin,
warna myang arannya
nyaleneh samining kumlip
warta kewala tan ana.Kono ana janma wreda marepeki
mring kang nem be kena,
pamuwuse kaki-kaki,
iki kancil aranira.Sasamining tataga nakal pribadi,
baut ngumandaka,
ngreka daya ngathik-ngathik,
nanging ujaring wirayat.Kang wus kocap ing kuna rontal tinulis,
iki dadi srana,
sarate wong amongtani,
bisa nyingkirake ama.Buntut iku kanggo nyebar gaga benjing,
dene patrapira,
pinendhem madyaning tegil,
winor godhong dhadhap kleyang.Mung sadina sawengi nuli den jrangking,
saben mangsa gaga,
maksih kanggo bola-bali,
dene tracak papat pisan.Bisa dadi sarat yen kinarnya jugil
nandur kacang tunggak,
kacang lanjaran andadi.
Ian nyirnakken uler wana.Cumplungira pinendhem tulakan sabin,
kang kiliran toya,
ama menthek walang kalis,
wulu dadi tam ba kandhas.Kulit tipis wulet kanggo mranggi,
gawe janget kuwat,
dadi tali jara bacik,
iwak legi gurih kesat.
Nadyan den onggo ulap-ulap uga kenging,
lulange punika,
rehning tipis rangkep kalih,
Sutatruna suka ing tyas.Saha para brayat swami tuwin siwi
angrubung palguna,
ana kang jejer nyalenthik,
yata surup danupraba.Kyahi Sutatruna nabda marang swami,
embokne lir paran,
prayogane iki kancil,
sinambeleh sapunika.Mbokmanawa kaselak wengi tan resik
iki sun watara,
jam nenem luwih sathithik,
olahen sakarepira.Biyang kentruk mangsuli dhumateng laki;
yen panujeng karsa,
ing mangke dalu prayogi,
wanci bangun mijillenga.
20. MIJIL
Ingkang kaping kalihipun kyahi,
kula sampun kongkon,
ngajak-ajak tangga samya dhedhel,
mbucali glagah gadhangan gagi,
dinten benjing-enjing,
Kancil kangge lawuh.Nadyan alit tinambahan krambil,
rinempah kemawon,
murih babar warata ing ngakeh,
ingkang priya nabda bener yayi,
wayah bangun enjing,
lemu gajihipun.Sarehning wus kasulak ing wengi,
dokokna ing pawon,
ngarep luweng kurungana bae,
senik gehe tindhihana nuli,
watu kang supadi,
kukuh nora metu.Uculana taline ing sikil,
men bisa teturon,
mubang-mubeng neng jro senike,
nulyatmaja sami nyandhak kancil,
kinurungan senik,
tinindhihan watu.Sutatruna nutug seneng pikir,
denyantuk beburon,
Kancil ingkang karya guyokake,
akeh tangga kiwa tengen prapti,
pitakon ingkang wit,
Kancil kenanipun.
Sinung wikan yen keneng piranti,
pulut keh kang jontong,
rigen nalar mungguh kapikute,
tan ngapaa rupane ablindhis,
ngrusakaken pentil
timun keh kang runtuh.Ya ta wau kancil kang neng senik,
dhat-dhatan andhrodhog,
getering sanubari puate,
ciptaning tyas wus tamtu tan urip,
tiwikrama ngungkil,
senik nora keguh.Dahat kukuh watu kang tinindhih,
cipteng nala ngaso,
pasrahing tyas narima patine,
wus rumangsa yen tan antuk margi,
lantaraning urip,
kang bisa tetu1ung.Nabda dhuh Sang Suci murweng bumi,
sumangga kemawon,
kawula mung sumarah sapangreh,
tan rumaos adarbe jisim,
katamaning pasthi,
sima trahing pungkur.Kabudayan amba sirna enting,
siniksa dening wong,
awit saking klakuwan kang dede,
culika gung tindak kang tan yukti,
katempuh bilahi,
aksamanen ulun.Dyan ngeningken panengeran pati,
sawiji tan kalong.
dahat ngungun pengunadikane.
e e dene sewu mokal iki,
sun tan prapteng pati,
apa marganipun.
Sigra mepet napasira kancil,
nyipta nganyut layon,
rumangsa wus tan wurung patine,
yata ing ratri wanci jam kalih,
Sutatruna nglilir,
anggugahi sunu.Kentruk Menik kinen marut krambil
sawusa mirantos,
bumbu-bumbu sapanunggalane,
aneng ngomah kewala lamun wis,
sadaya rumanti,
rehning maksih dalu.Pating klepruk mecah marut krambil,
jawah cinariyos,
Kyahi Sutatruna ngon ingone,
sona lanang abang buntal putih,
ratri rehning riris,
srenggala lumebu.Mbrobos gedheg angupaya geni,
bab adhem mring pawon,
keruk-keruk neng ngarep luwenge,
ngringkel aneng ngawu celak senik,
palguna duk uning,
asu keruk-keruk.Nulya darbe enget ngreka sandi,
wajib wenang goroh,
wong katempuh ing bilahi gedhe,
ngumandaka kena yen nguripi,
nulya nabda wengis,
Kancil marang asu.Sigak-sigak hus hus mambu ledhis,
heh sira sagawon,
lah lungasa kang adoh den age
ywa neng kene weh kuwuring ati,
kang lagya mangeksi,
ing dat kang linuhung.
