Kaca iki wis divalidasi
- Lalu mereka bersenang-senang, makan sepuas-puasnya, jam dua pagi baru bubaran. Wong Agung kembali ke istana dijemput oleh Retna Muninggar dan Sekar Kedaton yang menunduk dan menyembah,
- yang menimbulkan kerinduan. Maka diceritakan paginya. Tanda gendang gong berbunyi, gemuruhlah para perjurit dan para raja yang menggerakkan, dan menyiagakan barisannya.
- Begitu pula musuh pun sudah siap siaga, barisan telah membentuk lingkaran. Wong Agung Jayengpalugon sudah di atas kuda si Sekarduwijan, maju ke medan laga, bersesumbar memanggil musuh yang berani melawannya.
- Ketahuilah, saya Amir, anak dipati Mekah, tangguh dalam peperangan di seluruh bumi, termashur dan para raja seribu negara bersujud padaku.
- Yang ditakdirkan Hyang Widdhi untuk menggempur para raksasa di Jabalkab. Tumpas sudah semua raksasa. Yang sudah disebut lelaki. Ayo, mana para ratu yang gagah berani.
- Bahman menunduk berprihatin. Majulah Sang Kaja Bardian dengan menunggang gajah yang diselubungi ke bawah seperti bulu sayap burung merak. Setibanya di medan perang kelihatan seperti gajah hijau.
- Berpelengkapan perang sebuah salukun dan sudah berhadap-hadapan dengan Sang Amir. Sang Jayengmurti sabar bertanya, "Siapa namamu Sang Raja, dan di mana negrimu." Sang raja menjawab, "saya ini Raja Bardian.
- Negri saya di Kudari, saya raja lelaki dunia. Kedatangan saya di sini berpetualang perang. Anda yang saya tuju. Sebab apakah anda menaklukkan para raja.
- Apakah kau ini tukang tenung. Padahal kau ini tidak berbadan besar tetapi dapat menaklukkan para raja besar dan perkasa, tetapi raja yang bodoh, sampai kau ikat.
16