mencari padanan katanya dalam bahasa Jawa, atau bahkan secara sengaja disipkan bahasa Indonesia atau bahasa asing sebagai ramuan pemanis.
Pernah seorang teman bertanya, bagaimana cara menulis guritan? Mudah saja, jawabnya sudah tersiar pada majalah Penyebar Semangat belum lama ini (baca: PS, Na. 37, tanggal 11 September 2990 dengan judul “Gawe Guritan Iku Gampang!").
Menulis karangan (termasuk mengarang puisi atau guritan) sebenarnya adalah suatu peristiwa komunikasi. Kita menuliskan ide, gagasan, pikiran, untuk disampaikan kepada orang lain. Agar ide, gagasan, dan pikiran yang disampaikan kepada orang lain itu mudah diterima tentu saja arus menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Dengan demikian, seorang penyair menulis puisi atau guritan perlu mempertimbangkan penggunaan bahasa yang sederhana.
Bumbu Artistik
Apabila guritan ditulis, dengan bahasa yang sederhana sudah cukuplah kerja penyairnya? Ternyata bahasa yang sederhana saja belum cukup untuk menjadi puisi/guritan yang baik, Maka penyair hendaknya menyediakan pula perangkat keindahan. Puisi sebaiknya dibumbui dengan keindahan bahasa berupa irama, pemilihan kata-kata yang liris, dan kekuatan makna yang dalam. Akan lebih sempurna pula bila karya puisi itu mengandung nilai-nilai universal agar lebih tahan waktu sehingga sanggup dinikmati kapan dan di mana pun.
Di bawah ini dikutipkan sebuah guritan karya Sri Setya Rahayu yang berjudul Sapa Jenengmu, Cah
49