Sun mulya di susila reh niti,
kusuma kinaot,
putus guna dibya sasamine,
sicing-sicing sumingkira anjing,
ingsun lagi sedhih,
mambu sira langu.Gawe kuwur nyipta nranging Widi,
najis marek kelon,
ing pamawas tan awis ciptane,
lamun sira celaki puniki,
jejombaa maring,
kali adus slulup.Ambunira bacin prengus ledhis,
bab panganmu crobo,
patut temen kirik sipat kere
kuru keri karo sameng kumlip,
tanpa guna niti,
cubluk dadi batur.Karam mutlak cemer tanpa budi,
cegahanireng wong,
dahat nistha dama sirik gedhe,
kitab Kadis Kur'an wus njarwani,
sor asoring bumi,
tan ana lir asu.Sona kaget krungu sabda wengis,
nginjen kang an eng jro,
atetanya heh ta sapa kowe,
neng jro senik akemering-kering,
banget ngesi-esi,
mring padhane makluk.Apa sira kang keneng piranti,
pulut kang estha wong,
uwong-wongan randhu wingi kae,
sumangkeyan temen tur gumaib,
Kancil nabda malih,
o budheg si asu.
Nara krungu tan yun ngupawarti,
atimu lirTogog,
Tunggak kobong iku pardikane,
ingsun kira leluhunnu nguni,
kakek moyang anjing,
manna tyasmu kuthung.Durung manjing pasamuwan lungit ,
deles tyas segawon,
tan wruh guna myang tata kramane,
apa maneh sastra Arab Jawi,
sasmitarjeng ngelmi,
nora pinaelu.Kitab Kur'an Kadis ulah dini,
tan pisan mangertos,
sebab srawunganmu salawase,
kirik kuru gudhigen agering ·
mung ngupaya tahi,
iku kadayanmu.Lah ajara titi surteng budi,
budya yu kinaot,
ingkang neka-neka pangrawuhe,
supayane bisaa umanjing,
mring padhanging bumi,
kumpullan wong putus.O o asu tan ngrasa sireki,
uripira bodho
solah wicaranta tandha remeh,
bobote sun iki satriya di,
pangrasamu kenging,
ponang sraya pulut.Tan wruh sun den ulati wus lami,
wit keh berkahing ngong,
siji loro telu-telu gawe,
dhihin kinen dadya mester tulis,
pindho mulang ngelmi,
ping tri pinet mantu.
Marma dahat kapungser kabudi,
mungguh praptaning ngong
mring si bapak Sutatruna kinen,
nglaksanani tri prakara iki, ·
anging sun tan abti
tyas sun luwih kukuh.Sapiraa yen tan pinet siwi,
sinaosan bojo,
suta estri kang gedhe karone,
Rara Kentruk kelawan ken Menik,
nadyan ingsun selir,
si bapak jumurung.Saking dahat kasengseming warti,
bab kotamaning ngong,
trahing daniswara ingsun kiye,
marma nastiti sabarang bangkit,
mutusi agami,
gagamaning maut.Yeku wite prawan ro gung kingkin,
bapa biyung condhong,
uga ngrujuki si kakang Gedel,
marma wus katekem ngasta mami.
sirara kakalih
arsa ingsun wayuh.
Kakanthen roro garwengsun,
si bapak nyarahing karsi,
amung kinarya jimatan,
pinet turun trah sun benjing,
yen turasing wicaksana,
pasthine bangkit nuruni.Lawase wus pitung tahun,
dennya mrih saben pinanggih,
ingsun ingi.mur kinudang,
winehan sabda mamanis,
sinungan garwa perawan,
dyah Kentruk lawan ken Menik.Nguni sun sakethi lumuh,
nambut tataning akrami,
dene mangkya sun manyarah,
watara kena ing dhesthi,
semar mesem jaran guyang,
manna den pasangi kenging.Wong-wongan kang crema pulut,
sun wus weruh yen piranti,
saking welas sun mring bapak,
nrajang pulut nuli kenging,
tansah kinuswa kinudang,
pinangku den isik-isik.Sun molah sarosa getun,
yun miruda cipteng galih,
laju linerepken ingwang,
malebu jeroning senik,
tinumpangan watu krama,
sarat supaya yun krami.
Delengen ing dhuwur iku,
watu kang tumumpang senik,
adoh pinangkaning sela,
cantheng kutha gedhe iki,
sing sapa kang kaungkulan,
kuwat wayuh prawan kalih.Sesuk ijab banjur temu
sangat ahmat wayah enjing,
nuju wuku Mandhasiya,
Dewa Kamajaya Ratih,
suku ro kakobok toya,
mandhe umbul-umbul kalih,Menga gedhong ngarsa pungkur,
kayu wringin paksi kathik,
etung satriya wibawa,
iku dina benjing-enjing,
tumurune Sri Sadana,
panca suda tiba becik.Marmane lurahmu gusruk,
mecah klapa marut krambil,
ngolah sedhekah wiwaha,
mumuli ngatur aturi,
dhanyang kang kayangan miwah,
kang cakal bakal ing ngriki.Boja krama nanggap krumpyung,
tangga tangga den suruhi,
mangka kahurmataning wang,
jaka antuk prawan kalih,
lah mara sesuk nontona,
asu ing kapanggih mami.Saiba untungmu balung,
dhasar sira karo mami,
balung kang nom tan sun klethak,
sun uncalaken sireki,
sega wuduk golong punar,
tuwin walimah sun wehi.
