Kaca iki wis divalidasi
- Diikuti jalan itu sampailah ia ke bukit. Ada jalan berkelok-kelok menuju ke bukit itu. Maka Sang Tasikwaja ingin tahu selanjutnya tentang bukit itu.
- Sampai di tepi bukit itu tampaklah sebuah rumah. Pohon kelapa masih kecil belum ada buahnya. Di luar kebun ada seekor kuda sedang merumput.
- Umarmaya segera mendekat. Ia berharap-harap, dan menduga-duga, sebab kuda itu seperti Sekar Duwijan. Sekar Duwijan melihat kedatangan Umarmaya lalu menyongsongnya.
- Berhentilah Sekarduwijan merumput. Ia mengetahui bahwa orang yang datang itu sesungguhnya Umarmaya. Maka meringkiklah Sekar Duwijan menyambut Umarmaya sambil membantingkan kepalanya di tanah.
- Lega hati Umarmaya karena kuda itu benar-benar Sekarduwijan yang berjalan pulang, sambil menoleh dan mencibiri Umarmaya. Umarmaya mengikuti Sekarduwijan dari belakang.
- Sampai di rumah Sekarduwijan meringkik-ringkik, suaranya seperti memberi isyarat bahwa Umarmaya yang datang. Keduanya sama-sama terperanjat. Umarmaya cepat lari mendekat dan merangkul kaki Wong Agung sambil menangis.
- Wong Agung segera turun dan merangkul Umarmaya. Lama mereka berpelukan dan sesudahnya mereka mengatur duduknya. Dipati Tasikwaja mengeluarkan makanan yang lezat-lezat dari kantung guni.
- Mereka lalu makan bersama. Senanglah Sang Kakungingrat, seperti pesta hari raya, karena di gunung tidak ada makanan yang enak, baru setelah Umarmaya tiba, berjumpalah Wong Agung dengan makanan negara.
- Umarmaya berdatang sembah "Marilah segera pulang, sebab seluruh para raja sangat bersedih, mereka tidak makan dan minum seharian mereka menangis.
3