Apa maneh roti gandum,
muster keju myang sardencis,
ywa sumelang yen sun gemi,
nora ana trah satriya,
ingkang kumet saha ithil.Ingsun reh wus kondhang kidung,
ranku ing rat datan kalih,
mardu kasebut swarjana,
caksana budi martani,
widagda pangolah moda,
dibyarja sujana murti.Iku sababe den luru,
midering rat njajah wukir,
sapira bae saratnya,
masut kinarya ngupadi,
marang sarirengsun mangkya,
katemu jeg lagi wingi.Pangungsenge bapak iku,
kabrangta saka pawarti,
dhasar nyata kang pawarta,
kang mider anyakrawati,
Kancil trahing yogiswara,
kenthus dhepok Ngampelgadhing.Marma yen wus dadi mantu,
munggyeng bale jajar linggih,
Ian bapa biyung pra kadang,
sun kabener tuwa dhingin,
mangan sega tuwin iwak,
wedangan teh nuli nyukit.Heh sona tontonen sesuk,
adining panganggo mami,
raja kaputran sarwendah,
wah insun an eng jro senik
watu cantheng kang tumumpang,
pusaka Jeng Senapati.
Suna duk prastaweng wuwus,
palguna dahat memengin,
kanikmataning kamulyan,
srenggala dahat kapengin,
wit keneng sih pamiluta,
wusana pasrangkara ris.Bagyanta angumbuk-umbuk,
seje kaya awak mami,
ngenger kirik kongsi sona
nora dan trimani siwi,
luput sethithik kewala,
pinenthungan den pisuhi.Pirabara pinet mantu,
mung trima ywa den kerengi,
sayuta suka wiryengwang,
aja kang lir sira kancil,
teka wingi kinasihan,
mandhak tinariman siwi.Apa ta kancil dongamu,
saha sarate punapi,
supaya sihing bendara
mbok ingsun njaluk sathithik,
tutulunga wong cilaka,
pasthi yen sun wales benjing.Lan malih manawa sarju,
ciptanta kang rila suci,
pacanganmu kang satunggal,
sing endi kang sira tampik,
prayoga paringna mring wang,
sun tampani tangan kalih.Telungane sira baut,
bisa nandhing milih rabi,
sempulur saciptanira,
bobote kewan wanadri
sadarpa kinaya lepa,
paran gon sun ngirib-irib.
Supaya tiru sireku,
apa sun manjing jro senik,
kang kungkulan watu beja,
parenga penempil mami,
cuwilna lelatur kadar,
kadi kang sinihan Widi.Palguna nabda mring asu,
mungguh prayogengsun mangkin
ingsun ngalah tampanana,
wanodya ro mring siranjing,
ananging salah satunggal,
ywa sira wayuh tan becik.Siji kewala wus untung,
dene mungguh awak mami,
darbe swami wong punika
durung mathuk ing panggalih,
kang dhihin rupane kiwa,
pindho asor tanpa krami.Wus mangkono prawan dhusun,
ireng meesisik aledhis,
lamun pinggiring samodra,
rambute abang njuwiwig,
cayane lutih yen prawan,
pinggiring bengawan pasthi.Belang krowak tilasipun,
gudhigen pating benyinyih,
rembes rahine amangkak,
belaken sikile kalih,
utawa bubulen padha,
arnbune amis asangit,
Ingkang ingsun puseng amung,
wanudya atmeng priyayi,
putus sila krameng priya,
sutaning panewu mantri,
bokmanawa kabeneran
bapa seda mlebu waris.Sukur sewu lamun antuk,
ndhuwure panewu mantri,
sangkep ing warna utama,
ulat tangguhe respati,
nugraha gumantyeng jagad,
dadi abdining narpati,Biru seret payungipun,
den iring panurung lampit,
yen gaweku becik munggah,
dadi kaliwon bupati,
kongsi tumrah putra wayah,
iku adating priyayi.Mangkono asu ciptengsun,
marma pinet mantu sudhing,
reh wong desa luwih papa,
tanpa tata yuda nagri,
yeku kyahi Sutatruna,
wong dhukuh tur tani bentil.Reh sun banget we las dulu
marang ing sira samangkin,
urip sapisan neng dunya,
rina wengi lara ati,
yen darbe bojo manuswa,
dhasar bendara pribadi.lba nikmatira besuk
marma karsaningsun nuli,
manjinga senik den enggal,
genteni kawiryan mami,
ingsun seleh kadrajatan,
sira gumantiya waris,
Sesuk esuk ijabipun,
sore rep panganten panggih,
adate balangan buntal,
ingayap kang para ali,
panggya neng madyaning lawang,
sikilira den wisuhi.Dene bojomu Dyah Kentruk,
nuli kanthen canthel jenthik,
lunggyeng mari seta jajar,
samantara angabekti,
mring para wreda samoa,
sigra sega iwak mijil.Kadawan lamun sun tutur,
enggaling crita sira glis
manjing sajroning toreyan,
sakarsa karsamu dadi,
mahyakken asmara tantra,
manuara rasaning sih.Srenggara nambungi wuwus,
kaya paran ingsun manjing,
ing senik reh dhuwur ana,
watu cantheng mangka tindhih,
apa sun ungkil kewala,
mengko watune nibani.Palguna sumambung wuwus,
e bodho temen sireki,
mangkono bae tetanya,
klimput nalarmu nyang endi,
lah jungkengen iku sela,
supaya tiba ing siti.
22. POCUNG
Yayah pocung srenggala angungkil watu,
tungku kang tumumpang,
sakdhuwuring ponang senik,
tibeng kisma palguna tyasira suka.Dupi krungu watu tibane gumebrug,
wus nyiptantuk marga,
sihing Hyang kang murbeng urip,
lantarane saka pitulunging sona.Kancil muwus age malebuwa asu,
mring jro senik ana,
kabegjan lelatur kadri
tampanan kamulyan kang tanpa pama.Ingkang emut gaganjaraning tumuwuh,
becik lide ala,
asu manjing kancil mijil,
mahya saking senik bablas tekeng latar.Nulya emut aywa katara yen palsu
bali sigra-sigra,
para pawon sandhing senik,
alon nabda heh sona sun tan kapenak.Ingsun pundhut bali kabagyan sun mau,
sun timbanging nala,
datan prayoga wong nampik,
nora wurung antuk sikuning Hyang Suksma.
lngsun emut darma wasita sung tutur
ywa nampik sabarang,
lamun durung oleh tandhing,
kang sinedya yen durung katekem ngasta.Mangka durung kacekel kang ingsun luru,
marmenggal metuwa,
sun jabel kewala mangkin ,
ingsun arsa bali marang senik sona.Owel getun sira tampani begjaku,
amung srana trima,
panga1embana ing lathi,
sona matur nor raga amelas arsa.Sewu nuwun manawi paduka pundhut,
bok inggih bendara,
sampun kagungan panggalih,
amangsuli dhawuh ingkang wus kawahnya.Datan baut matur tembe walesingsun ,
tan langkung mung pasrah,
mring Hyang kang samingun basir,
ingkang wikan awon saening kawula.Nambung wuwus kancil sru gumuyu ngguguk,
yen mangkono sira,
dahat wus marem nampani,
sewu suka sukur mantep mengku garwa.Sun jumurung rahayu bagya sempulur
muga tumeraha
nanging ing tern be jwa lali,
wis ta sona keriya slamet sun lunga.Nulya mlayu sukeng tyas marwata sunu,
bagya tanpa kira,
sasat mati urip malih,
wus adate duka ciptantuk kamulyan.Nahen kang wus ucul kacarita werku ,
kang neng senik tansah,
anggagas kawiryan adi,
ngajab-ajab enggala tumekeng rina.
Kabagyengsun sesuk-esuk tanpa petung,
ijab nuli panggya,
lungguh jajar lan bok rabi,
sun neng tengen niken Kentruk lunggyeng kiwa.Tan cinatur pangrembug mulyaning asu,
wus trontonging surya,
bang-bang wetan wus meh enjing,
jam satengah lima tambure yun munyao
190 Nguwuh-uwuh ki Sutatruna mring sunu,
heh thole tangiya,
pragaten iki si kancil,
Mumpung bang-bang esuk keh gajihe nglenga.Kiranipun Kedel yen kancile ucul,
rinogoh yen ana
nabda e, e sukur isih,
sru gambira senik binukak sakala.Sikil catur kacandhak tinekem gupuh,
glis ginawa mahya,
kala neng pawon tan keksi,
sebab maksih peteng tanpati nglegewaWusnya metu neng nglatar terang yen asu,
binanting saksana,
kantep tibane tan mosik,
pet semaput suna dahat kapidhara.Dyan pinenthung klengkengan tansah pinupuh,
Kedel sarwi nabda
adhuh katiwasan kyahi,
Kancilipun bianadhog dening srenggala.Gupuh metu sabrayate estri jalu,
Kyahi Sutatruna,
dupi myarsa swareng siwi,
nyandhak plumbat melu mala marang sona.
Sarwi muwus dene ta saya kepahung,
denira caluthak,
nora pisan amareni,
dingu kirik kongsi sona tanpa tata.Nora patut wawalese wong diingu,
nyekel maneh yaha,
mandhak nyekek marang kancil,
heh ta thole nuli titiken tilasnya,Apa ucul apa binadhog ing asu
karuwane mangkya,
gampang enggone mateni,
kudu terang ywa kongsi gawe duraka.Pinriksa wus kayaktene kancil usul
lamun pinangana,
ing suna ana kang getih,
nadyan ucul uga panggawening suna.
Srenggala kasmaran arsi,
miruda reh yun pinatyan,
marang bapakne si Gedel,
sigra-sigra dennya lunga,
sedya neges ing suksma,
pelenging tyas maring gunung,
malbeng guwa Suracala.Palguna ucapen malih,
mulih prapteng Ngampeldenta,
nora esah pangungune
lakuning tumitah gesang,
terang ngraket sangsara,
wus akeh lupiyanipun,
ingkang durga kang susila,Bab wus nglaya njajah bumi,
nyerang westhi pancabaya,
Kancil saya memet tyase,
niniteni lelampahan,
kewan sato wanarga,
dahat undhagi ing kewuh,
saking kathahing lepiya.Kang ganal tuwin kang ga'ib,
tingkah polahing sasama,
pinulung manuksmeng batos,
marma ken maenda bungah,
punapa dene mesa,
dahat ascaryaning kalbu,
wit momongane caksana.
Dupi samantara lami,
leledhang malih palguna,
awit saking gambirane,
mring nggon kang durung winruhan,
ngiras pantes ngupaya,
pangan ing saolehipun,
samana kacaryan ing tyas.Ana papan kang prayogi,
nguni tilas pakarangan,
manuswa ingkang dhedhepok,
nyambi among tani gaga,
dene papaning wisma,
harja sawataranipun,
ananging tan kongsi lama.Tinilar kewala nuli,
ana sebab kurang terang
maksih katara tapake,
batur wisma pawon kandhang,
wus kathukulan glagah,
alang-alang kandri sembung
kemadhuh uyah-uyahan.Pernah lor wetan tan tebih,
ana tilasing guskara,
tampinge mubeng wus longsor,
awit wedhi lemahira,
maksih jero wus asat,
kurugan rombot-rombot wuh,
lamun udan kisen toya.Dene ambaning parigi,
ana tri meter Nederlan,
sapuluh meter jerone,
Kancil sonya pasang cipta,
nir prayitmaning nala,
nusup-nusup kajalungkup
temah kacemplung guskara.Kagyating tyas sira kancil,
kumentar kokonang buyar
dupyenget wruh lamun jero,
pangunandikeng nala
saiki ingsun sida,
mati aneng jeron sumur,
marga nora bisa mentas.
Nulya klintar klinter mlipir,
jinjit-jinjit andengangak,
tumenga tumungkul bae,
ngira jerone guskara
apa dene ambanya,
maksih amicoreng kalbu,
yen tan antuk gai'bing Hyang.Nora wurung tekeng pati,
wus ana tandha sat mata,
sumur samene jerone,
sanadyan anaa andha,
sun iki sikil papat,
kaya paran pamancatku,
ewa samono manawa.Ana pitulunging Widi,
atas kauripaningwang,
malaekat nyanggi gedheg,
sinendhekken kene nulya,
pasthi sun bisa mentas,
ananging sun durung weruh,
malaekat nggawa empyak.Kancil nuli meres budi,
memuja ing suksmantaya,
ngeningken kalbu sedyane,
anjerit kanang swara,
sadad klimah tayibah
telu kang pinudyeng tembung,
sinahit mutawasitah.Muta akirah pri tuwin,
muta awilah katrinya
galik-galik suwarane,
wusirantuk kalih dina,
tan ngombe datan nadhah,
nulya na gajah gung luhur,
wisata krungu suwara.
Angelik agalik-galik,
memuji marang dat mutlak,
ngucap tetelu klimahe,
ngluhuraken Nabi Sleman,
ratune sato kewan,
Dwirada kanyuting kalbu,
mangkana liman usiknya.Swara apa nggendeng ati,
ewuh panyakrabaweng wang,
ucape kanthi pasemon,
ngapilken klimah tayibah,
ngluhurken Nabiyolah,
Suleman ing jagad agung,
estu iki wong utama.Yen dudu kewan murtyadi,
tan baut mring tembung Arab
junjung karatoning manon,
pantese iki utusan,
oliyaning pangeran,
sigra linuru katemu
ana sajroning guskara.Kancil kang sru muja bekti,
lungguhe njingkrung amawas,
tiksweng nasika den ilo,
palguna nglirik mring gajah,
mung weruh sawatara,
kalamun angungak sumur,
age dennya pasang cipta.Rehning wus putus ing sandi,
sakeplasan nora kewran,
mingising budi nalare
ngupaya sirneng sangsara
sengadi tan uninga
malah saya tambah sengkut,
sinengkakken swaranira.
Tandya gajah tanya aris,
Kancil sireku lagyapa,
dene ta ana ing kono,
wataraningsun wus lawas,
katara tapak tilas,
punapa Kancil sedyamu,
kang tinakon tanggap sabda.Sarwi tumenga nauri,
mring hesthi kang ungak ungak,
o o bodho temen taneh,
apa ora krungu kabar,
caritaning kiamat,
Pangeran wus paring dhawuh,
gumelar aneng musakat.Mratani ing bumi-bumi,
tinampen para ambiya,
kang sinedhahan ngabarke,
mring umat tunggal agama,
wus dene Nabi Sleman,
rina wengi tansah muruk,
bab praptanireng kiyamat.Muhung kurang telung ari,
tangkepe bumi angkasa,
mung pitung dina lawase,
ingaran kiyamat sugra
uwis arep tumeka,
lah apa sira kalimput,
tan ngesthi unine kitab.Dene wus sinung pamyarsi,
pangucap ganda paningal,
panganggonira wus suwe,
tan ngupaya kautaman,
kang sayogya ingalap,
aywa dahat pengung kumprung,
tan maelu dalil Kur'an.
Marma weruha sireki,
tangkepe bumi akasa,
kurang tri dina tekane,
marma sun malbeng jugangan,
rehning kiamat sugra,
mung sadhela langit mumbul,
mangkono dhawuhing suksma.Yaktine yun karya suci,
Allah ngrusak wong durcara,
kariya kang yukti bae,
marma sun iki istiyar,
ywa katangkeban kisma,
wajibe atase makluk,
ngupaya sarating gesang.Dhasar trang dhawuhing Nabi,
Suleman kinen ngupaya,
jugangan sumur kang jero,
supaya ywa ketangkeban
saha sun kinen maca,
klimah tayibah kang jumbuh,
sirnaning gusti kawula.Laillah haillalahi,
Muhkhamaddur Rasullolah,
nuli sun gulung rasane,
ilat tinekuk ing cethak,
mawas wijiling napas,
lawan manembah muni Hu,
rantarekna Isbandiyah.
Ywa kumambang ing kono panggonan kang ning,
negesing tyas pana,
mring dat kang murweng dumadi,
nulya katon kasat mata.Panengeran dat mutlak kang ngenal yakin,
wujud sipat seta,
tan siwah solah myang warni,
mila kodraning Pangeran.Kacihna yun nyirnakken sukering bumi,
kang ngrusak silarja,
kang mukir tataning dini,
karseng Hyang bakal binrastha.Bebas larut ingkang malang-malang gusis,
mungguhing klakuwan,
wus kabyawara neng kadis,
nuli-nuli klakonira.Saking kira-kira panimbangsun hesthi,
telung dina engkas,
tumekaning ingkang jangji,
yen tan ngandel tumengaa.Dhuwur bener langit iku wus kaeksi,
ika mengkap-mengkap,
keri seket pal watawis,
gajah ndengangak osiknya.E e nyata dene tan ana pawarti,
layak kancil ngupa,
sarana sambunging ngurip,
umanjing marang guskara.
Pantes bae mujiya ngeningken budi,
wong wis tampa prentah,
dening Suleman Jeng Nabi,
ratuning sato wanarga.Kutu-kutu kang gumremet kang kumelip,
kang sarta wiyangga,
ing benawi myang jeladri,
ngidhep Suleman samoa.Pantes bae Njeng Nabi murtining bumi,
ganal Ga'ib wikan
aja katangkeb ing langit,
nadyan kerad wus pramana.Brajamuka alon nabda marang kancil
adhuh sang siniyan,
welasa mring amba mangkin,
kawula srah jiwa raga.Yun murwita karatoning Maha Suci,
ing dunya delahan,
ciptamba ngupaya yukti,
netepi sarak utama.Mestutyarja ing satebyat puji dikir,
muja suksmantaya,
marma yen panujeng galih,
kawula ndherek paduka.Sek-esekan wonten ing jugangan sami
dunya ngakir tunggal,
mituhu tataning dini,
kawula anjlog kewala.Kancil nabda o gajah sira tan mikir,
saking bodhonira,
arsa tunggal aneng ngriki,
ewuh pakewuhe sesak.
Kapindhone sira iku agung inggil,
ingsun cilik andhap,
yen tan kabeneran mati,
golek urip temah lena.Nora wurung macedhel kapidak sikil
tlapakanmu kaya,
tampah nyamleng anasabi,
sarirengsun tanpa polah.Nadyan ingsun ndhampenga ana ing pinggir,
uga tan kapidak,
nanging tansah ingsun sedhih,
marga tlethongmu gajaksa.Mangka suwe neng kene nunggoni jangji,
kongsi pendhak dina
tlethongmu tan wun ngregedi,
iba susahing tyasingwang.Wong wus resik suci awoworan tahi,
apa maneh muja,
kalimah tayibah muksis,
Dwirocana nambung sabda.Lah mbok inggih paduka tetulung urip,
bab sesaking papan,
sarta regeding rerepih,
prayogamba ing paduka.Kula gendhong tansah wontena ing gigir,
geger amba jembar,
estu waged klintang-klinting,
Kancil sukaning wardaya.Ngunandika ing tyas sukur bage hesthi,
saguh nggendhong ing; wang,
yen wus aneng gigir mami,
nuli minggah amancelat.Ingsun kira iku gajah rolas kaki,
kuranga sapira,
sun nyengka nracak manginggil,
kaya nuli bisa luwar.
Alon nabda lamun mangkono prayogi,
yen sira kaduga,
salawase nggendhong mami,
ngenteni bubar kiyamat.Ingsun ndhampeng anjloga dwipa den aglis,
angkahen ywa midak,
sun kami welasen meksi,
marang sira brajamuka.Wekasingsun dina ngakir aja mukir,
sun sambungi gesang,
sarana nalar utami,
oleh marganing raharja.Nulya kancil ndhampeng sanalika,
malebeng guskara,
anjlog kang pratiwi gonjing,
nuli ndherum brajamuka.Sarwi matur paduka minggaha gigir,
sampung wancak driya,
pinten bobot tuwan inggih,
Kancil miturut ing tedah.Munggeng gigir ngadeg mlaku wira wiri,
alon pasrangkara,
coba ngadega siresthi,
sun arsa miyat kang tandha.Sun terangne kapan tangkebing pratiwi,
yen kurang tetela,
mengko sun ngatas Jeng Nabi,
nyuwun priksa besuk apa.Wusnya ngadeg gajaksa nuli si Kancil.
ngukur kurangira,
saking dharat tekeng gigir,
keri rong meter kewala.
Cipteng nala mancelata dereng dugi,
kaweken tyasira,
meneng ngupaya pambudi,
budayeng dora sembada.Aywa kongsi katara dennya ngapusi,
marang dwirocana,
denira met akal sandi
reh ngatasing urip wenang.Ngupasrana isarat ingkang nguripi,
nanging ywa mitenah,
awit kayat kayun dadi,
sipating Hyang Mahamulya.
Kapungkur gunging piwulang,
Kancil nulya nabda dhumateng esthi,
kaya paran pamikirmu,
apa sun metu nerang,
sowan Kangjeng Nabi ngatas ingkang dhawuh,
tekaning dina kiyamat,
besuk apa kang wus mesthi.Ingsun manut karepira,
apa amung ngenteni aneng ngriki,
dwipangga alon umatur,
bab punika prayogi.
lamun sarju paduka ngatasa dhawuh,
sowan Jeng Nabi Suleman,
benjing punapa kang mesthi.Manawi kalamen tengga,
wonten ngriki kaliren datan bukti,
pados gesang temah lampus,
dene yen sampun terang,
benjing diinten punapa ingkang saestu,
paduka kaliyan amba,
mlebet jugangan malih.Palguna tanggaping sabda,
yen mangkono ingsun arsa sumiwi,
age unggahna mandhuwur,
sarana tlalenira,
Kancil nulya kinruwel ing tlale sampun,
kainggahaken dharatan,
sreg tan ngrekasa neng nginggil.
Kancil alon sabdanira,
heh gajaksa sira tunggu neng ngriki,
poma-poma wekasingsun,
ywa sira lunga-lunga,
lamun ingsun durung bali aja metu,
Dwapa manthuk kancil mentar,
sukeng tyas marwata siwi.Sasat pejah manggih gesang,
sukuring tyas antuk parmaning Widi
sewu yuta nuwun-nuwun
lir manggih wukir retna
jingklak-jingklak sirig-sirig pacak gulu,
wus mangkono kauripan,
tan siwah kewan lan janmi.Palguna engeting rena,
ingkang aneng asraman Ngempelgadhing,
praptaning dhepok katemu,
uga samya raharja,
nuli antuk rong dina kancil ta emut,
ubyayane mring dirada,
kang ana ing sumur mati.Enggal denira wisata,
tan kacrita ing marga prapteng pragi
uluk salam ngalaekum,
akul mukmin dirada,
anauri wangalaekum salamu,
Kancil ngungak alon nabda,
o o bener sira hesthi.Ingsun wus ngatas parentah,
nyuwun wikan praptanireng prajangji,
Kangjeng Nabi paring dhawuh,
Hyang kang murweng buwana,
durung tamtu panggulunging bumi pitu,
tangkepe bumi angksa,
gumantung karsaning Widi.
Ananging pasthi kalampah,
reh wus komram kasebut dalil kadis,
pangandikane pra kutub,
kang winahya ing kur'an,
marma Kangjeng Nabi pangandikanipun,
besuk yen kurang sapasar,
paring dhawuh marang mami.Jabarail kang dinuta,
angupaya ngendi nggone pinanggih,
dhawuhing Hyang mangke mundur,
dhawuh iku pacuwan,
tan karilan saben kewan bae krungu,
nanging ingsun sira padha,
dhinawuhan olah dini.Jenengken klimah tayibah,
rina wengi kinen nyipta tyas eling,
salat sarta sujud rukuk
kadya prentahing Kur'an,
saha kinen gegulang suraseng ngelmu.
kang maksud sajroning tekat,
kang cocok suraseng dalil.Mangkana jarwaning cegah,
wasrengatu bilatarekat batil,
tegese sarengat kudu,
nganggo ngelmu tarekat,
lamun datan mangkono batal kang laku,
tarekat bil makripat,
roro ikut tanpa dadi.Tegese ngelmu makripat,
barang kawruh kudu wruh tandha saksi,
surasa myang resanipun,
tanpa kacakrabawa,
basukining nala narima satuduh,
sajroning atimu ana,
patang prakara ngelmu writ.Iyeku ngelmu sarengat,
tarekat lan hakekat makripati
papat pisan kudu weruh,
kang muksis ingkang pana,
jeneng urip wus pasthi jodhone lampus
neng ngakir nemu panggonan,
kang tan ana ngupamani.
Dwipangga tanggaping nala,
wasitane kancil kang wus kawijil,
maweh tandha ahli ngelmu,
sangkep silaning gesang,
prapteng layu sangkan paraning putus,
gajah matur nganor raga,
silakramanireng ngurip.Dwirada nir subasita,
tanpa kira lamun panggawe sandi,
amung ngungun mathem njentung,
reh tyase wus kakenan,
keneng wuwus dibya pangulahing ngelmu,
dhasar nyata kancil tama,
putus ngelmu dunya ngakir.Palguna malih manabda,
rehning sira neng sumur kadi pundi,
lah apa ta bisa metu,
saking daya priyangga,
lamun nora bangkit ingsun enggal matur,
marang Bagendha Suleman,
Malaekat kang nulungi.Nanging prayogengsun gajah,
entekena karosanta rumiyin,
budidayanireng kalbu,
dene lamun wus tita,
nora bisa ingsun ingkang enggal matur,
Brajamuka nambung sabda,
yen namung samanten inggih.Kados-kados dereng wegah
ewadene yen telas ingkang budi,
tan daya amba pukulun,
inggih mangsa boronga,
wangsul ingkang sampun mung samanten baut,
paduka nyingkira enggal
kawularsa mamet budi.
Manawi katuting kisma,
Kancil mire gajah tumandang aglis,
sarosa gadhing tumanduk,
jugrugi ngering kanan
ngarsa wuri temah longsor punang sumur,
warata padha sakala,
mengkono digdayeng hesthi.Aja kang tilas guskara,
nadyan jurang pereng wreksa gung gusis
samantana dwipa metu,
saking tilas jugangan,
Kancil maksih nunggoni arsa weh tutur,
nulya dwiroca mendhak,
isthane ujung mring kancil.Sarwi matur nganor raga,
manuara mlas arsa milutengsih,
adhuh sang widakdeng kawruh,
bijaksa nawung kridha,
amba nyuwun barkah puruiteng ngelmi,
sarengat dinil mustapa,
kamukswan tingkah agami.Agama gaman akirat,
manjing Islam kangge ing donya ngakir,
amba nyuwun wijangipun,
ingkang wijang-wijangan,
galur turut teturutanireng ngelmu,
ingkang kangge ngrika ngriki,
reh paduka akul mukmin.Amba dereng nate wikan,
kewan wana kang putus ngelmu jati,
cakep silane tumuwuh
wanuh lan Nabi Sleman,
saha bangkit medharken ngelmu linuhung,
marma sadarpa miminta,
sajar wijangireng ngelmi.
Tedahna ing sangkan paran,
kang sanyata kulesthi dunya ngakir,
nadyan kinen ambeg sadu
sabar legaweng nala,
yen wus terang gadhuhan kawula tuhu,
dados boten lebar lahan,
mangkana sabdaning kancil.Bab iku luwih prayoga,
sira darbe cipta kapengin ngelmi,
nglakoni mangulah ngelmu
agama kang sampurna,
Islam kudu mituhu rehireng ngelmu,
pra Nabi kekasihing Hyang,
gampang kewala yun ngelmi.Ngelmu apa bae ana,
ingkang dakik-dakik atasing urip,
abote pitukonipun,
gadhuh ngelmu utama,
ingsun kira sira gajah durung cukup,
tyas sudirja paramarta,
sabar perang rina wengi.Daredah akeh kang ala
rina wengi wahyaning pikir silip,
kerep kalindhih kang hayu,
dening jajal jin setan,
luwih kuwat panggodha dayaning napsu,
yeku lakuning oliya,
sapa kang bisa nglakoni.Sayekti mukmin utama,
manut ing reh napsu kang rupa putih,
lurus mulus kang cipta alus,
angles rasaning driya,
budi pasek badingah sirna sadarum,
yeku kang kasebut Islam,
cocok daliling ngaka'it.
Unining lapal mangkana,
al Islam dabikul nupusati,
tegese Islam puniku,
nambeleh napsunire,
kang mangkono ngampah budi cipta dudu,
tetep uliyaning suksma,
budyarja rilambeg niti.Marma ngelmu luwih gampang,
mung lakune kang ewuh dhemit rungsit,
sewu siji ingkang saguh,
nglakoni tyas raharja,
ajining wong mukmin ingkang putus ngelmu,
pranane sabar darana,
setyeklas rahina wengi.Akeh lamun sun jerenga,
patrapira perang lan napsu katri,
saben kewan bae weruh,
ngelmu agama Islam,
mung regane larang tanpa petung,
rina wengi nembah ing dat,
lan prihatin cipta eling.Iku musthikaning tama,
yen katiban ngelmu makripat wening,
wenang winruhken kang jentus,
pathining rasa mulya,
lir yaiku dhalang sejati kang mengku,
mosik meneng ngatas karsa,
wus tan rumangsa ndarbeni,Dwipangga matur sandika,
bab punika nuwun sakethi amin,
lampah kang sampun tinutur,
cegahaning makripat,
kedah lampah sabar sarta budi ayu,
bokmanawi angsal berkah,
kawula saged nglampahi.
PERPUSTAKAAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA | |
NSK01546 [ Sampul ]